Jawa Pos

Eksplorasi Semangat Bonek

-

AGUS Sukamto sedang menggelar pameran lukisan di AJBS Galery. Sebanyak 27 karya terbarunya didominasi kisah tentang perempuan di Kota Rouen, Prancis. Lima tahun terakhir, Agus dan istri, Jenny Lee, memang begitu akrab dengan salah satu kota tua di Prancis tersebut.

Mereka merupakan seniman yang mempunyai andil dalam desain ruang Asia di Muséum d’Histoire Naturelle de Rouen, Kota Rouen, Prancis. Sebuah kepercayaa­n yang jarang didapatkan seniman asal Surabaya. Sejak 2010, Agus Koecink, begitu dia biasa disapa, memang kerap bolak-balik Surabaya Rouen. Dia mendapat beasiswa melakukan riset di museum itu hingga kemudian bersama istri yang sesama alumnus ISI Jogjakarta, mereka diminta ikut mendesain.

Selama kurun waktu lima tahun, Agus dan Jenny juga memberikan workshop kepada para pengunjung museum. Kelas yang mereka buka tetap berhubunga­n dengan Indonesia. Seperti mewarnai gambar wayang Petruk dan Semar untuk anak-anak. Serta kelas membatik bagi beberapa warga Rouen. ’’Mereka sangat senang membatik, apresiasi yang luar biasa untuk kebudayaan Indonesia,’’ kenang pria 47 tahun itu.

Opening Ruang Asia itu dilakukan pada 17 Oktober lalu. Apresiasi besar mereka dapatkan pada saat pembukaan tersebut. Perkiraan awal dari pihak museum yang mengatakan maksimal hanya 10 orang yang datang terbantahk­an. Tapi, ternyata lebih dari 70 orang datang, termasuk media cetak dan televisi setempat.

Lebih istimewa lagi saat Deputy Chief of Mission Kedutaan Besar Indonesia untuk Prancis Hari Ashariyadi hadir menyampaik­an apresiasin­ya kepada mereka berdua. ’’Beliau kagum dan bangga kalau yang mendesain ruang Asia adalah orang Indonesia,’’ kata Agus mengenang kejadian itu.

Kini Agus ingin melakukan sesuatu untuk kota kelahirann­ya, Surabaya. Dia ingin memberikan sumbangsih ilmu yang didapatkan di Rouen dan beberapa kota di dunia yang pernah disinggahi untuk diterapkan di Kota Pahlawan.

Beberapa tahun lalu, dirinya sempat memberikan blueprint kepada Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surabaya Wiwiek Widayati tentang city branding. Beberapa kawasan seperti Tugu Pahlawan, Kenjeran, dan Balai Pemuda menjadi lokasi utama dalam blueprint miliknya.

Dari pengalaman beberapa kali ke Prancis, Agus menceritak­an, dirinya tidak pernah melihat museum sepi. Apalagi ketika weekend, pengunjung museum sangat ramai. Itu berbeda dengan di Surabaya. ’’Museumnya menarik, representa­tif, dan selalu diadakan workshop di dalamnya. Pengunjung nggak bosan untuk datang,’’ tuturnya.

Menurut dia, Surabaya seharusnya sudah bisa menerapkan hal tersebut. Baik pada museum maupun galeri seninya. Sebab, di situlah, menurut dia, masyarakat bisa memperoleh informasi dan sumber pengetahua­n tentang kotanya. ’’Harus ada pengelolaa­n yang baik, gak asal museum blek sebentar jadi. Isinya harus bisa bercerita,’’ jelasnya.

Agus Koecink berharap potensi besar pada kesenian yang dimiliki Surabaya bisa dikembangk­an. Dia mengungkap­kan bahwa karya-karya seniman Surabaya tidak kalah dengan beberapa seniman dunia yang pernah ditemuinya. ’’Semangat Bonek yang dimiliki Surabaya harus dieksplora­si dengan benar untuk berkarya,’’ harapnya.

Di Surabaya, geliat kehidupan seni tak segemerlap kota-kota lain seperti Ubud, Bali, atau Jogjakarta. Namun, Agus tak berniat hijrah ke sana. Meski, dia mengaku sudah menerima sejumlah tawaran untuk pindah. ’’Saya hidup, belajar, dan berkarya di Surabaya. Saya ingin turut membangun Surabaya dengan ilmu yang saya punya. Untuk masa depan seni yang lebih baik di Surabaya,’’ tegasnya. (rid/c17/ayi)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia