Jawa Pos

LEBARAN TANPA KEJUTAN

Menjaring Konsumen Lebaran di Pasar-Pasar Tradisiona­l

-

Dari momen Lebaran, nasib target tahunan kegiatan usaha sudah bisa ditebak. Apakah akhir tahun nanti

happy ending atau malah bikin kepala pening. Untuk menjawabny­a, Jawa Pos menemui para pedagang di Pasar Tanah Abang Jakarta, Pasar Klewer Solo, tiga pasar teramai di Surabaya, dan Pasar Besar Malang pada H-7 hingga H-1 Lebaran.

SUASANA Pasar Tanah Abang blok A pada Jumat, 10 Juli, atau satu minggu menjelang Lebaran, terlihat santai

Beberapa sudut pasar tekstil terbesar di Indonesia itu memang ramai. Tapi, menurut pengakuan para pedagang yang sudah berpengala­man puluhan tahun di Tanah Abang, keramaian itu tidak sepadat tahun-tahun sebelumnya, yang untuk bergeser posisi saja sulit karena saking bejubelnya pengunjung yang berbelanja.

”Ya begini ini, bisa dilihat sendiri kondisinya. Ibaratnya dulu susah buat gerak, sekarang bisa lari-lari di pasar,” tutur Sri Wahyuni, penjaga toko sejak 2000, tentang suasana di sekitar tokonya yang menjual jilbab dan busana muslim. ” Gimana mau ramai kalau yang datang memang berkurang?” curhatnya.

Ellen Nurdianti yang sudah 18 tahun berdagang di Pasar Tanah Abang menyebut penurunan omzetnya mencapai 50 persen. ”Paling anjlok dibanding tahuntahun sebelumnya,” kata Ellen saat ditemui di tokonya di blok B Sabtu siang lalu (11/7). Dia dan dua karyawanny­a tidak terlihat sibuk karena pengunjung tidak ramai.

Klewer Bagaimana pasar-pasar utama di luar ibu kota? Keluhan pedagang lebih keras terdengar di Pasar Klewer Solo. Musibah kebakaran akhir tahun lalu yang menimpa pasar tekstil tradisiona­l terbesar itu membuat perputaran uang menjelang Lebaran tahun ini macet. Hal tersebut tampak pada penurunan omzet pedagang yang kini menempati pasar sementara di kawasan Alun-Alun Utara Solo.

Humas Himpunan Pedagang Pasar Klewer (HPPK) Kusbani menjelaska­n, perputaran uang di Pasar Klewer pada Lebaran tahun ini Rp 4 miliar–Rp 5 miliar setiap hari. Jumlah itu turun drastis dari tahun sebelumnya yang mampu menembus angka Rp 17 miliar per hari. Penurunan omzet dialami oleh hampir seluruh pedagang. Baik yang berjualan secara ecer maupun grosir.

”Para pedagang, menurut Kusbani, memerlukan waktu minimal tiga bulan untuk memperoleh omzet yang stabil dan merangkak naik,” papar Kusbani kepada Jawa Pos Radar Solo.

Surabaya Sementara itu, para pedagang baju di Darmo Trade Center (DTC) Wonokromo sudah memprediks­i lesunya penjualan pada Lebaran tahun ini. Sebab, momennya bertepatan dengan penerimaan siswa baru. Karena itu, fokus masyarakat bukan membeli kebutuhan Lebaran, melainkan kebutuhan anak sekolah.

Atiek Supriati, pedagang baju di lantai 3 DTC, mengatakan, pada Lebaran tahun lalu meraup omzet hingga Rp 80 juta per bulan. Sedangkan tahun ini dia memperkira­kan maksimal hanya Rp 70 juta. ”Namun, jumlah itu jelas lebih banyak daripada omzet hari biasa yang sekitar Rp 20 juta per bulan,” ungkapnya. Menurut dia, naiknya jumlah anak sekolah menjadi pemicu utama berkurangn­ya pembeli.

Tak jauh dari DTC, Edo Emerson, manajer Lakeisha, salah satu pusat penjualan pakaian muslim terbesar di Pusat Grosir Surabaya (PGS), mengatakan bahwa tokonya mengalami kenaikan omzet sebesar 50 persen bila dibandingk­an dengan bulan biasa.

Sedangkan di Pasar Atum Surabaya, beberapa pedagang kue kering mengaku mengalami kenaikan pendapatan 10–40 persen. Beberapa item bahkan mengalami kenaikan sampai tiga kali lipat. Antara lain kue nanas, kastengel, mete, kurma, keripik usus, dan kerupuk rambak.

Hanya, bila dibandingk­an dengan tahun lalu, pedagang kue kering di Pasar Atum juga mengalami penurunan penjualan 30 sampai 40 persen. ”Kami bahkan sampai harus memberikan potongan harga untuk kue kering karena sudah memasuki H-3, tetapi stok masih banyak,” kata pemilik toko kue kering Asia, Cik Asia, Selasa lalu (14/7).

Malang Bergeser ke Malang, tak jauh berbeda dengan yang dijumpai di Jakarta, Solo, dan Surabaya, para pedagang mengeluhka­n menurunnya penjualan, khususnya jika dibandingk­an dengan menjelang Lebaran tahun lalu. Kepada Jawa Pos Radar Malang, Herman Malik, 40, pemilik toko mode di Jalan Pasar Besar, mengungkap­kan, dulu, setiap menjelang Lebaran, dirinya bisa meraup omzet Rp 25 juta sampai Rp 30 juta. ”Sekarang, hingga seminggu (menjelang) Lebaran, masih sekitar Rp 18 juta saja,” tutur dia saat ditemui di tokonya Minggu lalu (12/7).

Menurut Herman, bisa jadi buruknya penjualan itu disebabkan ekonomi yang sedang memburuk. ”Kalau bersamaan dengan masuk sekolah, saya kira ada benarnya juga. Tapi, kalau orang punya, orang ya belanja-belanja saja,” tambahnya. (nor/lus/nti/rin/ irw/vir/riq/c11/kim)

 ?? FRIZAL/JAWA POS ?? FULL SPG: Penjualan baju muslim di pusat perbelanja­an DTC Wonokromo Jumat (12/7) atau seminggu sebelum Lebaran.
FRIZAL/JAWA POS FULL SPG: Penjualan baju muslim di pusat perbelanja­an DTC Wonokromo Jumat (12/7) atau seminggu sebelum Lebaran.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia