Au Revoir Jules!
Koma Sembilan Bulan, Bianchi Embuskan Napas Terakhir
NICE – Mendung kelam kembali memayungi ajang balap Formula 1. Setelah 21 tahun tragedi Ayrton Senna, publik balap jet darat itu kembali berduka. Terkapar koma selama sembilan bulan, Jules Bianchi akhirnya menyerah pada cedera diffuse axonal yang dialami. Pembalap asal Italia itu mengembuskan napas terakhirnya di Centre Hospitalierp Universitaire, Nice,ce, kemarin (18/7).
Sulit bagi keluargauarga Bianchi melupakan tanggalal 5 Oktober 2014. Penerus kejayaanaan dinasti balap mereka mengalami alami kecelakaan pada Grand Prix x Jepang di Sirkuit Suzuka. Kondisi lintasan yang basah mengakibatkan Bianchi, yang membela Marussia-Ferrari, Ferrari, kehilangan kontrol atas mobilnya.obilnya.
Itu kali kedua Bianchi mengalami kecelakaan di GP P Jepang. Sebelumnya, pada 2013, dia mengalami selip yang membuatnyauatnya keluar dari lintasan. Lokasinyanya pun persis dengan yang dialaminyaminya saat GP 2014. Namun, Bianchi hi tak seberuntung tahun sebelumnya. nya. Setelah keluar dari lintasan, mobilnya langsung menghantam yang tengah memindahkan mobil Adrian Sutil.
Bianchi segera a dibawa ke rumah sakit di Prefekturr Mie untuk mendapatkan pertolonganolongan pertama. Saat itulah, diketahuiiketahui Bianchi mengalami cederadera atau trauma otak.k. Dia lantas diterbangkan ke Prancisncis untuk men- dapatkan perawatan maksimal.
”Rasanya sangat tidak tertanggungkan. Itu adalah siksaan dalam keseharian kami. Itu tampaknya lebih buruk daripada kehilangan dia dalam kecelakaan tersebut. Sebab, kami tidak mampu berbuat apa pun untuk membantunya,” terang ayah Bianchi, Philippe.
Juara GP Jepang 2014 Lewis Hamilton bahkan merasa bahwa kemenangan yang diraihnya tak berarti. ”Sulit rasanya untuk mengatakan apa pun setelah akhir pekan di Jepang. Sebelumnya, aku sangat gembira dengan kemenanganku. Namun, setiba di pit, aku merasa itu tak berarti apa pun setelah apa yang dialami Jules,” terang Hamilton.
Efek insiden Bianchi itu membuat FIA langsung me laku kan kajian ulang. Sebab, selain kondisi lintasan yang basah, kurang terangnya penerangan lintasan ditengarai kuat menjadi penyebab kecelakaan Bianchi. FIA pun langsung mengubah jadwal grand prix di lima negara yang berbeda, yakni Australia, Malaysia, Tiongkok, Jepang, dan Rusia. Jadwal race di lima negara tersebut dilangsungkan lebih awal demi keamanan pembalap.
Di sisi lain, kecelakaan itu memupus harapan keluarga untuk melihat masa kejayaan Bianchi di Formula 1. Pembalap yang meninggal di usia 25 tahun tersebut merupakanp cucu Mauro Bianchi, juara tiga kali balap mobil kategori GT. Kisah sukses juga dimiliki kakek buyut Bianchi, Lucien Bianchi. Lucien merupa kan juara 24 Hours of Le Mans 1968 dan men- jadi pembalap Formula 1.
Duka itu semakin mendalam mengingat kecelakaan yang dialami Bianchi terjadi ketika kemampuannya telah diakui. Keberhasilan meraup poin pertama di GP Monaco 2014 membuat Bianchi mendapat predikat sebagai pembalap Ferrari masa depan. Apalagi, Bianchi pernah berstatus pembalap cadangan di tim kuda jingkrak itu.
Hal itu diakui Philippe Bianchi menjadi penyemangat bagi keluarganya pada masa sulit saat ini. Menurut dia, pesan yang disamp paikan orang-orangg g membuktikan bahwa Bianchi telah memberikan cahaya pada hidup mereka.
(rif/c11/ady)
2013
2014
2015