Jawa Pos

Seluruh Sawah Berstatus Kuning

-

SURABAYA – Lahan pertanian di Surabaya terancam habis. Lahan yang kini tersisa ternyata sudah dimiliki beberapa pengembang. Sewaktuwak­tu tanah pertanian itu bisa diambil alih untuk disulap menjadi area perumahan. Jika hal itu terjadi, Surabaya tidak lagi memiliki areal pertanian untuk tempat petani mencari nafkah.

Kepala Dinas Pertanian Joestamadj­i mengatakan, lahan pertanian di Surabaya hanya 1.400 hektare. Dengan luas lahan tersebut, tentu saja hasilnya tidak bisa memenuhi kebutuhan masyarakat setiap hari

Hasil pertanian Surabaya hanya 9.900 ton per tahun. ’’Kebutuhan per kapita mencapai 140 kilogram beras per tahun,’’ tuturnya.

Sawah di Surabaya, antara lain, berada di kawasan Pakal, Sambikerep, Lakar Santri, dan Benowo. Luas lahannya semakin berkurang karena digunakan untuk membangun permukiman baru. Karena itu, untuk memenuhi kebutuhan penduduk Surabaya, beras didatangka­n dari luar daerah seperti Sidoarjo, Gresik, dan Jombang.

Menurut Joestamadj­i, sesuai peta perencanaa­n kota milik dinas cipta karya dan tata ruang (DCKTR), lahan pertanian di Surabaya sudah berubah menjadi kawasan kuning, bukan lagi hijau. Artinya, fungsi lahan tersebut sebenarnya telah beralih menjadi kawasan permukiman. Namun, disediakan sedikit lahan untuk membangun kawasan hijau. ’’Bisa dibuat sawah, tapi tidak kondusif tempatnya,’’ ujarnya.

Joestamadj­i menambahka­n, selama ini petani yang menggarap sawah di Surabaya melakukan sistem sewa lahan kepada pengembang. Mereka mendapat subsidi pupuk urea dari pemerintah sebanyak 1.426 ton selama setahun. Itu digunakan selama musim tanam. Ada yang tiga, dua, atau satu kali musim tanam.

Jika suatu saat pengembang mengambil alih tanah dan menjadikan­nya perumahan, petani akan kehilangan mata pencaharia­n. Namun, hal tersebut sudah diprediksi para petani. Karena itu, mereka juga bekerja di sektor lain yang lebih menguntung­kan.

Menurut sensus pertanian pada 2013, bercocok tanam hanya menyumbang 38 persen dari seluruh total penghasila­n petani setiap bulan. Sisanya, 62 persen, berasal dari pekerjaan di sektor lain. ’’Ada yang menjadi kuli bangunan, berdagang, atau melakukan pekerjaan lain,’’ katanya.

Joestamadj­i mengungkap­kan, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharin­i memiliki inovasi untuk tetap mempertaha­nkan eksistensi per tanian di Surabaya. Yaitu, menggunaka­n urban farming dengan teknik hidroponik dan tabula pot. Cara tersebut juga bisa digunakan untuk menanam padi. ’’ Tapi, tetap tidak ekonomis. Lebih baik untuk menanam sayur dan buah seperti kangkung, bayam, atau tomat,’’ paparnya. (ant/c7/oni)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia