Waktu untuk Keluarga Tersisa Dua Jam
Singgih Widi Pratomo, Dokter di BNNK Surabaya
Perjuangan dr Singgih Widi Pratomo untuk menyembuhkan pecandu narkoba di Kota Surabaya cukup luar biasa. Baru bertugas
selama enam bulan di Badan Narkotika Nasional Kota (BNNK) Surabaya, dia sudah berhasil merehabilitasi 200 pecandu.
Seperti apa kiprahnya?
RUANGAN Singgih tak begitu besar, hanya seluas 20 meter persegi. Namun, di ruangan itu, dia bisa menunjukkan pengabdiannya secara lebih dalam kepada masyarakat. Sehari-hari, di ruangan itu dia berkutat. Mewawancara para pecandu, lalu mengupayakan rehabilitasi.
Di tangan dingin pria 31 tahun itu, sudah banyak pecandu narkoba yang diajak mentas. Kini banyak di antara mereka yang hidup sehat tanpa harus berkubang dengan narkoba lagi. ”Lega rasanya,” kata Singgih.
Sebelum bertugas di BNNK, Singgih sebenarnya sudah hidup enak dengan bekerja sebagai dokter umum di sebuah rumah sakit di Surabaya. Namun, melihat banyaknya pecandu narkoba yang kian bertambah, dia merasa terpanggil. Bahkan, di antara mereka yang tercebur dalam kasus-kasus narkoba, banyak juga yang berusia muda. Berdasar data di BNNK, ada remaja 13 tahun yang sudah kecanduan berat pil koplo. Karena itulah, Singgih terpanggil untuk berkiprah lebih jauh.
Menurut dia, mengobati para pecandu narkoba memiliki keunikan tersendiri. Sebab, dia harus benar-benar mengerti pasien yang dihadapi. Dengan begitu, dia bisa menempatkan diri sebagai sahabat terhadap pecandu.
Singgih mengatakan, ketika melakukan observasi awal, banyak pecandu yang meminta bantuannya tak berterus terang mengenai masalah yang dihadapi. ”Saya merasa ada yang disembunyikan,” terangnya.
Namun, Singgih tak menyerah. Dia harus bisa benar-benar dekat dengan pasiennya. Dengan begitu, para pasien itu akan menceritakan masalah yang dihadapi dengan gamblang. ”Sehingga keinginan untuk bersih dari narkoba merupakan keinginannya murni,” terang duta antinarkoba Provinsi Jawa Timur pada 2007 itu.
Sebab, bila niat untuk bersih tidak datang dari hati para pecandu, suatu saat mereka akan tercebur ke kubangan yang sama lagi. Dia menjelaskan rupa-rupa kasus yang harus dihadapi. Selama ini, banyak juga yang mau menjalani rehabilitasi karena paksaan dari keluarga. Karena tidak ada niat bersih dari narkoba, para pasien juga kerap berbohong. ”Ada yang mengaku sudah minum obat, padahal sama sekali belum,” ujarnya. Kendati begitu, dia menghadapinya dengan telaten.
Singgih menambahkan, tanggung jawab rehabilitasi selesai ketika program penyembuhan itu tuntas. Namun, dia mengaku tak bisa melepaskan mereka begitu saja. Dia masih khawatir para mantan pecandu tersebut kembali terjun ke dunia madat itu. Karena itu, dia selalu aktif mengontrol para eks pasiennya. ”Semua itu saya lakukan saban akhir pekan,” papar dia.
Singgih menjelaskan bahwa aktivitasnya itu menyita banyak waktu. Sampai-sampai waktu untuk keluarga hanya dua sampai tiga jam. Rasanya sedih. Namun, keluarga Singgih menyadari hal tersebut. ” Tapi, demi kepentingan penyelamatan generasi, saya pun ikhlas,” ucap dia. (*/c11/git)