Eksis Puluhan Tahun, Belum Pernah Buka Cabang
Berbicara tentang kuliner, Sidoarjo memiliki banyak tempat kuliner legendaris yang hingga kini tetap eksis. Di antaranya, Sup Buntut Langgeng dan Kikil Sapi Waru Jaya. Mencicipi Kuliner Legendaris di Kota Delta (1)
SUP Buntut Langgeng. Nama yang sudah tidak asing lagi di telinga pencinta kuliner berbahan baku ekor sapi tersebut. Depot dirintis Liana sejak 1982. Kini, pengelolanya adalah Bobby Masangka, anak bungsu Liana. ’’Sekarang sudah generasi kedua. Saya kelola sendiri, dibantu ibu saya (Liana, Red),’’ cerita Bobby kemarin (18/7).
Selama 33 tahun menggoyang lidah para konsumennya, depot yang berlokasi di Jalan KH Mukmin itu pernah dikunjungi beberapa artis ibu kota. Misalnya, Happy Salma, Armand Maulana, dan Arumi Bachsin. Bahkan, Hatta Rajasa dan Anas Urbaningrum juga pernah mampir.
Menurut Bobby, sejak awal berdiri, depot tersebut tidak pernah berpindah lokasi. Hanya, ibunya saat itu tidak langsung fokus menjual sup buntut sapi. Sebelumnya, Liana menjajakan aneka masakan khas Jawa. Yaitu, nasi rawon dan ayam goreng. Setelah itu, baru Liana memasukkan menu baru sup buntut sapi.
’’Pertama jualan tidak seberapa ramai seperti sekarang. Paling tiga buntut sapi saja yang terjual sehari,’’ kisah bungsu tiga bersaudara itu. Berkat ketekunan sang ibu, akhirnya menu sup buntut sapi laris terjual hingga ratusan ekor per hari. Variasinya pun bertambah. Bukan hanya sup buntut, melainkan juga buntut goreng.
Untuk mempertahankan cita rasa, bumbu untuk mengolah berbagai menu kuliner sup buntut itu dibuat dengan resep keluarga. Bobby memilih mengerjakannya sendiri bersama Linda, istrinya. Setiap pegawai pulang kerja, dia bersama istri selalu meracik bumbu ’’rahasia’’ untuk memasak olahan buntut sapi. ’’Setiap dua hari sekali bikin bumbunya. Resepnya ini kan rahasia. Dikasihkan ibu saya turun-temurun. Jadi, pega- wai hanya tinggal memasak dan sesuai dengan takaran,’’ tutur ayah Stefani Putri Masangka itu.
Meski depotnya memiliki reputasi yang bagus, Bobby mengaku belum berpikir untuk membuka cabang, apalagi sampai ekspansi ke luar kota. Saat ini, dia hanya berencana memperluas depot dengan memanfaatkan lantai atas. ’’Saya sempat diminta teman untuk membuka cabang di Jakarta. Tapi, saya belum bisa, karena setiap cabang harus saya awasi. Bumbunya juga harus saya bikin sendiri,’’ jelasnya, lantas tersenyum.
Sementara itu, Rumah Makan Kikil Sapi Waru Jaya yang berdiri pada 1972 hingga kini juga masih eksis. Pendirinya adalah H Samsu. Kini, usaha tersebut dikelola H. Samsu bersama Endang, anak pertamanya.
Suami Endang, Rahmad Fauzi, menceritakan, sebelum berjualan di lokasi sekarang, mertuanya, H Samsu, sempat berjualan di emperan sepanjang Jalan Waru. Saat itu, H Samsu masih menggunakan rombong. ’’Setiap jualan sering diusir pemilik toko (yang emperannya dipakai mangkal, Red) karena dianggap mengganggu,’’ katanya.
Saat itu, lanjut Rahmad, pedagang kikil sapi masih sangat jarang. Butuh waktu cukup lama untuk membuat menu kikil sapi yang benar-benar enak dan pas. Baik rasa maupun tingkat keempukannya. Hingga akhirnya, pelanggan semakin banyak.
’’Karena semakin laris, akhirnya mulai menyewa tempat kecil untuk berdagang,’’ ujarnya. Warung tersebut terus berkembang dan tempatnya juga diperluas. Jam bukanya pun kini mulai pukul 10.00 hingga 23.00. Sebelumnya, warung itu buka pukul 15.30.
’’Empat tahun ini kami sudah buka pagi. Lebaran juga buka. Rata-rata yang datang ke sini pelanggan lama. Dulunya masih kecil, eh… sekarang sudah punya anak dan cucu,’’ kata Rahmad, lantas tertawa.
Rahmad menuturkan, hingga saat ini, Kikil Sapi Waru Jaya belum memiliki cabang. Menurut dia, untuk membuka cabang, dibutuhkan modal yang cukup banyak. ’’Bukan tidak mau bikin cabang. Sekarang fokus warung ini dulu. Kalau sudah ada modal, baru buka cabang,’’ katanya. (*/c17/pri)