Camilan Hasil Laut sampai Aneka Sambal
Surabaya bukan hanya terkenal sebagai Kota Pahlawan. Dari kota metropolitan tersebut, juga muncul beraneka oleh-oleh yang khas. Bila pengunjung kembali ke kota asal, tidak afdal rasanya jika tak membawa buah tangan dari Kota Surabaya. Buah Tangan Khas da
KEKHASAN utama Surabaya adalah kawasan pantai dan nelayan. Hasil laut itu terdiri atas berbagai jenis ikan. Mulai lorjuk, teripang/timun laut, terung, udang, kerang, ikan, maupun simping. Nelayan di Kenjeran, misalnya. Hasil tangkapan mereka diolah menjadi berbagai jenis camilan lezat. Oleholeh tersebut selalu ramai diburu pengunjung yang ingin kembali ke kota asal dengan membawa oleh-oleh khas Kenjeran.
Di sepanjang kawasan Kenjeran, Bulak, tidak akan sulit dijumpai pedagang camilan olahan laut. Di Jalan Sukolilo, area THP Kenjeran, sepanjang Jalan Kyai Tambak Deres, dan hampir di setiap area Kenjeran bisa ditemui kerupuk, keripik, dan olahan ikan itu.
Lilik Hartatik ialah salah seorang warga yang hampir 38 tahun menggeluti bisnis olahan ikan tersebut. Dia termasuk pemasok camilan ikan terbesar di kawasan itu. Hampir sebagian besar pedagang camilan ikan di kawasan Pantai Kenjeran kulakan kepadanya. ’’Saya biasanya mengambil ikan-ikan laut dari 50 perahu nelayan di Kenjeran. Sejak umur sepuluh tahun saya sudah terbiasa mengolah ikan-ikan laut,’’ ujar perempuan 55 tahun tersebut.
Tenaga kerja yang diambil Lilik pun berasal dari warga setempat. Perempuan asli Sukolilo, Kenjeran, itu merengkuh anggotanya dalam wadah UKM. Kecamatan Bulak pun mendukung Lilik untuk memberdayakan ibu-ibu di kawasan Bulak tersebut.
Berbagai jenis hasil laut seperti teripang, terung, udang, lorjuk, kerang, dan simping diolah oleh puluhan pegawainya. Biasanya, bentuk olahannya berupa kerupuk atau keripik yang renyah. Orang bisa memesan kepadanya dalam keadaan siap digoreng atau siap makan. Lilik biasa menerima pesanan dalam hitungan kilogram. ’’Karena setiap toko ambil di saya, stok harus selalu tersedia. Apalagi, camilan hasil laut dari Kenjeran sudah tersebar di seluruh supermarket. Saya yang menyuplainya,’’ katanya.
Proses pembuatan camilan itu tidak mudah. Diperlukan waktu yang cukup lama untuk membuatnya. Mulai proses pencucian, perendaman, penggilingan, hingga penjemuran. ’’Sekitar seminggu kami mengolahnya. Harus teliti biar rasanya tetap enak,’’ ucapnya. Kesalahan pengolahan membuat camilan tersebut justru terasa pahit.
Produksi rutin Lilik mencakup teripang beserta telurnya, terung beserta telurnya, grinting lorjuk, kerang, simping, dan kentang udang. Masing-masing memiliki resep tersendiri dalam pengolahannya. Misalnya saja, terung yang harus berulang kali digiling dengan menggunakan alat khusus, beberapa kali dijemur dan direndam air, hingga dijemur kembali. Tujuannya, agar terung bersih dari kotoran hitam dan renyah setelah digoreng.
Demi mengebut pesanan, para ibu bekerja sejak pagi. Pedagang memang kewalahan menerima pesanan pada momen Lebaran. ’’Ini terung sedang digoreng. Beberapa toko pesan puluhan kilo terung dan teripang. Mereka pesan matang soalnya tidak sempat menggoreng, ya kami layani,’’ terang perempuan asli Sukolilo itu.
Selain itu, dia mengungkapkan bahwa harga olahan laut selalu stabil. Artinya, harga camilan laut tidak akan dinaikkan meski stoknya menipis. Harganya juga tidak akan anjlok jika sedang panen laut. ’’Di Surabaya, enaknya, harga camilan hasil laut stabil. Jadi, tidak perlu takut rugi. Meski prosesnya lama, tapi sebanding dengan hasilnya,’’ jelasnya.
Tidak hanya itu, primadona di Surabaya adalah sambal Rea-Reo. Sambal khas buatan ibu-ibu Kecamatan Krembangan tersebut terkenal di Surabaya. Tidak ada di kecamatan lain di Surabaya.
UKM yang diketuai Siti Chamidah di Kelurahan Dupak lah yang rutin memproduksi sambal Rea-Reo. Sambal itu semula terinsipirasi dari bermacam-macam suku di Kelurahan Dupak. Sebab, banyak penduduk musiman di sana. ’’Ee, malah muncul sambal ini,’’ ujar Chamidah.
Sambal tersebut tidak hanya diproduksi satu macam. Ada sambal bawang, sambal ikan asin, sambal ebi, sambal rajang, dan sambal terasi. Sambal itu tentu terasa pedas di lidah. ’’Ini beberapa restoran sudah minta dibuatkan. Banyak juga pejabat yang suka. Sudah banyak pelanggan yang pesan,’’ ungkapnya.
Distribusinya sudah meliputi Jakarta, Madura, Semarang, Sidoarjo, bahkan Kalimantan. Selain tanpa bahan pengawet, sambal Rea -Reo khas Krembangan kerap dijadikan buah tangan. (aya/c20/nda)