JK Dorong Evaluasi Menyeluruh Konstitusi
JAKARTA – Wacana amandemen kelima UUD 1945 kembali bergulir. Kali ini yang melontarkan justru bukan penghuni parlemen, melainkan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK). Menurut JK, banyak negara yang pernah mengubah UUD, tidak terkecuali Indonesia.
’’Di Thailand, UUD berubah setiap ada kudeta. India juga pernah mengubah,’’ kata JK saat membuka final lomba cerdas cermat (LCC) empat pilar tingkat SMA di kompleks parlemen, Jakarta, kemarin (18/8).
Amandemen atau perubahan UUD, lanjut dia, merupakan keniscayaan. Meski begitu, amandemen tidak boleh mengubah falsafah bangsa (Pancasila, Red). Termasuk komitmen untuk mencapai kemakmuran dan keadilan serta menciptakan perdamaian dunia.
JK menyampaikan, peringataan HUT Ke70 RI bisa menjadi momentum untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh. Namun, dia mengingatkan bahwa tidak mudah untuk melakukan amandemen. ’’Amandemen itu ada tahap-tahapnya. Beda dengan undangundang yang bisa dibatalkan oleh minimal lima hakim konstitusi,’’ ujarnya.
Ketua MPR Zulkifli Hasan mengungkapkan, MPR periode kali ini memang mengantongi rekomendasi MPR periode lalu terkait dengan poin-poin amandemen kelima UUD 1945. Usul materi perubahan yang muncul sekarang masih dikaji lembaga pengkajian di MPR. ’’Mendesak atau tidak (amandemen, Red). Rekomendasi itu kami kaji dulu di sana,’’ ungkapnya.
Terkait dengan isu amandemen tersebut, pertengahan Juli lalu, pimpinan Mahkamah Agung (MA) meminta pimpinan MPR menghapus Komisi Yudisial (KY) melalui amandemen kelima UUD 1945. Mereka beralasan, Bab IX UUD 45 berisi tentang kekuasaan kehakiman untuk mengadili.
KY yang bertugas melakukan pengawasan tidak tepat disatukan dalam lembaga kekuasaan kehakiman. Sebagai perbandingan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), dan Komisi Kejaksaan juga tidak diatur dalam UUD 1945. (bay/c5/pri)