Junta Militer pun Kecolongan Bom
Australia Tawarkan Bantuan Selidiki Ledakan di Bangkok
BANGKOK – Bom yang meledak di pusat keramaian Kota Bangkok Senin malam (17/8) mencoreng citra junta militer Thailand. Sebab, ledakan yang merenggut sedikitnya 20 nyawa, termasuk sebelas turis asing, itu terjadi saat Jenderal Prayuth Chan-ocha duduk sebagai perdana menteri (PM).
Junta militer Thailand yang didaulat Raja Bhumibol Adulyadej untuk menjadi solusi kebuntuan politik Negeri Gajah Putih pun ternyata tidak mampu mengamankan negara. Baru Mei mengambil alih pemerintahan, pemerintahan Prayuth kecolongan pekan ini. Belum jelas apakah insiden Senin malam itu berbau politis atau tidak. Yang jelas, ledakan tersebut menghadirkan teror dalam masyarakat.
’’Ini insiden terburuk yang pernah terjadi di Thailand,’’ ujarnya dengan geram. Pemimpin 61 tahun itu mengakui bahwa rezimnya kecolongan. Dia mengaku tidak pernah membayangkan sebelumnya akan ada insiden maut yang datang tiba-tiba seperti Seninmalamlalu. Sebab, sebelumnya, tidak ada peringatan atau tanda-tanda apa pun tentang serangan tersebut.
’’Sebelumnya, memang ada bom atau kekacauan dalam skala kecil. Tapi, kali ini, mereka menarget rakyat yang tidak berdosa. Mereka ingin menghancurkan perekonomian kita, sektor pariwisata kita,’’ ungkap ketua Dewan Nasional untuk Perdamaian dan Pemerintahan tersebut. Dia yakin ledakan itu tidak hanya dilancarkan satu orang.
Sejauh ini, pemerintah Thailand belum mendapat petunjuk yang jelas tentang pelaku maupun motivasi di balik insiden maut itu. Apalagi, tidak ada individu atau kelompok yang mengaku bertanggung jawab atas serangan tersebut. Namun, tampaknya, Thailand tak terlalu memusingkan semua itu, asalkan perekonomian pulih.
Sebab, dalam beberapa insiden sebelumnya, mereka juga tidak berhasil menangkap pelaku. Bahkan, mereka tidak mampu mengungkap motivasi di balik insiden yang oleh media sering diklaim sebagai serangan teror tersebut. Misalnya, ledakan delapan bom yang menewaskan tiga orang pada akhir 2006 atau dua bom pipa pada 1 Februari lalu.
Dalam jumpa pers pertama pasca ledakan bom di dekat Kuil Erawan tersebut, Prayuth menegaskan telah menginstruksi aparat untuk bergerak cepat. ’’Cepat temukan para pelakunya,’’ kata sang jenderal, mengulangi instruksinya kepada militer dan kepolisian. Itu menjadi salah satu strategi Prayuth dalam menjaga wibawanya di hadapan rakyat.
Jika Thailand tidak cepat bergerak, tekanan terhadap rezim Prayuth akan meningkat. Sebab, beberapa negara sudah menawarkan bantuan kepada Thailand untuk terlibat dalam investigasi. Salah satunya adalah Australia. Kemarin (18/8) PM Tony Abbott menyatakan siap membantu. Dia juga siap mengirimkan para pakar dari kepolisian untuk kepentingan penyelidikan.
Secara terpisah, Menteri Pertahanan Prawit Wongsuwan juga memaparkan strategi investigasi yang tujuannya masih sama. Yakni, menyelamatkan citra junta militer. ’’Kami membentuk war room, semacam ruang diskusi untuk mengoordinasikan reaksi pascainsiden sekaligus merapikan investigasi,’’ tegasnya di ibu kota.
Insiden yang memperparah kemelut politik Thailand itu berdampak langsung pada perekonomian. Kemarin nilai tukar baht langsung anjlok. Kabarnya, mata uang Thailand itu mencapai nilai tukar terendahnya selama sekitar enam tahun terakhir. Bursa Thailand melaporkan, saham-saham pada sektor pariwisata pun ikut anjlok. (theguardian/aljazeera/hep/c23/ami)