Kritisi Kemajuan Teknologi
Mendirikan Yayasan Muara pada 2010 bersama suami.
pada pendidikan, kegiatan sastra, dan seni. Aktivitas pertama Yayasan Muara adalah mendirikan TK di halaman rumahnya. Kemudian, berkembang dengan mengadakan pelatihan dan pementasan teater di gedung pertunjukan serta membuat muralmural puisi di beberapa sudut Jakarta. Pada 2014, memulai sesuatu yang lebih besar melalui ASEAN Literary Festival. Saat ini Yayasan Muara memproduksi film Widji Thukul yang tayang tahun depan.
DI setiap karya-karyanya, Okky selalu membawa pesan dan kritik sosial. Dia tidak ingin membuat karya yang hanya sebagai hiburan, sekadar pengantar tidur. Novel kelima yang tengah ditulis saat ini membahas teknologi. Bagaimana teknologi menjadi sesuatu yang mempermudah manusia sekaligus menjadi tantangan terbesar.
’’Saya ingin melihat kemajuan dari sisi kritis. Bahwa, teknologi membawa dampak besar bagi peradaban, tetapi sekaligus ancaman,’’ paparnya. Generasi digital dan kemajuan teknologi itu pula yang diangkat dalam topik ASEAN Literary Festival Maret lalu.
Kemajuan teknologi dalam kaitannya dengan karya sastra memungkinkan semua orang untuk bisa mencetak karya tanpa bergantung pada penerbit besar. Bisa juga menjual langsung secara online, berkomunikasi langsung dengan pembaca melalui media sosial. Kita mengenal blog, website, Twitter, dan Facebook yang menjadi sarana untuk menulis.
’’Banyak sekali penulis muda yang mengawali karir penulisan dari blog, milis, atau web. Teknologi mendorong lahirnya banyak penulis, banyak karya, serta banyak buku,’’ ungkap peraih penghargaan sastra Khatulistiwa Literary Award (KLA) 2012 lewat novelnya yang berjudul tersebut.
Tantangannya adalah bagaimana penulispenulis tetap bisa menghasilkan karya yang berkualitas. Tidak sekadar latah ingin punya karya. Sebab, menulis merupakan bertukar gagasan. ’’Ketika karya seorang penulis dibaca orang, terjadi pertukaran ide, gagasan, dan imajinasi,’’ ucapnya.
Fenomena yang terjadi saat ini, karya-karya yang memenuhi paling depan toko buku tidak sesuai dengan semangat perubahan zaman, semangat pemikiran kritis. Yang mendominasi justru karyakarya yang menjual mimpi sehingga membuat pembaca terlena dan semakin jauh dari realitas.
Kenapa demikian? Jawabannya sangat panjang. Di satu sisi, masyarakat gemar membaca karyakarya yang membuat mereka terlena. Nah, karena disukai pembaca, penerbit pun berbondong-bondong menerbitkan karya semacam itu. Penulis yang banyak membaca karya- karya seperti itu juga akan menghasilkan karya serupa. Kondisi tersebut terus berulang. ’’Harus ada yang berani keluar dari situ. Saya yakin selera pembaca itu sesuatu yang dibentuk, dikonstruksikan. Kalau yang disodorkan di pasar hanya bukubuku yang menjual mimpi, ya akan terus seperti ini. Tapi, kalau diberi pilihan karya-karya yang berkualitas dan kritis, pembaca bisa memilih,’’ tegas Okky. (nor/c15/jan)