Buku K-13 Hanya untuk Sekolah Sasaran
Pengajaran Bergantung pada Kreativitas Guru
SURABAYA – Bukan hanya jenjang SD yang resah terhadap distribusi buku yang mengacu Kurikulum 2013 (K-13). Kondisi serupa dialami sekolah tingkat SMP. Siswa yang duduk di kelas IX SMP belum menerima buku paket. Padahal, tahun pelajaran ini mereka akan menjalani ujian nasional (unas).
Kepala Bidang Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan (Dispendik) Kota Surabaya Eko Prasetyoningsih menyatakan, satu hal yang harus diketahui, yang menerima buku paket hanya sekolah sasaran pelaksana K-13. Sekolah sasaran adalah sekolah yang ditunjuk Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk melaksanakan K-13.
’’Jadi, hanya sekolah sasaran yang mendapat distribusi buku dari Kemendikbud,’’ katanya. Kebijakan tersebut berlaku di seluruh Indonesia. Bukan hanya di Surabaya. ’’Saya kira hal ini sudah disosialisasikan ke sekolah-sekolah. Jadi, kepala sekolah sudah paham dan tahu bagaimana menyiasatinya,’’ lanjutnya.
Menurut dia, sebagian besar sekolah sudah memutuskan men- download materi pembelajaran melalui website Surabaya Belajar milik dispendik atau website Kemendikbud. Jika memang wali murid ingin membelikan buku untuk anakanaknya, Eko tidak melarang.
’’Yang penting, guru tetap memfasilitasi dengan fotokopi atau e-book dan sekolah tidak mengharuskan wali murid untuk membeli buku di luar. Semua ditentukan Kepala Bidang Pendidikan Dasar
Dispendik Kota Surabaya wali murid,’’ jelas Eko.
Sementara itu, tidak semua sekolah di Surabaya termasuk sekolah sasaran K-13. Khusus jenjang SD dan SMP, hanya terdapat 20 sekolah. SMPN 12 tidak termasuk sekolah sasaran K-13 yang ditetapkan Kemendikbud.
Kepala SMPN 12 Libiah Mufidha menuturkan, sekolahnya memang bukan sasaran pelaksanaan K-13. Karena itu, siswa kelas IX belum mendapatkan buku. ’’Tapi, kami sudah mendapatkan CD materi K-13. Seluruh siswa bisa menggandakannya,’’ paparnya. Dari bentuk CD, para siswa bisa belajar, bisa lewat laptop atau difotokopi.
Menjelang unas, Libiah juga paham siswa kelas IX harus mempunyai banyak referensi. Karena itu, pihaknya membagikan buku Kurikulum 2006. Menurut perempuan yang juga guru IPS tersebut, banyak konten materi dalam K-13 dan K-2006 yang mirip. Yang berbeda dari dua kurikulum tersebut adalah banyaknya cara guru menyampaikan materi ke siswa.
’’ Yang penting para guru sudah memahami hal ini. Jadi, buku K-2006 masih digunakan untuk alternatif belajar,’’ katanya.
Kepala SMPN 4 Nanik Partiyah menambahkan, sekolahnya juga bukan sekolah sasaran. Karena itu, pihak sekolah sudah menggandakan CD dan mencetak materi untuk dibagi ke semua siswa. Intinya, bagaimana caranya supaya siswa tidak terbebani. Bahkan, kalau di SMPN 4, para guru harus membuat cara mengajar sekreatif-kreatifnya.
Bagaimana jika siswa ingin beli buku di luar sekolah? Menurut Nanik, hal tersebut tidak masalah. Wali murid berhak membelikan buku. Yang penting, sekolah tidak menyuruh. ’’Kalau telanjur beli, ya tidak apa-apa. Tapi, sejauh ini di sekolah saya tidak ada yang beli di luar,’’ tuturnya. (ina/c15/ai)
Yang penting, guru tetap memfasilitasi dengan fotokopi atau e-book dan sekolah tidak mengharuskan
wali murid untuk membeli buku di luar.’’
EKO PRASETYONINGSIH