Jawa Pos

Mesir dan ISIS Pasca UU Baru Antiterori­s

- Pemerhati Timur Tengah dan Dunia Islam, koordinato­r S-2 dan S-3 Kajian Timur Tengah Sekolah Pascasarja­na UIN Sunan Kalijaga DR IBNU BURDAH MA*

DI usianya yang baru setahun, ISIS (Islamic State of Iraq and Syria) sudah meneguhkan diri sebagai kekuatan dan jaringan teroris internasio­nal kelas wahid. Bukan hanya tingkat kekejianny­a yang nomor satu. Capaian-capaian kekuasaan militer mereka juga semakin luas dan kuat.

Wilayat (baca provinsi, sebuah penggunaan istilah yang penuh percaya diri) mereka di luar Iraq dan Syria diperkirak­an 14 tempat. Di antara kekuasaan provinsi prestisius bagi kelompok itu adalah Wilayat Sina’ (Provinsi Sinai) yang masuk wilayah Mesir.

ISIS di Sinai itulah yang mengklaim melakukan serangkaia­n aksi pengeboman yang memakan banyak korban dari militer dan polisi Mesir. Salah satu korbannya adalah Jaksa Agung Mesir Hisyam Barakat beberapa waktu lalu yang menjadi pemicu penting lahirnya UU baru antiterori­s di Mesir pada Minggu lalu (16/8).

Pasca pengumuman UU baru itu, kelompok ISIS diperkirak­an akan memperoleh pengikut yang semakin luas. Sebab, mudah ditebak, UU baru itu hampir pasti akan mendorong pengerasan sikap rezim Mesir terhadap ikhwan dan rakyat yang melakukan ”perlawanan” melalui demonstras­i-demonstras­i. Selain peningkata­n hukuman, UU itu mempermuda­h prosedur bagi aparat keamanan dalam menghadapi aksi-aksi terorisme dan ”perlawanan rakyat”.

Wilayat Sina’ yang diklaim ISIS sudah mereka kuasai berdekatan dengan Palestina dan Israel. Secara geografis dan politis, sudah pasti sangat menarik. Sebab, posisi Mesir bagi dunia Arab dan Islam sungguh penting.

Demikian pula, persoalan Palestina-Israel juga memiliki daya tarik luar biasa untuk mengerek popularita­s ISIS di kalangan umat Islam. Berkesempa­tan mengambil alih wilayah strategis dan historis itu akan menjadi target krusial mereka.

Kelompok Anshar Baitil Maqdis, cikal bakal ISIS di Sinai, semula hanya menjadi ”pengganggu” pospos kecil keamanan tentara Mesir di Sinai. Kelompok tersebut hanya seperti gerakan individual, bukan gerakan besar yang terkoordin­asi secara baik dan masif.

Namun, mereka berkembang secara sangat pesat seiring dengan sikap keras rezim Mesir terhadap warga Sinai. Frustrasi mendalam akibat pembunuhan, represi, penghancur­an rumah, dan pengusiran telah mendorong para pemuda Sinai berbondong-bondong bergabung dengan kelompok tersebut. Tentu dengan motivasi melawan rezim militer Mesir.

Setelah mengklaim sebagai bagian dari ISIS dengan nama Wilayat Sina’, kelompok itu berkembang sangat pesat dari sisi kemampuan tempur dan peralatan perang yang dimiliki. Kendati demikian, pada awalnya, sempat terjadi pertentang­an di internal mereka. Sebab, sebagian tidak setuju bergabung dengan ISIS karena menganggap ISIS adalah kelompok yang keji.

Titik Temu Kepentinga­n Pengakuan dan sumpah setia kelompok Ansharul Baitil Maqdis (nama awal kelompok ini) terhadap Abu Bakr al-Baghdadi, khalifah ISIS, bisa jadi disebabkan tujuan yang sangat praktis. Untuk saat ini, tidak ada wadah bagi kelompok yang memilih jalan senjata untuk melawan rezim militer Mesir.

Sebab, Hamas maupun Ikhwanul Muslimin yang sudah demikian tertindas tetap memilih opsi strategi damai dalam perjuangan mereka. Setidaknya itu yang dideklaras­ikan di permukaan.

Pasca pemberlaku­an UU kontratero­ris yang baru, jalan damai yang dideklaras­ikan ikhwan, rupanya, akan semakin menghadapi represi dari aparat keamanan Mesir. Karena itu, pilihan mengangkat senjata pada titik ini akan menjadi opsi yang semakin populer di kalangan para penentang rezim militer Mesir di bawah kepemimpin­an Jenderal Abdul Fattah as-Sisi.

Jalan yang tersedia dan masuk akal untuk mengangkat senjata saat ini ialah bergabung dengan ISIS di wilayah Sinai. Tujuan melawan rezim militer Mesir tentu adalah alasan utama dan pertama orang-orang tersebut bergabung dengan ISIS.

Proyek semacam itu tentu juga menarik bagi ISIS yang berambisi memperluas wilayahnya di seluruh dunia Islam. Apalagi, wilayah tersebut memiliki posisi strategis bagi ambisi panjang mereka: menguasai Mesir, Palestina, dan kelak Israel.

Ke depan, kelompok itu, tampaknya, akan memainkan peran ”besar” di wilayah konflik tersebut. Apalagi, mereka juga didukung para eks militer Mesir yang memiliki pengalaman tempur memadai di berbagai wilayah konflik di Timur Tengah. Para kombatan eks militer Mesir itu adalah orang-orang yang biasanya keluar dari tentara karena alasan agama. (*)

Jalan yang tersedia dan masuk akal untuk mengangkat senjata saat ini ialah bergabung dengan ISIS di wilayah Sinai. Tujuan melawan rezim militer Mesir tentu adalah alasan utama dan pertama orang-orang tersebut bergabung dengan ISIS.”

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia