Naker Asing Tak Wajib Berbahasa Indonesia
Demi Investasi, Aturan Dihapus
JAKARTA – Perebutan kesempatan kerja di Indonesia bakal makin ketat menjelang berlakunya pasar bebas ASEAN. Apalagi, pemerintah berencana menghilangkan syarat kewajiban menguasai bahasa Indonesia bagi pekerja asing.
”Memang disampaikan secara spesifik oleh presiden untuk membatalkan persyaratan berbahasa Indonesia untuk pekerja asing di Indonesia,” tutur Sekretaris Kabinet Pramono Anung kemarin (21/8). Presiden menyampaikan hal tersebut di depan sidang kabinet paripurna di Kantor Presiden 19 Agustus lalu.
Secara garis besar, menurut Pramono, saat itu presiden ingin menegaskan bahwa semua regulasi yang menjadi penghambat alur investasi perlu direvisi. Bukan hanya berbagai aturan di tingkat pusat, tapi juga nanti aturan-aturan di tingkat daerah. ’’Ini semua dilakukan supaya investasi bisa mengalir lancar (masuk Indonesia, Red),’’ tandasnya.
Aturan tenaga kerja asing untuk bisa berbahasa Indonesia tersebut rencananya menjadi bagian revisi Permenaker No 12 Tahun 2013 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA). Draf revisi yang telah disusun Kemanaker sebelumnya berada di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk diharmoniskan. ’’Presiden sudah minta Menaker (Hanif Dhakiri) untuk segera mengubahnya,’’ imbuh Pram.
Sejak awal 2015, Kemenaker begitu serius mematangkan aturan soal bahasa Indonesia itu. Sempat juga ditunjuk Ditjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja (Binapenta) Kemenaker untuk mulai menyusun materi uji kemampuan bahasa Indonesia. Dengan menggandeng Lembaga Pengembangan Bahasa Universitas Indonesia (UI), level kemampuan bahasa Indonesia bagi para tenaga kerja asing yang masuk Indonesia akan menggunakan skor tes TOIFL (Test of Indonesian as Foreign Language).
Hal tersebut dikonfirmasi Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker). Sesuai dengan arahan presiden, persyaratan kemampuan bahasa Indonesia memang tak dicantumkan pada revisi regulasi. Yakni, Peraturan Menteri No 16/2015 tentang Tata Cara Penggunaan TKA yang tercatat berlaku pada 29 Juni lalu. Sebagai pengganti, Kemenaker tengah menyiapkan surat keputusan direktur jenderal pembinaan dan penempatan tenaga kerja (SK Dirjen Binapenta) untuk mendorong pelatihan bahasa Indonesia.
’’Memang bukan jadi syarat, tapi kami akan membuat SK agar TKA menjalani pelatihan bahasa Indonesia saat tiba di sini. Karena memang masih dibutuhkan untuk hubungan industrial,’’ ujar Dirjen Binapenta Hery Sudarmanto.
Dia menjelaskan, hubungan industrial memang wajib dilakukan sebagai komunikasi dua arah. Karena kebutuhan itu, dia mendorong TKA agar tetap belajar bahasa Indonesia untuk memperlancar komunikasi hubungan industrial. ’’Sampai saat ini SK masih kami godok untuk mendapatkan ketentuan yang ideal,’’ ujarnya,
Meski telah dibatalkan, kebijakan tersebut belum diketahui pihak luar. Salah satunya, Ketua Serikat Pekerja Nasional Iwan Kusmawan. Dia mengaku kaget dan kecewa dengan keputusan tersebut. Padahal, persyaratan itu seharusnya menjamin kesetaraan antara pekerja lokal dan asing.
’’Kalau TKI ingin berangkat ke Taiwan pun diwajibkan belajar bahasa di sana. Kenapa di Indonesia malah membebaskan?’’ terangnya.
Dia menganggap alasan untuk mempermudah investor tak masuk akal. Pemerintah seharusnya lebih berpikir terkait solusi perbaikan biaya produksi dengan insentif. Atau, menghilangkan biaya-biaya ilegal yang sekarang ini jadi masalah. ’’Tak ada hubungannya investor dengan tenaga kerja asing yang memang harus berkomunikasi dalam bahasa negara penempatan,’’ tegasnya. (dyn/bil/c10/nw)
Memang disampaikan secara spesifik oleh presiden untuk membatalkan persyaratan berbahasa Indonesia untuk pekerja asing di Indonesia.” Pramono Anung Sekretaris Kabinet