61 Produk Wajib SNI
Hadang Impor Tidak Berkualitas
JAKARTA – Devaluasi Yuan dikhawatirkan membuat impor produk Tiongkok makin marak. Karena itu, Kementerian Perindustrian berencana menambah jumlah standar nasional Indonesia (SNI) untuk membendung masuknya produk-produk impor yang kurang berkualitas.
’’Ada tambahan sekitar 61 SNI wajib untuk periode 2015–2016. SNI itu akan diberlakukan untuk berbagai item produk seperti makanan, home appliances, dan elektronika. Ini merupakan langkah antisipasi terhadap masuknya produk impor Tiongkok pascadevaluasi Yuan,’’ ujar Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri Kementerian Perindustrian Haris Munandar kemarin (21/8).
Menurut Haris, pemberlakuan SNI wajib itu penting untuk menjaga agar produk serupa yang dibuat di dalam negeri tidak terdistorsi masuknya produk impor. Apalagi, permintaan masyarakat untuk tiga produk tersebut terus meningkat. ’’Kita akan berusaha sekuat tenaga untuk menjaga industri dalam negeri supaya tidak mendapat tekanan yang berat karena maraknya produk impor,’’ tuturnya.
Haris menerangkan, guna meningkatkan daya saing produk industri, diperlukan penguatan riset dan inovasi, baik dari pemerintah maupun swasta. Selain itu, investasi perlu didorong dengan menyiapkan fasilitas yang mumpuni. ’’Itu butuh dana sekitar Rp 470 miliar dengan perincian sekitar Rp 250 miliar untuk pembangunan laboratorium uji SNI dan sisanya untuk litbang,’’ sebutnya.
Dana tersebut akan digunakan untuk melengkapi peralatan di laboratorium yang sudah dibangun maupun membangun laboratorium baru. Selain itu, menurut Haris, program penggunaan produk dalam negeri dapat membantu meningkatkan penyerapan produk industri nasional. ’’Dengan demikian, industri di dalam negeri dapat memiliki daya saing tinggi,’’ tegasnya.
Sekjen Kementerian Perindustrian Syarif Hidayat menambahkan, pemerintah telah membuat berbagai instrumen untuk mengendalikan produk impor dari Tiongkok. Hal itu terkait dengan adanya ancaman membanjirnya produk impor Tiongkok dari devaluasi Yuan. ’’Kita meningkatkan persyaratan impor dan standardisasi wajib melalui SNI untuk menahan masuknya produk impor,’’ katanya.
Menurut Syarif, untuk meningkatkan SNI produk industri, pihaknya mewajibkan beberapa SNI baru. Penerapan SNI baru tersebut juga beriringan dengan investasi peralatan laboratorium uji produk. Syarif menyatakan, saat ini jumlah laboratorium uji standardisasi produk masih kurang dan rencananya ditambah. ’’Misalnya ban, kita baru punya dua laboratorium di Bandung dan Jogja,’’ ujarnya. ( wir/c19/dio)