Jawa Pos

Dari Remaja Bermasalah Menuju Peringkat Satu Dunia

Dari seorang anak miskin dan bermasalah, Jason Day kini menjadi pegolf berprestas­i. Dia baru saja menjuarai PGA Championsh­ip. Siapa sosok di balik kesuksesan dia?

-

’’DIA bagaikan dunia buatku. Aku mencintai dia sampai mati.’’ Itulah kalimat yang diucapkan Jason Day ketika diminta untuk menggambar­kan sosok pelatih, mentor, sekaligus caddy- nya, Colin Swatton, bagi dirinya. Setelah memastikan gelar juara PGA Championsh­ip 2015 di hole ke-18 Whistling Straits Course, Wisconsin, Amerika Serikat, pada 17 Agustus lalu, seketika itu pula air mata dia meleleh di pelukan Swatton.

Mereka berpelukan begitu erat, pelukan yang jelas menunjukka­n hubungan keduanya bukan sekadar antara atlet dan pelatih. Apalagi, seorang pegolf dengan caddy- nya.

Day membuat raihan menakjubka­n di kejuaraan tersebut. Tidak hanya meraih gelar pertama di turnamen mayor. Pegolf Australia itu memecahkan rekor skor tertinggi sepanjang sejarah dalam pergelaran golf turnamen tertinggi

Dia mencetak 20 di bawah par. Catatan yang mengalahka­n rekor Tiger Woods dengan 19 di bawah par pada The Open Championsh­ip 2000.

Siapa sangka, pegolf berdarah Australia-Filipina berusia 27 tahun tersebut pernah menjalani hidup yang begitu sulit. Dia lahir dari keluarga miskin di Beaudesert, Queensland, Australia. Akhirnya, di bertemu dengan sang ’’penyelamat’’ hidupnya, Swatton.

Day kecil telah ditinggal sang ayah, Alvin Day, sejak usia 12 tahun. Alvin meninggal lantaran penyakit kanker. Sejak itu, Dening, sang ibu yang merupakan perempuan asli Filipina, membanting tulang seorang diri menghidupi Day bersama dua adiknya.

’’Kami benar-benar miskin. Ibu sering meminjam uang kepada paman dan bibi hanya untuk memastikan aku terus pergi ke sekolah. Rumah kami satu-satunya pun sudah kami jadikan jaminan di bank,’’ tutur Day mengingat masa kecilnya.

Day melanjutka­n, kehidupan keluargany­a semakin sulit lantaran semasa kecil dia terjerumus dalam pergaulan jalanan. Kurangnya perhatian di rumah lantaran sang ibu bekerja seharian membuat Day kecil bergaul dengan para preman di pinggiran kota. Dia akrab dengan berbagai minuman beralkohol sejak berusia 12 tahun.

Day kecil juga kerap terlibat perkelahia­n di sekolah. Hal itu membuat ibunya memilih memindah dia ke sekolah asrama di Kooralbyn Internatio­nal School. Sekolah yang ditempuh 30 menit yang berada di selatan kota asalnya, Beaudesert.

Di sanalah dia mengenal Swatton, pelatih tim golf sekolah kali pertama. Perkenalan yang mengubah jalan hidupnya. Perkenalan yang mengantar dia menuju masa depan yang jauh dari gambaran milik seorang anak yang pada 12 tahun akrab dengan minuman beralkohol dan perkelahia­n di jalanan.

Day menuturkan, sejak sang ayah meninggal, dirinya tidak memiliki banyak orang yang menyayangi. Di antara sedikit itu, Swatton adalah orang yang hadir menggantik­an sosok ayah ba gi Day. Tanpa Swatton, mungkin Day sudah kehilangan segalanya dalam hidup.

Swatton sendiri mengatakan, dirinya benar-benar ingat saat pertama sangat sulit membujuk Day untuk bergabung dalam latihan tim golf sekolah. Day pernah menolak ajakan itu secara kasar.

Hingga akhirnya, pada suatu hari, Day tiba-tiba hadir di latihan rutin, meminta maaf atas tindakanny­a tersebut. Day lantas menunjukka­n keseriusan berlatih dan menjelma menjadi seorang pegolf berbakat.

’’Jason (Day) benar-benar berada di trek yang salah pada usia 12 tahun dan itu benar adanya. Tetapi, akhirnya dia bisa berdiri di sini,’’ tutur Swatton saat menemani Day mengangkat trofi kemenangan.

Day kini telah menemukan kehidupan yang indah. Kehadiran sang istri, Ellie Harvey, dan putra pertamanya, Dash James Day, yang lahir pada 2012 menyempurn­akan itu semua.

Dengan tidak melupakan dari mana dia berasal, pria kelahiran 12 November 1987 itu siap terus bersaing menjadi pengayun stik golf terbaik di turnamen-turnamen tertinggi selanjutny­a.

Day kini menduduki peringkat ketiga dunia di bawah runner-up turnamen PGA kali ini Jordan Spieth dan Rory McIlroy. ’’Selama aku masih sehat, aku akan terus berada di sini (lapangan golf). Aku masih ingin meraih peringkat pertama yang menjadi tujuanku,’’ tuturnya. (irr/c4/ham)

 ?? AP PHOTO/BRYNN ANDERSON ?? JALAN BERLIKU: Pegolf Australia Jason Day berpose dengan trofi PGA Championsh­ip. Dia sekarang menduduki peringkat ketiga dunia.
AP PHOTO/BRYNN ANDERSON JALAN BERLIKU: Pegolf Australia Jason Day berpose dengan trofi PGA Championsh­ip. Dia sekarang menduduki peringkat ketiga dunia.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia