Bondo Nekat dan Wani
Membedah Harta Bakal Calon Bupati Sidoarjo (4-Habis)
DIBANDINGKAN dengan tiga bakal calon bupati Sidoarjo lainnya, nama Warih Andono tidak terlalu diperhitungkan. Orang lebih banyak memperbincangkan dan menghitung peluang Saiful Ilah, Hadi Sutjipto, dan Utsman Ihsan. Nama Warih sering kali diabaikan.
Situasi itu sejatinya bisa dimaklumi. Sebab, di antara calon bupati Sidoarjo, kemunculan Warih memang paling akhir. Majunya ketua DPD Golkar Sidoarjo tersebut diputuskan pada detik-detik akhir masa pendaftaran. Namanya juga tidak terlalu familier di telinga publik Kota Delta.
Usianya pun dinilai masih terlalu hijau. Tiga calon lainnya berada di usia matang, yakni sudah kepala enam. Sementara itu, Warih tahun ini baru 45 tahun. Di sisi lain, kekuatan modal Warih jauh jika dibandingkan dengan calon-calon lainnya. Berdasar keterangan Warih, kekayaan yang dilaporkannya tidak lebih dari Rp 3 miliar.
Harta kekayaan itu terdiri atas empat tanah dan bangunan senilai Rp 2,1 miliar. Selain itu, tiga kendaraan jenis Mitsubishi Pajero, Honda Freed, dan Toyota Innova dengan nilai sekitar Rp 900 juta. ”Semua itu ada dalam LHKPN (laporan harta kekayaan penyelenggara negara) yang saya setor saat bulan awal duduk di DPRD Sidoarjo periode 2014–2019,” kata Warih.
Kekayaan Warih itu masih kalah oleh Sutjipto yang mencapai Rp 3,8 miliar. Apalagi kalau dibandingkan dengan Saiful dan Utsman, bak bumi dan langit. Namun, hal tersebut tidak membuat pria kelahiran Purbalingga, Jawa Tengah, itu minder. ” Bondo (modal) saya maju itu nekat dan wani ( berani, Red),” tegasnya.
Kenekatan dan keberanian itu didorong keinginan masyarakat untuk melihat perubahan Sidoarjo. Dari aspirasi yang ditangkap Warih, masyarakat Kota Udang –julukan lain Sidoarjo– sangat menginginkan perbaikan dalam banyak hal. Yang paling mencolok adalah masalah infrastruktur dan pendidikan.
Infrastruktur misalnya. Saat ini di sekujur Sidoarjo masih dengan mudah ditemukan jalanan yang rusak. Soal pendidikan, biayanya dirasa memberatkan. Sudah begitu, Sidoarjo masih berkutat dengan banyaknya ruang kelas yang rusak. Padahal, saat ini Sidoarjo seharusnya berada di level penggratisan biaya pendidikan.
”Apa yang menjadi aspirasi masyarakat itulah yang ingin saya wujudkan. Karena itu, saya wani maju dalam pilkada kali ini,” ujarnya.
Warih menyebut pernyataannya itu bukan sekadar bualan. Bukan hanya omong kosong. Keberaniannya ditunjukkan dengan keputusan mundur dari kursi DPRD Sidoarjo. Padahal, kalau mau realistis, peluang Warih justru lebih besar di dewan. Apalagi, dia duduk sebagai ketua Fraksi Golkar Bintang Persatuan. Di sisi lain, untuk perebutan kursi pimpinan daerah, kansnya sangat tipis –kalau tidak mau dibilang tidak ada. ”Biar saja orang memprediksi. Tapi, saya tetap optimistis bisa merebut hati masyarakat. Sekalipun modal saya tidak sebanyak calon lainnya,” paparnya. Warih sangat percaya masyarakat Sidoarjo tidak gampang memberikan hak suaranya hanya karena uang. Masyarakat pasti memilih mereka yang bisa melakukan perubahan. Mantan wakil ketua Komisi A DPRD Sidoarjo itu yakin dirinya yang berpasangan dengan Imam Sugiri bisa memenuhi ekspektasi Sidoarjo. Warih juga ingin melihat masyarakat bisa semakin nyaman tinggal dan mengais rezeki di Sidoarjo.
Warih percaya akan banyak pihak yang mengulurkan tangan untuk membantunya. Baik itu berupa finansial, tenaga, maupun dukungan moral. ” Kekayaan saya boleh paling kecil. Tapi, semangat saya tidak kalah dengan yang lainnya,” katanya. Modal lainnya adalah suara PAN dan Golkar yang mengusungnya. Saat ini di DPRD Sidoarjo, PAN memiliki 7 kursi dan Golkar 4 kursi. ” Itu juga modal yang bagus buat kami,” imbuhnya. ( fim/ c6/ fal)