Disiapkan, Kebijakan Tarik Valas
Menko Perekonomian: Jumlahnya Sangat Banyak
JAKARTA – Presiden Joko Widodo ( Jokowi) akhirnya sadar bahwa tren pelemahan ekonomi saat ini tak bisa lagi diperangi dengan senjata yang biasa-biasa. Presiden belakangan ini sedang menyiapkan senjata pemungkas dalam bentuk paket kebijakan besar. Apa itu? Presiden Jokowi dan para menteri sepakat bungkam.
Persiapan untuk menyusun paket kebijakan itu dilakukan pada rapat terbatas kabinet di istana kepresidenan kemarin (27/8). Hadir dalam pertemuan tertutup yang dimulai pukul 08.30 itu, antara lain, Menko Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro, Menteri BUMN Rini Soemarno, Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman, Menteri ESDM Sudirman Said, dan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Lembong. Rapat berlangsung dua jam. Tepat pukul 10.30 WIB, para menteri ekonomi itu keluar dari ruangan.
Mentan Amran keluar lebih dulu, disusul Rini. Keduanya memilih untuk menghindari wartawan
Berikutnya, muncul Mendag Thomas Lembong. Dia keluar hampir bersamaan dengan Menperin Saleh Husin. Seperti Amran dan Rini, Lembong maupun Saleh juga menolak berkomentar soal isi rapat.
Aksi diam tersebut tentu saja membuat kecewa puluhan awak media. Karena itu, saat giliran keluar dari ruang rapat, Menko Perekonomian Darmin Nasution bersedia menjelaskan isi rapat terbatas yang juga dihadiri Mensesneg Pratikno tersebut.
Darmin menjelaskan, rapat itu membahas paket kebijakan besar untuk memperkuat fundamen ekonomi sekaligus menggenjot pertumbuhan ekonomi. ”Bapak Presiden meminta harus selesai secepatnya,” ujar Darmin.
Namun, mantan gubernur Bank Indonesia (BI) itu tidak bersedia mengungkapkan apa saja paket kebijakan tersebut. Dia hanya menyebutkan bahwa paket kebijakan itu ditujukan untuk sejumlah sektor, termasuk sektor riil dan keuangan. Dia juga menyinggung deregulasi sejumlah peraturan yang dinilai tidak efektif. Termasuk beberapa kebijakan yang diperbarui seperti tax holiday.
”Tunggu saja. Kalau pada saatnya kami merasa sudah bisa menjelaskan satu per satu, kami akan jelaskan,” janji dia.
Darmin menekankan, paket kebijakan besar tersebut bertujuan memperlancar kegiatan ekonomi sekaligus mendorong masuknya valuta asing (valas). ”Karena kita memerlukan itu (valas, Red), tidak ada jalan lain. Ini juga berkaitan dengan persoalan rupiah,” ucap dia.
Mantan Dirjen Pajak itu menyebutkan, perincian kebijakan dalam paket tersebut cukup banyak sehingga tidak mungkin diselesaikan dalam pekan ini. ”Jumlahnya sangat banyak. Saya belum hitung betul karena sibuk mencatat,” papar Darmin sambil pamit untuk menuju mobilnya.
Setali tiga uang dengan Darmin, Menkeu Bambang Brodjonegoro juga tidak bersedia menguraikan paket kebijakan besar tersebut. Dia hanya memberikan penekanan seperti Darmin bahwa paket tersebut bertujuan menambah pasokan devisa, menjaga ekonomi makro, dan meningkatkan daya beli masyarakat. ”Paketnya masih terbungkus rapi. Jadi, harus dirabaraba dulu,” tutur Menkeu.
rapat terbatas dengan para menteri, Jokowi melanjutkan rapat dengan Gubernur BI Agus Martowardojo dan Menkeu Bambang Brodjonegoro. Rapat yang berlangsung selama dua jam itu membahas perkembangan ekonomi terkini.
Krisis Wajar Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus D.W. Martowardojo terus berupaya memompa optimisme masyarakat. Setelah bertemu Presiden Jokowi, dia mengungkapkan bahwa ekonomi Indonesia masih mendapat kehormatan di mata dunia. Sebab, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada semester pertama tahun ini mencapai 4,7 persen.
Capaian tersebut dinilai masih mampu tumbuh cukup tinggi di tengah perlambatan ekonomi global. ”Posisi negara kita di antara 20 negara terbesar dunia masih masuk peringkat ketiga di bawah Tiongkok dan India. Itu konsisten kita lakukan,” ujarnya di Hotel Dharmawangsa kemarin (27/8).
Mantan menteri keuangan tersebut juga membandingkan Indonesia dengan negara-negara maju lain seperti Brasil serta Rusia yang masuk resesi. ”Pertumbuhan ekonomi Brasil bahkan minus 2 persen pada kuartal lalu. Ekonomi Thailand dan Turki juga di bawah kita,” tambahnya.
Agus menegaskan, situasi yang dihadapi Indonesia saat ini bukanlah krisis, melainkan perlambatan ekonomi yang juga sama-sama dirasakan negara lain di seluruh dunia. ”Harga komoditas dunia terus turun. Economic growth melemah. Itu wajar,” ujarnya.
Dia menambahkan, BI terus melakukan berbagai upaya untuk menjaga fundamental ekonomi tetap baik. Antara lain, menjaga target inflasi tahun ini di angka 4,5 persen plus minus 1 persen; menjaga defisit transaksi berjalan di kisaran yang rendah; serta mendorong penggunaan rupiah di wilayah NKRI.
Bursa Bersamaan dengan kesibukan para menteri menyiapkan paket kebijakan, Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Tito Sulistio menyesalkan adanya divisi riset dari institusi asing yang bergerak di pasar modal yang menyarankan jual secara terbuka terhadap portofolio di Indonesia. ”Kalau mereka tidak mau bantu Indonesia, bursa tidak akan bantu mereka suatu saat nanti,” tegasnya dalam jumpa pers di kantor BEI kemarin.
Meski Tito tidak menyebutkan secara langsung, ancaman tersebut jelas ditujukan kepada JP Morgan. Lembaga keuangan asing itu menyarankan investor asing untuk mengurangi kepemilikan obligasi Indonesia karena mulai terjadi penjualan besar. Analisis obligasi Indonesia oleh JP Morgan dipublikasikan di sebuah blog website asing bernama Barron’s Asia. Artikel dalam blog tersebut berjudul JP Morgan: Sell Indonesia Bonds, Rupiah NOW.
Ancaman sanksi juga disampaikan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro. Namun, Bambang belum mau mengungkapkan jenis sanksi yang bakal diberikan kepada JP Morgan. Dia hanya menekankan, sanksi tersebut bakal membuat yang bersangkutan merasa terganggu. ”Pokoknya, sanksinya mereka sudah tahu dan itu akan membuat mereka terganggu,” tegasnya.
Mantan kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) tersebut menyatakan masih menunggu tanggapan dari lembaga manajemen investasi itu. Khususnya setelah yang bersangkutan ditegur pemerintah. ”Nanti kita lihat, ada tidak tanggapan dari sana (JP Morgan).”
Direktur Pengawasan Transaksi dan Kepatuhan BEI Hamdi Hassyarbaini menuturkan, dari enam broker anggota bursa (AB) yang dicurigai, akhirnya memang ada satu broker yang diyakini tidak memfasilitasi short selling. ”Sebab, sebagian besar nasabahnya adalah pemilik rekening yang terdata di KSEI (Kustodian Sentral Efek Indonesia). Jadi, dari situ ketahuan saham yang dimiliki nasabahnya apa saja dan berapa banyak. Tetapi, untuk (lima broker dicurigai) lainnya, kami masih memeriksa,” ujarnya.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI Samsul Hidayat menuturkan, dari sisi fundamental perusahaan, belum ada hal yang perlu ditakutkan atas kondisi pasar saham saat ini. ”Dari 444 emiten yang sudah melaporkan keuangan semester pertama, sekitar 329 membukukan laba. Pertumbuhannya rata-rata 63,9 persen. Paling positif dibukukan perusahaan dari sektor consumer goods dan finance,” terangnya.
Bahkan, kata dia, dari sektor yang paling terpuruk seperti perkebunan dan pertambangan saja, situasinya tidak terlalu parah. Di antara total 21 perusahaan sektor agrikultur yang tercatat di BEI, 68 persen masih membukukan laba bersih. Begitu pula dari sektor pertambangan yang dihuni 43 perusahaan, 58 persen masih mencetak laba. ”Artinya, bukan sesuatu yang sangat mengerikan,” tegas Samsul. (ken/ gen/dee/wir/c11/kim)