Ger-geran 27 Saksi di Sidang Fuad Amin
Sebagian Tak Bisa Bahasa Indonesia
JAKARTA – Suasana Pengadilan Tipikor Jakarta kemarin (27/8) mendadak berubah seperti di keramaian masyarakat Madura. Pasalnya, hampir seluruh pengunjung dan saksi yang hadir dalam sidang itu berbahasa Madura. Bahkan, hakim pun ikut-ikutan menggunakan bahasa Madura untuk memperlancar komunikasi selama sidang.
Peristiwa tersebut berlangsung saat sidang lanjutan kasus korupsi dengan terdakwa Fuad Amin Imron. Dalam sidang, jaksa KPK menghadirkan 27 saksi. Sebanyak 24 saksi berasal dari Bangkalan. Sebagian di antara mereka tak bisa berbahasa Indonesia. Saksi yang tak cakap berbahasa Indonesia itu disatukan di tempat duduk barisan belakang. Mereka menimbulkan beragam kelucuan selama sidang.
Misalnya, ketika proses pemeriksaan identitas saksi. Ketua Majelis Hakim M. Muchlis bertanya kepada saksi Hosni, apakah punya hubungan keluarga dengan terdakwa. ” Tidak,” jawab Hosni. Mendengar jawaban itu, Muchlis kaget. Sebab, pertanyaannya belum diterjemahkan dalam bahasa Madura.
” Lho, Anda katanya tidak bisa bahasa Indonesia, kok ngerti pertanyaan saya,” tanya Muchlis. Dengan polosnya, Hosni mengaku belajar menirukan jawaban dari saksi-saksi sebelumnya. ” Sengkok norok buntek, Pak Hakim (saya ikut-ikutan saja saksi sebelumnya, Red),” jawab Hosni. Jawaban itu membuat saksi lain yang berasal dari Bangkalan tertawa lepas.
Untuk memperlancar jalannya sidang, sebenarnya jaksa telah menghadirkan penerjemah bahasa Madura. Celakanya, entah karena bingung atau grogi, penerjemah justru sering menimbulkan misko- munikasi. Itu terjadi ketika jaksa bertanya apakah saksi Matnasir –tidak bisa berbahasa Indonesia– pernah diperiksa dalam tahap penyidikan dan keterangan yang disampaikannya sudah benar.
Kalimat yang diterjemahkan malah membuat Matnasir bingung. Tanpa diduga, tiba-tiba hakim Muchlis berbicara dalam bahasa Madura untuk menerjemahkan pertanyaan jaksa.
” Sampean toman epareksah penyidik ban ngocak otabah ajeweb bendher? Bade paksaan? (Anda waktu diperiksa penyidik asal bicara atau menjawab benar? Ada paksaan?, Red),” tanya Muchlis. Mendengar Muchlis berbahasa Madura, pengunjung sidang sontak tertawa. Matnasir pun manggut-manggut sembari bilang, ” Enggih. Sobung-sobung (Iya, saya sudah diperiksa. Tidak ada paksaan, Red).”
Jaksa menghadirkan para saksi dari Bangkalan, Madura, itu sebe- narnya untuk mengurai pembelian belasan tanah oleh Fuad Amin. Pembelian itu diduga bagian bentuk pencucian uang Fuad. Faktanya, Fuad Amin memang membeli tanah dengan mengatasnamakan sejumlah keluarganya.
Ironisnya, pembelian itu dilakukan dengan mengakali akta jual beli (AJB). Lazimnya modus pencucian uang selama ini, nilai jual beli pada AJB dibuat lebih rendah daripada transaksi sebenarnya. Hal tersebut terungkap dari bukti AJB yang dimiliki KPK. Ketika dikonfirmasikan ke para saksi, ternyata nilai transaksi pembelian tanah yang sebenarnya lebih besar daripada yang ada di AJB.
Kemarin pengadilan tipikor juga menjatuhkan vonis terhadap Abdul Rouf, ipar Fuad Amin. Pria yang tertangkap tangan sebagai perantara suap untuk Fuad Amin itu divonis dua tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider tiga bulan penjara. (gun/c10/nw)