Aturan Karantina Hambat Mebel
SURABAYA – Pemerintah saat ini mulai gencar memajukan ekspor industri mebel dengan mematok target yang tinggi. Yaitu, USD 5 miliar dalam lima tahun mendatang. Tetapi, target pemerintah itu tidak diimbangi dengan kebijakan yang mendukung ekspor mebel. ”Hingga saat ini pemerintah kurang serius mendukung industri mebel karena masih ada kebijakan yang kontraproduktif,” ujar penasihat Asosiasi Mebel dan Kerajinan Indonesia (AMKRI) Jatim Johanes Soemarno kemarin (27/8).
Kebijakan kontraproduktif yang dimaksud adalah Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2002 tentang Karantina Tumbuhan yang berlaku sejak 23 Juli 2015. PP tersebut berisi mengenai kewajiban setiap barang yang masuk ke Indonesia harus memiliki phytosanitary certificate. Menurut Sumarno, kebijakan penggunaan phytosanitary certificate bertolak belakang dengan kebijakan global lantaran mebel merupakan produk olahan yang tidak memerlukan phytosanitary certificate. ”Di seluruh negara tidak ada kewajiban untuk menggunakan phytosanitary certificate. Hanya Indonesia yang memakainya,” imbuhnya.
Kebijakan tersebut menghambat ekspor mebel karena dapat memicu kegagalan pemesan dari pembeli asing. Para pembeli asing menilai kebijakan Indonesia terlalu ruwet. ”Mereka lebih memilih membeli mebel dari Vietnam daripada Indonesia,” katanya. ”Padahal, kualitas mebel Indonesia lebih bagus dibanding Vietnam. Hanya, kebijakan mereka lebih mudah dibanding Indonesia,” ungkapnya.
Di sisi lain, menurut Kepala Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya Eliza Suryati Rusli, kebijakan tersebut sudah sesuai dengan peraturan Kementerian Pertanian. ”Kami tidak menerapkan kebijakan itu secara mendadak. Sudah kami sosialisasikan sebelum menerapkannya,” ucapnya. (fel/c22/tia)