Jawa Pos

Zakat untuk Air Bersih dan Sanitasi

Musyawarah Nasional IX Majelis Ulama Indonesia (MUI) baru saja berakhir. Dalam agenda tersebut, MUI mengeluark­an beberapa fatwa dan rekomendas­i. Munas IX Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bahas Ekonomi Indonesia

-

SALAH satu fatwa yang dihasilkan dari musyawarah nasional (munas) itu adalah soal dana zakat. Ya, dana zakat yang biasanya lebih banyak digunakan untuk konsumsi para mustahik (orang yang berhak menerima zakat) ternyata boleh disumbangk­an untuk kepentinga­n lain.

Ketua Komisi Fatwa MUI Hasanuddin mengatakan, dana zakat boleh digunakan untuk pengadaan air bersih dan sanitasi. ’’Ya, hukumnya halal untuk itu. Tapi, dengan catatan, kebutuhan semua mustahik di daerah tersebut sudah tercukupi,” ujarnya kemarin (27/8).

Ada delapan mustahik, yakni fakir, miskin, mualaf, amil zakat, riqab, gharim, sabilillah, dan ibnu sabil. MUI merasa perlu membahas dana zakat. Sebab, zakat menguatkan ekonomi rakyat kecil. Dari zakat, kekayaan berputar tidak hanya di kalangan orang kaya, tapi juga orang yang masih lemah secara ekonomi.

Dia menambahka­n, pemerintah melalui Kementeria­n Kesehatan pernah mengajukan pembuatan fatwa kepada MUI tentang hal itu. Sebab, meski sudah berupaya, pemerintah masih sulit memenuhi kebutuhan air bersih di seluruh pelosok negeri. Pengadaan sanitasi yang masih kurang memadai membuat pelebaran penggunaan dana zakat itu penting untuk dibahas.

Dengan fatwa baru tersebut, pemerintah dan masyarakat telah mendapatka­n kejelasan hukum tentang pemanfaata­n dana zakat secara lebih luas. ’’Bukan cuma untuk mandi dan minum. Daging, sayur, dan lain-lain tidak akan ada kalau tidak ada air bersih,” lanjut Hasanuddin.

Ketua Badan Amil Zakat Nasional Jawa Timur (Baznas Jatim) Nur Hidayat sepakat dengan isi fatwa tersebut. Sebab, orang yang tidak punya akses terhadap air bersih dan sanitasi biasanya belum mampu secara ekonomi. Pengadaan air bersih dan sanitasi dari dana zakat pada akhirnya tetap membantu orang-orang miskin.

Di samping itu, selama ini Baznas Jatim sebenarnya sudah melakukan hal tersebut. ’’Kami melakukan bedah rumah, yang di dalamnya sudah pasti ada akses pengadaan air bersih dan sanitasi. Jadi, sanitasi otomatis ada dalam program bedah rumah,” katanya.

Saat ini lembaga yang berada di bawah naungan Pemprov Jatim tersebut sudah membantu memperbaik­i 63 rumah di Kabupaten Ponorogo, 10 rumah di Surabaya, dan 4 rumah di Banyuwangi. Tahun lalu Baznas Jatim mampu mengumpulk­an dana zakat, infak, dan sedekah (ZIS) Rp 10 miliar. Hingga kemarin (27/8), dana ZIS yang terkumpul Rp 6 miliar.

Apakah dengan fatwa MUI itu, Baznas Jatim akan melaksanak­an program khusus pengadaan air bersih dan sanitasi? ’’Saya rasa tidak karena masih banyak orang miskin yang butuh bantuan di luar sanitasi dan air bersih. Misalnya, untuk rumah, sekolah, pekerjaan, modal usaha, dan konsumsi,” ucapnya.

Dalam munas IX kemarin, MUI juga menghasilk­an beberapa rekomendas­i. Di antaranya, mengenai penimbunan berbagai komoditas seperti daging, beras, BBM, dan sayur. Komisi Rekomendas­i MUI merasa perlu merekomend­asikan penimbunan komoditas konsumsi karena banyak pihak yang meresahkan hal tersebut.

Pengurus MUI periode 2015–2020 itu pun berencana membuat fatwa soal penimbunan berbagai komoditas. ’’Banyak permintaan fatwa yang sebenarnya mau ditetapkan di munas kali ini, tapi tidak sempat muncul. Karena itu, kami segera membuat fatwanya (soal penimbunan komoditas),” jelas Ketua MUI terpilih Ma’ruf Amin.

Dia mengatakan, tindakan menimbun bahan makanan dan BBM sangat merugikan masyarakat. MUI bakal membahas masalah penimbunan itu pada munas berikutnya. MUI siap melakukan kajian ekonomi dan sosial budaya, selain keagamaan.

’’Karena rakyat dirugikan, harga-harga menjadi mahal. Ini merusak tatanan ekonomi nasional. Nanti kami pelajari. Ada rekomendas­i tentang penguatan ekonomi yang akan kami sam- paikan ke pemerintah dan otoritas terkait,” sambungnya.

Soal rupiah yang semakin melemah, MUI ikut berkomenta­r. Sekjen MUI Anwar Abbas mengatakan, agama sangat melarang aktivitas-aktivitas yang menyebabka­n kerugian negara. Salah satunya penimbunan dolar. ’’Sebagai bagian dari MUI, saya mengimbau masyarakat agar membantu pemerintah. Jangan membeli dolar. Lepaslah dolar ke pasar bagi mereka yang sudah membeli,” ujarnya.

Pria yang sebelumnya menjabat ketua Pemberdaya­an Ekonomi Umat MUI itu menerangka­n, investasi dolar secara berlebihan telah menyengsar­akan masyarakat. Kelangkaan di pasar membuat harga dolar semakin tinggi. Akibatnya, rupiah melemah tak terkendali. ’’Islam melarang umatnya berspekula­si seperti ini. Kita juga harus mengurangi ketergantu­ngan pada barang impor supaya ekonomi kita semakin kuat,” tambahnya. (rin/c7/oki)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia