Lemahnya Aturan Kepemilikan Senjata Api
VIRGINIA – Penembakan oleh Vester Lee Flanagan menjadi salah satu bukti efek samping kepemilikan senjata api di Amerika Serikat (AS) yang kian memprihatinkan. Senjata yang digunakan Flanagan untuk membunuh Parker dan Adam Ward dibeli secara legal. Jenisnya adalah pistol Glock 9 milimeter.
Senjata itu dia pesan dua hari setelah tragedi penembakan di Gereja Charleston, South Carolina, pada 17 Juni lalu. Pelaku penem- bakan tersebut adalah Dylann Roof, seorang pemuda kulit putih rasialis dan pembenci orang kulit hitam. Dalam faks yang dikirim ke ABC News, Flanagan menuliskan kebenciannya kepada Roof.
Presiden AS Barack Obama mengungkapkan bahwa kekerasan akibat kepemilikan senjata api terlalu sering terjadi di negara yang dipimpinnya itu. Menurut dia, pemerintah AS membutuhkan aturan yang lebih ketat untuk memastikan orang-orang yang bermasalah tidak bisa memiliki senjata api.
’’Kita mau menghabiskan triliunan dolar untuk mencegah terorisme. Tapi, sejauh ini kita belum berkeinginan untuk setidaknya menerapkan langkah-langkah keamanan kepemilikan senjata api yang masuk akal,’’ ujar Obama. ’’Saya turut berdukacita untuk seluruh keluarga yang terimbas kejadian ini (penembakan yang dilakukan Flanagan, Red),’’ tambahnya. Politikus Partai Demokrat itu beberapa kali mengajukan undang-undang kepemilikan senjata api yang lebih ketat, namun selalu gagal.
Kandidat presiden dari Partai Republik Jim Gilmore dan Ben Carson justru berbeda pendapat dengan Obama. Mereka menilai bahwa memberlakukan undangundang kontrol kepemilikan senjata api yang lebih ketat dengan terlalu terburu-buru tidaklah baik.
’’Kami tidak akan membiarkan orang gila ini (Flanagan, Red) mengambil hak penduduk Amerika yang dilindungi undang-undang untuk memiliki dan menggunakan senjata api,’’ ujar mantan Gubernur Virginia Jim Gilmore. (BBC/CNN/ sha/c6/ami)