Mencari 1.000 Rupang Buddha
Beberapa foto dan pemberitaan media mengenai perayaan Trisuci Waisak di Borobudur tahun lalu menginspirasi saya untuk melihat lebih jauh peninggalan penyebaran ajaran Buddha Gautama di Indonesia dan Asia Tenggara.
RUTE perjalanan dimulai dari Kota Bangkok dan Ayutthaya di Thailand, kemudian menuju Siem Reap di Kamboja, dan berakhir di Borobudur, Magelang, tepat seminggu sebelum perayaan Trisuci Waisak 2559/2015. Di kota-kota tersebut, peninggalan seni rupa dan arsitektur Buddha dapat ditemui. Terutama arca Buddha atau yang sering disebut rupang Buddha.
Di Thailand, ada empat situs utama, yakni dua situs wat (candi) di Ayutthaya dan dua situs wat di Bangkok, yang memungkinkan untuk dikunjungi dalam satu hari. Maklum, kondisi lalu lintas di Kota Bangkok cukup padat. Perjalanan dimulai pagi dari Bangkok ke arah utara, menuju Kota Ayutthaya. Untuk mencapai Ayutthaya, dibutuhkan waktu dua jam perjalanan darat.
Ayutthaya dulu adalah ibu kota Kerajaan Siam (sekarang Thailand, Red). Kota dengan nama Phra Nakon Si Ayutthaya itu dinobatkan sebagai situs warisan dunia oleh UNESCO. Terdapat kurang lebih 30 situs yang terletak tepat di persimpangan Sungai Chao Phraya, Lopburi, dan Pa Sak.
Wat Yai Chai Mongkol adalah salah satu situs yang wajib dikunjungi. Dalam bahasa Thai, chai
mongkol berarti kemenangan yang menguntungkan. Bangunan utamanya berupa stupa besar atau yang sering disebut chedi. Bagian atas chedi yang dibangun oleh Raja U Thong pada 1592 tersebut dapat dimasuki pengunjung.
Wat Phra Mahathat, masih berada di Ayutthaya, diperkirakan dibangun pada abad ke-14. Tapi, kemudian bangunan itu rusak karena serbuan tentara Burma ke ibu kota Kerajaan Siam, Ayutthaya, pada 1767. Situs tersebut sangat dikenal dengan rupang kepala Buddha yang tersangkut di akar pohon bodhi.
Diyakini, ketika serbuan tentara Burma, banyak rupang Buddha yang kepalanya dipotong. Pada 1950, pemerintah Thailand merestorasi situs tersebut dan menemukan salah satu rupang kepala Buddha yang tertinggal dalam lilitan akar pohon bodhi.
Sementara itu, Wat Pho berada di tengah Kota Bangkok. Letaknya tidak jauh dari Grand Palace. Nama lengkap situs tersebut adalah Wat Phra Chetuphon Wimon Mangkhlaram Ratchaworamahawihan. Panjang ya namanya. Tapi, memang nama populernya Wat Pho saja. Wat Pho termasuk kuil terbesar dan tertua di Bangkok.
Terdapat kurang lebih 1.200 rupang Buddha dalam berbagai posisi yang memenuhi penjuru kompleks. Juga ada rupang Sleeping Buddha atau Reclining Buddha yang terkenal itu. Panjangnya 46 meter dengan tinggi 15 meter.
Candi lainnya adalah Wat Intharawihan atau The Temple of the Standing Buddha di kawasan Thanon Wisut Kasat, dekat jembatan Rama VIII yang menyeberangi Sungai Chao Phraya di Bangkok. Rupang Buddha Berdiri itu selesai dibangun pada 1927. Dibutuhkan waktu 60 tahun untuk membangunnya.
Setiap hari umat Buddha di Bangkok mengunjungi kompleks Wat Intharawihan untuk memberikan persembahan di kaki rupang. Mereka datang dengan membawa bunga dan membakar dupa. Umat yakin akan diberkati kesuksesan dengan berdoa di tempat itu.
Di Kamboja, puncak pencapaian peradaban Buddha terdapat di kompleks Angkor Wat, Siem Reap. Angkor dulu adalah ibu kota Kerajaan Khmer mulai abad IX sampai XV. Istilah angkor berasal dari bahasa Sanskerta yang berarti negara. Candi Angkor dibangun pada abad XII oleh Raja Suryawarman II selama 30 tahun.
Tujuan kunjungan terakhir tentu candi Buddha terbesar dan paling masyhur di dunia. Mana lagi kalau bukan Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah. Pihak Taman Borobudur menyediakan paket Borobudur Sunrise, yaitu melihat candi saat matahari terbit. Paket itu terasa agak mahal untuk turis lokal, Rp 250 ribu.
Tetapi, setelah melihat keindahan serta kemegahan Candi Borobudur dengan kabut tipis yang berhias latar Gunung Merapi dan Merbabu, rasanya bukan masalah membayar ratusan ribu rupiah. Paket itu dimulai pada pukul 04.30 dan diakhiri dengan sarapan pagi di Hotel Manohara yang terletak di kaki Candi Borobudur. (*/c11/jan)