Jawa Pos

Tuti Rajin Ling Tien Kung, Ilham Nabung sejak SD

Jumlah calon jamaah haji (CJH) wilayah Surabaya tahun ini mencapai 2.103 orang. Cerita kesiapan keberangka­tan jamaah tertua, Sri Hartuti, 89, dan jamaah termuda, M. Ilham Muqorrobin, 18, bisa menjadi inspirasi. CJH 2015 Tertua dan Termuda Asal Surabay

-

RUMAH lawas nan sederhana di Kampung Simo Magerejo, Kelurahan Petemon, Kecamatan Sawahan, sore itu terlihat lengang. Nyaris tidak ada properti di teras rumah bercat putih tersebut. Penghuni sekaligus pemilik rumah sejak 1972, Sri Hartuti, tidak kalah bersahaja. Janda Aiptu Hari Riyono Slamet (alm), eks anggota Polwiltabe­s Surabaya, itu akan menunaikan ibadah haji.

Tuti, sapaan akrab lansia yang genap berusia 86 tahun pada 29 Juni lalu tersebut, bergabung dalam kelompok terbang (kloter) pemungkas embarkasi Surabaya. Ibu delapan anak itu masuk kloter 64 yang dijadwalka­n masuk Asrama Haji Sukolilo Rabu (16/9) pukul 02.10. Jika tidak ada perubahan, kloter terakhir embarkasi Surabaya diagendaka­n terbang ke Jeddah pada hari yang sama dengan me- nggunakan Saudi Arabian Airlines SV5303 pukul 08.35.

Saat kegiatan pelepasan CJH Surabaya di Masjid Al Akbar Selasa lalu (18/8), Tuti dinyatakan Kemenag Surabaya sebagai jamaah tertua asal Kota Pahlawan. Di kategori umur CJH di atas 81 tahun, jumlahnya enam orang. Tuti lebih tua beberapa hari daripada CJH kloter per tama asal Surabaya Mahfud Effendi. Mahfud kini sudah berada di Madinah setelah kloter perdana terbang dari Bandara Juanda pada Jumat (21/8).

Dia bergabung bersama 419 CJH yang berangkat awal. Berdasar pengelompo­kan umur jamaah asal Surabaya, yang terbanyak berusia 51–60 tahun

Jumlahnya 752 orang. Sementara itu, yang termuda berdasar aturan umur minimal berhaji mulai 18–20 tahun sebanyak 10 jamaah. ”Niat saya lillahi taala,” kata Tuti yang mengawali pembicaraa­n dengan Jawa Pos Jumat (21/8) di teras rumah berlantai ubin kuno warna kelabu itu.

Meski terkesan pasrah, masih terlihat gurat semangat dari wajah perempuan berkerudun­g tersebut. Dia menceritak­an, keberangka­tannya ke Arab Saudi nanti merupakan kali kedua. Sebelumnya, Tuti menjalani ibadah umrah tiga tahun lalu. Ibadah sunah itu dia lakoni bersama anak keempatnya, Bambang Pujiatmoko, dan istri serta anak bungsunya, Endang Puput Suryani.

”Keberangka­tan saya berhaji ke Baitullah setelah umrah pada 18 Mei 2012. Ketika itu, dibiayai anak-anak secara patungan,” ungkap Tuti. Meski kategori lansia, ingatan perempuan yang nyambi wirausaha kerajinan tangan tersebut masih tajam. Hampir setahun sebelum berangkat umrah, dia mendaftar haji melalui sebuah kelompok bimbingan ibadah haji di Ngagel. Tepatnya, pada 27 Oktober 2011.

Tekad Tuti naik haji didahului umrah sebagai pemanasan. Untuk menjaga stamina fisik, nenek selusin cucu itu punya kiat khusus. Di antaranya, rajin senam kebugaran yang diadakan lansia RW. Waktunya dua minggu sekali. Tuti yang ditinggal wafat suami pada 4 November 1973 tersebut aktif mengikuti olahraga senam ling tien kung.

”Setiap Senin, Rabu, dan Sabtu habis subuh. Dalam olahraga ling tien kung, saya membiasaka­n jurus jinjit-jinjit kaki sampai 300 kali dan empet-empet anus 100 kali,” tutur Tuti. Dia mengakui, senam itu membuat badannya terasa lebih enteng. Rasa kakukaku pada persendian yang lazim menimpa kalangan lansia mulai memudar. Vertigo yang pernah Tuti rasakan pada 2007-an sudah beberapa tahun terakhir tidak lagi menyerangn­ya.

Ada satu trauma psikis yang kerap membayangi Tuti. Dia merasa takut berlebihan terhadap laki-laki yang mengenakan sarung. ”Ketika pulang kontrol vertigo naik bemo dari RS Karangmenj­angan (RSUD dr Soetomo, Red), dompet dalam tas saya hilang setelah dijejeri laki-laki yang pakai sarung,” kenang anak keempat di antara sembilan bersaudara tersebut. Sejak saat itu, dia ketakutan ketika bertemu dengan orang bersarung.

Belakangan, Tuti takut pulang sendiri setelah salat Subuh berjamaah di masjid. Terutama bila berpapasan dengan orang bersarung di jalan. Tuti berusaha menekan rasa takutnya sejak menjalani manasik haji. Meski di Tanah Suci nanti mayoritas jamaah mengenakan ihram, dia tetap berupaya membiasaka­n diri dan menghapus perasaan takut.

Dia yakin bisa menjalani rukun haji selama di Tanah Suci. Meski tidak didampingi anak maupun saudara kandung saat naik haji, Tuti bersyukur mendapat CJH pendamping yang sudah akrab. ”Kebetulan tetangga seberang rumah, Bu Siti Kholifah, juga kloter 64 bersama saya,” ujarnya lega.

Bukan hanya Tuti. Persiapan fisik dan mental juga ditunjukka­n M. Ilham Muqorrobin. Pemuda asal Kelurahan Gebang Putih, Kecamatan Sukolilo, itu dinobatkan sebagai CJH termuda untuk daerah Surabaya. Sesuai dengan aturan Kemenag, usia minimal saat naik haji adalah 18 tahun. Dia baru merayakan ulang tahun ke-18 pada 28 Juli lalu. Untuk ancanganca­ng sekaligus mengangsur biaya haji, pendaftara­n diperboleh­kan mulai usia 12 tahun.

”Saya atas kesadaran sendiri menabung naik haji sejak kelas VI SD,” kenang pelajar kelas XII Jurusan IPA SMAN 6 Surabaya itu saat ditemui Jawa Pos di rumahnya setelah salat Jumat (21/8).

Lantaran hendak meninggalk­an tanah air selama 38 hari, dia berusaha tidak banyak absen sekolah. Ilham berada di kloter 5. Dia masuk Asrama Haji Sukolilo pada Minggu (23/8) pukul 21.00 dan terbang Senin lalu (24/8) pukul 23.30. ”Waktu pelepasan di Masjid Al Akbar saya tidak ikut karena masih jam sekolah,” ucapnya.

Anak tunggal pasangan Nafi’, 51, dan Sri Andayaning­sih, 44, itu diakui sang ibu berusaha mandiri sejak belia. Kemandiria­n remaja yang hobi futsal tersebut, tampaknya, diwarisi dari sang ayah yang mengembang­kan usaha kos-kosan dan berkebun. Nafi’ menunaikan ibadah haji pada 1996, setahun sebelum menikahi Sri Andayaning­sih. Kali ini, mereka bertiga menunaikan ibadah haji.

Ilham mengisahka­n, sejak SMP, dirinya mengidolak­an tokoh pebisnis pangan dan ternak Bob Sadino (alm) maupun pengusaha muda pakaian Peter Firmansyah. Ketika duduk di bangku SMP Islam Terpadu Al Uswah, dia juga melakoni berbagai usaha. Mulai berjualan pulsa telepon, aksesori jam tangan, distro, hingga garmen skala kecil. Ketika menapaki SMA, Ilham melebarkan usaha garmen dengan membuat wirausaha sablon sendiri.

”Saat kelas XI, saya mulai jadi makelar mobil. Kelas XII, saya mencoba pengalaman event organizer manajemen artis,” lanjutnya. Salah satunya, EO pentas seni SMA swasta yang mendatangk­an bintang tamu band punk rock asal Jogjakarta, Endank Soekamti, awal 2015. ” Itung-itung sebagai bekal pengalaman saat kuliah,” seloroh Ilham yang berminat melanjutka­n ke sekolah tinggi bisnis syariah tersebut. (*/c7/nda)

 ??  ??
 ?? SURYO EKO PRASETYO/JAWA POS ?? TERMUDATER­TUA: M. Ilham Muqorrobin, warga Gebang Putih, diapit orang tuanya dan Sri Hartuti, warga Simo Magerejo (foto kanan).
SURYO EKO PRASETYO/JAWA POS TERMUDATER­TUA: M. Ilham Muqorrobin, warga Gebang Putih, diapit orang tuanya dan Sri Hartuti, warga Simo Magerejo (foto kanan).

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia