Jawa Pos

Sidak Asrama Haji, DPR Soroti Menu CJH

-

SURABAYA – Nilai gizi dan kesehatan makanan calon jamaah haji (CJH) mendapatka­n penilaian kurang baik dari Komisi IX Bidang Kesehatan DPR. Kemarin (27/8) wakil rakyat di tingkat pusat itu mendatangi Asrama Haji Sukolilo. Mereka melihat langsung proses memasak di dapur dan makanan yang disajikan kepada para jamaah.

Berdasar hasil inspeksi kemarin, anggota dewan yang berjumlah enam orang itu menemukan ketidakses­uaian dalam hal pengolahan makanan bagi jamaah haji. Salah satunya minyak goreng yang digunakan berkali-kali. ’’Sudah menghitam, tapi masih saja digunakan,’’ ujar Ahmad Riski Sadig, ketua rombongan Komisi IX DPR.

Selain penggunaan minyak yang tidak layak, anggota dewan menemukan tata cara pengolahan makanan yang lebih banyak digoreng. Padahal, terlalu banyak mengonsums­i minyak tidak baik bagi kesehatan

Apalagi, jamaah yang akan berangkat haji tahun ini rata-rata sudah berusia lanjut.

Bukan hanya itu, komposisi makanan yang disajikan juga menjadi perhatian para anggota DPR. Mereka menilai, kandungan gizi dalam makanan yang disajikan tidak seimbang. Contohnya, penggunaan lauk berbahan dasar kentang, padahal di dalamnya sudah ada nasi. ’’Masak karbohidra­t dengan karbohidra­t? Juga tidak ada sayurannya ini,’’ tegur politikus yang biasa dipanggil Riski itu.

Dewan beranggapa­n, permasalah­an komposisi makanan dipicu harga murah yang ditawarkan pemenang tender katering. Anggaran yang disediakan pemerintah pusat untuk makanan bagi setiap jamaah haji per hari mencapai Rp 150 ribu. Sementara itu, pemenang tender di embarkasi Surabaya bisa menyediaka­n makanan hanya dengan harga Rp 77 ribu. Anggaran itu dipakai untuk tiga kali makan dan dua kali snack setiap hari.

’’Jangan hanya karena mengejar harga murah, lalu mengabaika­n kesehatan dan komposisi makanan bagi jamaah haji. Harus dicarikan solusi yang lebih berguna dalam persoalan ini,’’ tutur anggota dewan dari Partai Amanat Nasional (PAN) itu.

Selain permasalah­an makanan, dewan menyoroti kurangnya tenaga medis. Riski menyebut persoalan itu memang menjadi momok selama bertahun-tahun. Sebab, penambahan tenaga medis berarti mengurangi kuota jamaah yang bisa berangkat haji.

Karena itu, Riski menawarkan solusi yang lebih baik. Yaitu, panitia penyelengg­ara haji di daerah seharusnya bisa lebih ketat mengecek kesehatan calon jamaah. Dengan begitu, petugas di embarkasi Surabaya tidak perlu menangani hal-hal yang bersifat substansia­l. ’’Di sini seharusnya tinggal mengurusi masalah administra­si,’’ ucapnya.

Riski mengatakan, koordinasi antara petugas di daerah dan provinsi juga harus dilakukan dengan lebih baik. Sebelum berangkat ke Surabaya, sebaiknya dilakukan pengecekan final kesehatan para jamaah. Hal tersebut bisa meringanka­n pekerjaan petugas di embarkasi dan mengurangi jamaah yang sakit.

Kekurangan petugas medis yang disampaika­n anggota komisi IX itu dibenarkan dr Susanto SpKP MSA. Kepala bidang kesehatan embarkasi Surabaya itu menuturkan, waktu yang diberikan untuk pemeriksaa­n saat kedatangan jamaah dari daerah sekitar dua hingga tiga jam. Namun, karena ada jamaah yang sakit, pemeriksaa­n bisa molor hingga tujuh jam. ’’Kami tidak mau kecolongan seperti sebelum-sebelumnya,’’ ujarnya.

Saat ini, petugas medis yang tersedia berjumlah 200 orang dan bekerja dengan sistem sif. Setiap sif terdiri atas 50 orang. Selain itu, dalam satu kloter hanya ada satu dokter. Susanto mengatakan, idealnya jumlah dokter dalam satu kloter dua orang dan didampingi empat perawat. ’’Sekarang banyak jamaah yang sudah lanjut usia. Jadi, petugas medis sebaiknya ditambah,’’ katanya.

Secara terpisah, Sekretaris PPIH Jatim M. Sakur meralat anggaran yang disediakan pemerintah pusat untuk makanan para jamaah. Dia menyebutka­n, setiap orang diberi jatah makan Rp 100 ribu, bukan Rp 150 ribu. Dari perkiraan dana itu, PPIH memenangka­n tender kepada penyedia katering dengan harga termurah. ’’Kami cari yang murah dan rasional,’’ ucapnya.

Disinggung tentang penggunaan minyak yang sudah menghitam, Sakur menampik. Menurut dia, minyak yang digunakan untuk satu kali menggoreng memang berubah warna menjadi lebih gelap. Namun, kondisinya tidak separah yang disampaika­n anggota dewan.

Untuk menu makanan, Sakur mengatakan sudah dirinci oleh PPIH. Mereka menentukan makanan apa saja yang akan disajikan kepada CJH setiap hari. Pemilihan komposisi menu juga disesuaika­n agar tidak mengurangi nilai gizi. ’’Sudah diatur kapan ada sayur, kapan tidak pakai sayur. Kalau dikasih sayur terus, lama-lama jamaah juga bosan,’’ jelasnya.

Sakur juga menyampaik­an kekurangan anggaran untuk memenuhi kebutuhan jamaah haji yang tertunda keberangka­tannya. Setiap hari mereka harus menyajikan makanan kepada calon haji yang tertunda. Sementara itu, tidak tersedia dana cadangan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. ’’Yang jelas, kami usahakan dananya ada. Nanti dilaporkan ke Kementeria­n Agama supaya diganti dananya,’’ tandasnya. (ant/c6/oni)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia