Dievaluasi, 22 Instansi Terancam Bubar
Kajian Reorganisasi Tuntas September
JAKARTA – Jumlah lembaga nonstruktural (LNS) saat ini termasuk cukup gendut, yakni mencapai 102 unit. Pemerintah pun secara bertahap akan mengevaluasi. Reorganisasi dengan membubarkan, menggabungkan, atau merevitalisasi bakal dilakukan terhadap lembaga-lembaga yang mayoritas menjamur pascareformasi tersebut
Ujung tombak benah-benah lembaga negara non kementerian itu adalah Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB). Tahap pertama lembaga yang masuk evaluasi karantina akademik adalah 22 unit LNS yang pendiriannya berdasar peraturan presiden (perpres) atau keputusan presiden (keppres).
Deputi Kelembagaan dan Tata Laksana Kementerian PAN-RB Rini Widyantini menuturkan, pembahasan evaluasi 22 LNS itu selesai tahun depan. ’’Sehingga akhir tahun ini bisa ditetapkan oleh Pak Presiden apakah akan dibubarkan, dimerger, atau direvitalisasi,’’ katanya di Jakarta kemarin.
Di antara 22 unit LNS yang masuk evaluasi itu, ada yang cukup dikenal publik dan ada pula yang tidak terkenal. Bahkan, ada pula yang belum memiliki kantor permanen. LNS yang populer, antara lain, adalah Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS), Kantor Staf Presiden, Komisi Penanggulangan AIDS Nasional, dan Badan Pengembangan Wilayah Surabaya-Madura (BPWS). Sebaliknya, lembaga yang kurang populer, contohnya, adalah Badan Pengendali Bimbingan Masal, Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi, dan Badan Benih Nasional.
Sambil menunggu evaluasi maraton 22 LNS itu, Kementerian PAN-RB secara paralel menginspeksi LNS yang pendiriannya berdasar peraturan pemerintah (PP). Untuk tahap pertama kemarin, empat LNS hasil PP diinspeksi Menteri PAN-RB Yuddy Chrisnandi. Yaitu, Komite Anti Dumping Indonesia, Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia, Badan Standardisasi dan Akreditasi Nasional Keolahragaan, serta Badan Olahraga Profesional Indonesia.
Pada tahap inspeksi itu, Yuddy mengatakan, pihaknya ingin melihat seberapa jauh fungsi LNS yang akan dievaluasi. Selain itu, mengklarifikasi terkait fungsi dan mandat, urgensi keberadaan lembaga dengan kondisi kekinian, serta efektivitas kinerja lembaga untuk pembangunan sesuai bidangnya. ’’Saya mendapatkan amanat langsung dari presiden untuk mengevaluasi LNS yang jumlahnya banyak sekali,’’ kata politikus Hanura itu.
Yuddy kembali mengingatkan bahwa evaluasi LNS tersebut mengarah pada tiga opsi kebijakan. Yakni, pembubaran, penggabungan dengan LNS lain, atau revitalisasi berupa penajaman fungsi atau kewenangan. Dia mengatakan, pegawai LNS tidak perlu khawatir jika nanti lembaga tempatnya bekerja dibubarkan.
’’Kami tetap mengambil langkah yang manusiawi,’’ katanya. Pegawai dengan status PNS akan dikembalikan atau dimasukkan ke kementerian terkait. Menurut Yuddy, hampir seluruh LNS, meskipun ada yang bertanggung jawab ke presiden, memiliki induk kementerian tertentu. Sebaliknya, pegawai dengan status non-PNS akan diberhentikan dengan pemberian pesangon sesuai ketentuan yang berlaku.
Dia menjelaskan, ”bersih-bersih” LNS itu merupakan upaya optimalisasi kinerja pemerintahan. Tujuan- nya, antara lain, adalah membuat birokrasi semakin ramping tetapi efektif. Juga, mencegah terjadinya tumpang tindih kewenagan antara kementerian dan LNS.
Upaya serupa pernah dilakukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada masa Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II. Kala itu sepuluh LNS dibubarkan.
KNKT Salah satu LNS bentukan keppres yang dievaluasi adalah Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT). Menteri Perhubungan (Menhub) Ignasius Jonan turut angkat bicara soal rencana pembubaran KNKT.
Menurut dia, itu tidak bisa dilakukan. Sebab, badan tersebut wajib dimiliki Indonesia setelah tergabung dalam International Civil Aviation Organization (ICAO) dan International Maritime Organization (IMO). ”Saya enggak tahu pertimbangan beliau (menteri PAN-RB, Red) apa. Tapi, KNKT itu harus ada. Jadi, tidak bisa dibubarkan,” ungkapnya saat ditemui kemarin (28/8).
Selain itu, lanjut dia, KNKT tidak dapat dilebur dengan kementerian induknya, dalam hal ini Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Dia menegaskan, KNKT harus jadi badan independen. ”Tidak bisa (digabung) itu juga,” katanya.
Namun, upaya revitalisasi masih mungkin dilakukan. Meski demikian, mantan direktur utama PT Kereta Api Indonesia itu meminta hal tersebut dilakukan seusai proses duduk bersama. ”Kalau direvitalisasi itu bergantung kebutuhannya. Dilihat seperti apa,” tuturnya.
Senada dengan Jonan, Ketua KNKT Tatang Kurniadi pun menyatakan keberatan bila lembaga pimpinannya dibubarkan. ”Saya siap menjadi narasumber untuk mencerahkan pemahaman tentang pentingnya KNKT yang independen di Indonesia,” ungkapnya.
Kantor Staf Presiden Mensesneg Pratikno memilih tidak menanggapi secara langsung masuknya Kantor Staf Presiden (KSP) dalam salah satu lembaga yang kini sedang dievaluasi Kementerian PAN-RB. Dia hanya menegaskan, sejak awal dibentuk, institusi yang kini masih dipimpin Menko Polhukam Luhut B. Panjaitan itu memang berada di lingkar utama presiden.
Karena itu, lanjut dia, posisi KSP secara kelembagaan juga dirancang untuk berada langsung di bawah presiden. ”Jadi, sejak awal itu kan bukan hanya Setneg dan Setkab, tapi juga KSP,” kata Pratikno.
Dia mengungkapkan, presiden perlu memiliki sejumlah institusi yang berada di sekitarnya. Perlu ada yang mendampingi presiden dalam melaksanakan tugas sehari-hari.
Wacana evaluasi posisi KSP pernah dilontarkan Wapres Jusuf Kalla tidak lama setelah Luhut ditunjuk sebagai Menko Polhukam. Dia menyatakan bahwa institusi itu akan digeser dan cukup berada di bawah Setkab. Sejak awal pembentukan KSP, JK termasuk figur yang turut mengkritisi. Dia menganggap institusi itu memiliki kewenangan yang terlalu besar. (wan/mia/dyn/c10/sof)