Digeledah Bareskrim, Dirut Pelindo II Ancam Mundur
JAKARTA – Langkah Bareskrim Polri kembali menimbulkan gejolak. Setelah ribut-ribut dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kali ini, saat perekonomian sedang guncang, institusi pimpinan Komjen Budi Waseso itu membuat pro-kontra dengan menggeledah ruang kerja Direktur Utama PT Pelindo II Richard Joost Lino. Alasannya, ada dugaan korupsi pengadaan mobile crane (MC) pada 2013
Pantauan Jawa Pos, sekitar pukul 15.00, puluhan polisi sudah berada di gedung IPC kawasan Pelabuhan Tanjung Priok. Penggeledahan dilakukan di lantai 7 gedung tersebut, tepatnya di ruang kerja R.J. Lino.
Tampak roman muka Lino yang terkejut saat ruang kerjanya digeledah. Saat itu juga dia berceletuk bahwa semua yang masuk ke ruang kerjanya harus dalam keadaan bersih. ”Yang masuk ruangan saya harus bersih, ya,” ujarnya dengan nada cukup tinggi.
Penggeledahan dipimpin langsung oleh Kabareskrim Komjen Budi Waseso dan Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Brigjen Victor Edison Simanjuntak. Di dalam gedung, Budi Waseso tampak sesekali berbicara dengan Lino.
Ditemui setelah penggeledahan, Victor menuturkan bahwa penggeledahan itu tidak terkait dengan dwelling time. Tapi, soal dugaan korupsi pengadaan harbour mobile crane (HMC). ”Diduga ada yang tidak sesuai dalam pengadaan tersebut.”
Salah satunya terkait dengan sepuluh HMC yang pengadaannya pada 2013. Namun, hingga 2015 ini, HMC belum juga digunakan. ”Pertanyaannya, mengapa sepuluh mobile crane itu tidak digunakan? Asumsi awal tentunya MC ini tidak diperlukan,” terangnya.
Dengan begitu, dari sisi perencanaan pengadaan sepuluh HMC tersebut, sudah ada yang tidak benar. Sebab, seharusnya seluruh HMC itu membantu dan memberikan keuntungan dalam proses pelaksanaan bongkar muat di pelabuhan. Harga sebuah HMC diperkirakan mencapai Rp 650 juta. ”Ini sepuluh HMC untuk delapan pelabuhan, tapi hingga saat ini masih berada di Tanjung Priok.”
Untuk penggeledahan di ruang Dirut Pelindo II, dia menyebutkan bahwa ada beberapa dokumen yang disita, namun dipastikan tidak ada uang yang berada di ruang kerja tersebut. ”Perlu diketahui, ada temuan juga dari BPK, sangkaannya pencucian uang. Tapi, detailnya belum bisa dijelaskan,” terangnya.
Budi Waseso menjelaskan, seharusnya Pelindo II memiliki sarana dan prasarana yang baik. Namun, ternyata pelayanannya justru sebaliknya. ”Apalagi soal pengadaan HMC tersebut,” ujarnya.
Bareskrim sedang mencari buktibukti untuk kasus tersebut. Penggeledahan itu juga sudah mendapat izin dari pengadilan. ”Buktinya belum bisa diungkap, semua masih proses,” jelasnya.
Terkait nilai kerugian negara, dia belum mengetahuinya. Namun, dia berjanji memimpin upaya untuk mengetahui berapa kerugian negara yang ditimbulkan lantaran dugaan korupsi pengadaan HMC tersebut. ”Semua digeledah, ada ruangan pimpinan, ruang arsip, dan semua hasilnya sedang dievaluasi,” terangnya saat ditemui di Pelabuhan Tanjung Priok.
Sementara itu, Lino mengaku tidak tahu-menahu, mulai proses lelang hingga taken kontrak. Meski begitu, dia beranggapan, wajar bila ada sejumlah alat yang mangkrak. Sebab, perusahaan sudah untung banyak, bahkan mencapai Rp 40 triliun. ”Katakanlah ada satu dua unit yang tidak digunakan, itu hal biasa dalam bisnis. Keuntungan perusahaan dari dulu Rp 6,5 triliun, sekarang Rp 40 triliun. Kalau ada satu atau dua alat yang seperti itu, kenapa dipersoalkan?” ucapnya.
Selain itu, lanjut dia, masalah tersebut telah diaudit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Berdasar pemeriksaan itu, BPK menyatakan persoalan tersebut telah klir. Karena itu, penggeledahan tersebut membuatnya kecewa.
Saat menjelaskan kepada wartawan, Lino tiba-tiba mengaku mendapat telepon dari Menteri Pe-
rencanaan Pembangunan Nasional
(PPN)/Kepala Bappenas Sofyan Djalil. Dari pembicaraan yang terdengar, Lino tampak curhat kepada mantan menteri koor
dinator perekonomian itu. ” Saya pulang dari rapat di luar, tiba-tiba polisi ramai. Saya hormati tugas mereka. Tapi, yang saya tidak bisa diterima, seharusnya ditanya dulu, dipanggil dulu, dicek dulu, ada apa,” ujarnya kepada lawan bicaranya di seberang telepon.
Sofyan, sepertinya, bertanya apakah kasus tersebut berkaitan dengan pemanggilan Lino oleh KPK sebelumnya. Lino pun menjelaskan bahwa hal tersebut berbeda. ”Itu adalah small investment dari total semua. Kemudian, proses itu sudah klir dan sudah diperiksa BPK berkali-kali. Semuanya sudah dinyatakan klir,” jelasnya.
Berdasar pembicaraan itu, Lino turut menyinggung wadulnya kepada Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan. Dia mengatakan telah mengirim pesan singkat kepada Luhut untuk melaporkan peristiwa tersebut. Bukan hanya Luhut, Menteri BUMN Rini Soemarno juga menjadi sasaran keluhan alumnus Institut Teknologi Bandung itu. ”Ibu Rini sudah telepon Kapolri,” katanya.
Atas peristiwa itu, Lino merasa seperti dipojokkan dan dihukum. Sebab, semua media langsung menyorotinya dan membuatnya seperti kriminal. Dia mengaku kecewa tidak kepalang. Dia pun mengancam akan mengundurkan diri dari jabatannya bila tidak memperoleh penjelasan lengkap terkait penggeledahan itu. ”Saya buat perusahaan ini menjadi kaya, kenapa saya dihukum begini? Tolong kasih tahu sama presiden, kalau begini, besok saya berhenti. Ini contoh tidak baik. Katanya ada korupsi dan money laundering. Yang mana? Kalau ini tidak diklirkan hari ini, saya berhenti besok.” (idr/mia/c10/nw)