PNS Tak Netral Bisa Dipecat
Bawaslu-KASN Berbagi Peran
JAKARTA – Netralitas aparatur sipil negara (ASN) menjadi masalah klasik dalam setiap penyelenggaraan pilkada. Bawaslu membuktikan keterlibatan pegawai negeri sipil (PNS) dalam aksi dukung-mendukung calon tertentu. Karena itu, Bawaslu menggandeng Komisi ASN (KASN) untuk menindak.
Kedua lembaga sepakat berbagi peran. KASN menangani perilaku PNS yang melanggar aturan berkampanye. Lalu, Bawaslu menangani pelanggaran dari sisi peserta pilkada. ’’Kami memastikan bahwa ASN harus netral dan tidak memihak siapa pun,’’ tegas anggota KASN Tasdik Kinanto kemarin (28/8).
Pelibatan PNS dalam pilkada tidak lepas dari upaya para calon untuk menjanjikan sesuatu kepada para aparat. ’’PNS diberi harapan. Kalau calon tersebut menang, karir si PNS akan beres atau diberi jabatan tertentu,’’ tuturnya. Dengan janji-janji tersebut, sejumlah PNS akhirnya terlibat dalam kampanye. ’’Di banyak daerah, PNS itu luar biasa pengaruhnya terhadap pemilih,’’ kata Tasdik.
KASN akan menertibkan PNS yang berperilaku tidak netral. Selain pencegahan, ada sanksi. ’’Bisa berupa teguran, pencopotan dari jabatan, hingga pemberhentian sebagai PNS,’’ urai mantan sekretaris menteri pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi (PAN-RB) itu.
KASN akan mengadakan pertemuan dengan sejumlah lembaga terkait untuk menyepakati langkah teknis. Yakni, KPU, Bawaslu, Kemen PAN-RB, Kemendagri, dan Badan Kepegawaian Negara (BKN).
Di sisi lain, anggota Bawaslu Nasrullah menyatakan, pihaknya belum memiliki data riil jumlah PNS yang terlibat dalam pencalonan kepala daerah tertentu. ’’Yang murni temuan Bawaslu ada empat. Mereka ikut deklarasi dan mendaftarkan pasangan calon,’’ katanya.
Domain Bawaslu adalah menindak pasangan calon atau tim sukses yang memobilisasi PNS dalam aksi dukungan calon kepala daerah. Bentuk sanksinya pun berjenjang. Yang terberat adalah pembatalan sebagai calon kepala daerah. ’’Rekomendasinya merupakan otoritas panwaslu kabupaten/kota. Pasti berupa sanksi yang bisa memberikan efek jera,’’ terangnya.
Rekomendasi tersebut akan diserahkan kepada KPU untuk ditindaklanjuti. Apa pun sanksi yang diberikan, KPU-lah yang bisa mengeksekusi sesuai dengan regulasi. Penerapan sanksi itu diharapkan menjadi contoh bagi kandidat lainnya untuk tidak coba-coba melibatkan PNS.
Sementara itu, KPU menyatakan, logistik kampanye pilkada saat ini masih diproduksi. Karena itu, wajar apabila belum tampak bahan kampanye yang disebar atau alat peraga yang dipasang. ’’Proses produksi menunggu selesainya penetapan pasangan calon dan pengundian nomor urut,’’ terang Komisioner KPU Arief Budiman.
KPU tidak bisa memastikan lamanya proses produksi. Hal tersebut bergantung pada jumlah pasangan calon yang berlaga maupun bahan dan alat peraga kampanye. Sebagai gambaran, waktu yang diperlukan untuk memproduksi bahan kampanye untuk Kota Surabaya tentu lebih lama daripada Pacitan karena jumlah yang diproduksi lebih banyak.
Terkait dengan iklan kampanye di media massa, KPU baru bisa melaksanakan dua pekan menjelang masa tenang. Sebab, anggaran terbatas. ’’Kami mencari waktu yang membuat pemilih tidak lupa. Pilihannya pada akhir masa kampanye,’’ kata Arief. (byu/c10/ca)