Mantan Ketua Tolak Proyek DPR
JAKARTA – Selain ditentang publik, rencana megaproyek kompleks parlemen ditolak dua mantan ketua DPR, Akbar Tandjung dan Agung Laksono. Nominal tujuh proyek yang mencapai Rp 2,7 triliun juga dinilai terlalu besar.
Akbar menilai, daripada berfokus memikirkan cara untuk merealisasikan dana Rp 2,7 triliun itu, sebaiknya DPR lebih dahulu memperbaiki kinerja. ”Prioritas fungsi dewan itu lebih dioptimalkan. Ada fungsi anggaran, legislasi, dan pengawasan. Sebaiknya itu diutamakan,” kata Akbar saat menghadiri acara HUT Ke-70 DPR di gedung parlemen kemarin (28/8).
Menurut Akbar, rakyat membutuhkan kinerja wakilnya lebih dulu. ”Kalau nanti dewan sudah melaksanakan fungsinya secara sungguhsungguh, baru nanti bisa membahas yang terkait penyediaan fasilitas,” ujar mantan ketua umum Partai Golkar tersebut.
Salah satu yang disoroti publik saat ini adalah kinerja legislasi DPR. Sejak periode lalu hingga kini, produk undang-undang (UU) yang dihasilkan DPR terbilang minim. ”Sekarang yang disahkan pun baru perppu atau revisi. Karena itu, fokus dulu di sini (legislasi, Red) tanpa mengurangi fungsi lain,” katanya.
Senada dengan Akbar, Agung Lak sono berpendapat bahwa proyek renovasi kompleks parle-
Kalau ulang tahun hari ini bisa membatalkan megaproyek itu, maka DPR akan diapresiasi
oleh rakyat.”
mantan ketua DPR men itu seharusnya dibatalkan. Menurut dia, HUT Ke- 70 DPR sebaiknya diperingati dengan memberikan kado terbaik untuk masyarakat Indonesia. ”Kalau ulang tahun hari ini bisa membatalkan megaproyek itu, maka DPR akan diapresiasi oleh rakyat,” ujarnya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPR Winantuningtyastiti menyatakan bahwa proyek renovasi kompleks parlemen sudah dijalankan sesuai dengan prosedur. Sebelum perencanaan tersebut muncul, Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR meminta pemerintah dan pihak terkait untuk melakukan audit.
”Ada audit existing, ada audit topografi, ada audit kebutuhan ruangan oleh Kementerian PU dan IAI (Ikatan Arsitek Indonesia),” ujar Win, sapaan akrabnya, kemarin.
Hasilnya, ditemukan sejumlah kekurangan yang terkait dengan Gedung Nusantara I yang menjadi ruang kerja pribadi para anggota dewan. ”Ada retak-retaknya,” katanya. (bay/c11/ca)
Agung Laksono