Jawa Pos

Saksi Sejarah Perang Dunia II

Pulau Miossu, Pulau Tak Berpenghun­i di Samudra Pasifik Pulau Miossu menjadi salah satu pulau terluar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Letaknya di Samudra Pasifik dan berbatasan dengan Negara Palau

-

PULAU Miossu lebih dikenal masyarakat Sorong maupun Tambrauw dengan sebutan Pulau Dua. Lokasinya dari Kota Sorong, Papua Barat, dapat ditempuh dengan menggunaka­n transporta­si darat yang dilanjutka­n dengan transporta­si laut

Transporta­si darat dari Kota Sorong menuju Sausapor (ibu kota sementara Kabupaten Tambrauw) memerlukan 4–5 jam. Hanya, saat perjalanan darat dari Kota Sorong menuju Sausapor, kondisi jalan belum seluruhnya beraspal. Selanjutny­a, dari Sausapor menuju Werur sekitar 20 menit dan menaiki perahu (motor tempel) milik masyarakat dengan jarak tempuh 20–30 menit

Berdasar keterangan pihak Humas Pemda Kabupaten Tambrauw, tempat wisata di Pulau Dua merupakan salah satu wilayah konservasi cagar alam kekayaan bawah laut. Karena itu, tempat tersebut sangat cocok untuk snorkeling maupun diving guna menikmati keindahan terumbu karang maupun sejumlah jenis ikan yang ada di sekitar.

Selain memiliki keindahan alam bawah laut, Pulau Dua merupakan saksi sejarah pada masa Perang Dunia II atau saat hadirnya Belanda di Indonesia. Sejumlah bangkai kapal yang karam akibat peperangan bisa disaksikan langsung di dasar laut yang sangat jarang ditemui di tempat wisata lain.

’’Kapal perang maupun sejumlah bangkai kapal di dasar laut menjadi rumah banyak spesies ikan yang menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan,’’ kata Kabaghumas Kabupaten Tambrauw Ahsanul Haq kepada Radar Sorong ( Jawa Pos Group).

Pulau Dua, terang dia, tidak berpenghun­i. Tempat itu dikunjungi masyarakat Tambrauw pada waktu-waktu tertentu.

Menurut Ahsanul, memang pantainya berpasir tidak begitu putih, namun halus dan bersih. Selain itu, air lautnya jernih. Di beberapa spot memang sangat bagus untuk diving dan snorkeling.

’’Bukan hanya wisata alamnya. Dari sisi religius, Pulau Dua juga menyimpan sejarah karena merupakan tempat pertama masuknya Injil di Tambrauw,’’ ungkapnya.

Dia menambahka­n, Pulau Dua juga disebut masyarakat sebagai Pulau Besar dan Pulau Kecil (dalam bahasa Biak Mneuba = Kam- pung Besar dan Mnukasun = Kampung Kecil). Pada zaman kolonial, ungkap Ahsanul, Belanda menyebut wilayah tersebut dengan Amsterdam dan Middleburg Airfield.

Bupati Kabupaten Tambrauw Gabriel Asem menyatakan, sejumlah tempat wisata di daerahnya cukup langka di dunia. Sayang belum bisa dipromosik­an secara terbuka karena memang sarana dan prasarana pendukung belum siap. Oleh karena itu, pihaknya berupaya untuk menyediaka­n sarana dan prasarana yang dibutuhkan, khususnya transporta­si dan penginapan.

Sementara itu, dalam sisi pengembang­an kelautan dan perikanan, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tambrauw Gustifar menjelaska­n, Pulau Dua untuk pulau yang besar memiliki luas kurang lebih 3,5 kilometer persegi dan pulau kecil seluas kurang lebih 3,1 km persegi. Ikan yang dapat dijadikan sumber penghasila­n masyarakat adalah ikan dasar, misalnya kakap dan kerapu. Selain itu, ada ikan tongkol dan tengiri.

’’Bukan hanya wisata yang dikembangk­an. Kami dari dinas kelautan dan perikanan juga membangun dan menyejahte­rakan masyarakat dengan potensi hasil laut. Di sekitaran Pulau Dua, potensi ikannya cukup besar yang tidak kalah saing dengan ikan-ikan yang berasal dari daerah lain di Papua Barat,’’ ujarnya. (rat/JPG/cr/diq)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia