Kalsedon Bukan Fosil Benda Hidup
Mani gajah. Saat mendengar namanya, orang membayangkan bahwa akik jenis itu adalah fosil sperma gajah purba. Benarkah? Misteri Batu Mulia Mani Gajah
DI antara penghobi batu mulia, tidak sedikit yang menjadikan batu mani gajah sebagai salah satu koleksi. Selain tertarik dengan keunikan karakternya, ada yang meyakini sisi mistis batu tersebut. Mulai dianggap sebagai sarana pengasihan hingga pengobatan. Sejauh ini, memang belum ada pembuktian atas sisi mistisnya. Yang pasti, jenis batu itu cukup langka sehingga harganya selangit. Bisa Rp 1 juta hingga puluhan juta rupiah per bongkahan, bergantung karakter mani gajahnya.
Soal asalnya, ada yang percaya bahwa mani gajah adalah sperma gajah yang hidup ratusan juta tahun lalu. Salah seorang pedagang batu di Bursa Akik Internasional di JX-International, Rahmat, mengatakan bahwa batu tersebut berasal dari sperma gajah purba yang tercecer saat kawin. ”Gajah purba sangat besar, bayangkan air mani yang dihasilkan,” ujar Rahmat sambil terkekeh saat ditemui Rabu lalu (26/8).
Dalam pameran tersebut, ternyata banyak yang percaya dengan cerita Rahmat. Berdasar pantauan Jawa Pos di setiap stan yang menjual mani gajah, pedagang umumnya mengatakan bahwa batu tersebut berasal dari sperma gajah purba yang membatu. Meski demikian, jika dibandingkan dengan batu mulia lainnya, mani gajah memiliki tingkat kekerasan yang rendah, yakni 6,5 mohs.
Berdasar pengalaman pedagang, mani gajah selalu laris. Setiap pameran, ada saja yang membeli. Pembeli umumnya menjadikan batu itu sebagai koleksi. ”Omzet mani gajah Rp 10 juta–Rp 15 juta per pameran,” terang Rahmat. Dia tidak menampik bahwa popularitas mani gajah belakangan menanjak seiring dengan booming batu mulia.
Sebelumnya, tidak banyak mani gajah yang dijual di pameran. Ia mulai banyak dijual setelah ditemukan lokasi penambangan di Papua; Pacitan, Jawa Timur; dan Sragen, Jawa Tengah. Di Sragen, kebanyakan mani gajah ditemukan di Gunung Tugel, Desa Bonagung, Kecamatan Tanon. ”Banyak yang mengatakan bahwa batu itu berasal dari Jawa Tengah,” papar Rahmat.
Ketua Asosiasi Masyarakat Batu Mulia Indonesia (AMBMI) Sujatmiko mengatakan, banyak cerita yang keliru soal asal usul mani gajah. Berdasar hasil tes laboratorium, mani gajah ternyata merupakan batu kelas kalsedon. Yakni, terbentuk dari mineral-mineral silikon yang masuk ke pori-pori batu dan mengendap hingga mengeras. ”Mustahil kalau itu fosil air mani gajah. Tapi, batu itu termasuk kategori akik dari kelas kalsedon yang bercampur dengan (batuan kuarsa/
Red),” ujarnya. Menurut dia, batuan itu awalnya tertimbun pada satu horizon (lapisan tanah). Selanjutnya, mineral-mineral meresap ke pori-pori batu dan mengendap sampai berfluktuasi hingga akhirnya mengkristal.
Lalu, kenapa bisa berbeda dari batu kalsedon lainnya? Sujatmiko menjelaskan, pada jenis dan daerah tertentu, banyak mineral yang tercampur sehingga menjadi akik dengan varian baru. Dalam hal ini, mani gajah bercampur dengan sehingga membuat warnanya menjadi cokelat. (mir/c11/agm)