Jawa Pos

Bentuk Komunitas Biola, Kerap Isi Soundtrack Film

Berada di jalanan tak lantas membuat Teguh Iwan Kuncoro berprestas­i jalanan. Musisi 45 tahun itu malah berhasil mendirikan komunitas biola di Depok yang diberi nama Autodidact Violin Community (AVC). Meski melabeli diri musisi jalanan, komunitas itu s

- BOY MARDO, Depok

soundtrack

AWALNYA gemar bermain biola saat mengamen. Namun, Teguh bukan pengamen biasa-biasa saja. Pria yang akrab dipanggil Wando tersebut melenting lebih tinggi. Gigih mengajak temannya sesama pengamen untuk berlatih, mendirikan komunitas musik, dan setelah bertahun-tahun melalui perjuangan berat, semua kini cukup terbayar.

Kiprah positif itu membuatnya dipercaya banyak kalangan. Buktinya, mereka dipersilak­an Pemkot Depok untuk berlatih tiap SabtuMingg­u di halaman gedung arsip dan perpustaka­an.

’’Pada 2009, saya masih menjadi pengamen jalanan di Jalan Margonda Raya. Lalu, saya secara otodidak bermain biola,’’ ucapnya. Keinginan untuk maju muncul karena Wando dan sejumlah rekannya tidak mendapat kemajuan dari mengamen. ’’Kemampuan ya gitu-gitu saja. Pendapatan juga gitu-gitu saja,’’ imbuhnya. Dia lalu mengubah pola hidupnya.

Saat itu, bersama rekannya sesama pengamen, Wando membentuk grup musik. Mereka kemudian mengamen di dalam KRL ekonomi dan Stasiun Depok-Jakarta. Dari sana, pendapatan­nya pun sedikit bertambah dan menghasilk­an sesuatu yang bermanfaat. ’’Memang dari sini komunitas AVC berkembang pesat. Ya, bersyukur dengan komunitas yang sudah berdiri ini. Lumayan bisa menambah pendapatan dari sekadar mengamen,’’ ujarnya.

Wando juga menularkan kemampuan bermain biolanya kepada sesama pengamen jalanan. Dia meminjamka­n biola itu kepada anak jalanan. Hingga pada akhirnya, beberapa muridnya berhasil memainkan biola. ’’Perlahan sekarang merambah ke UI dan Pasar Minggu. Total sekarang 400 orang. Semua campuran. Ada dari mahasiswa, ibu rumah tangga, pelajar, sampai yang lain,’’ jelasnya.

Pada 2010, sejumlah guru negeri di Kota Depok meminta Wando untuk mengajari permainan biola. Karena permintaan itu, dia pun mengajar di beberapa sekolah. Iwan menerima upah Rp 3 juta untuk mengajar para siswa tersebut. Tetapi, lantaran banyak siswanya yang tak serius, Wando memutuskan berhenti.

Dia sempat kembali ke jalanan, mengamen lagi. Di Stasiun Depok Baru, dia kembali membuka ko- munitas AVC tersebut. Dari tempat itu, nama AVC tersebar luas. Untuk masuk ke komunitas tersebut, Wando mematok uang bulanan Rp 100 ribu. Itu pun bagi mereka yang mampu.

Namun, bagi yang tidak mampu, dia tak memungut biaya. Hanya, Wando memberikan aturan, jika ada uang, mereka harus menabungny­a untuk membeli biola. ’’Belajar itu harus punya alat. Kalau saya pinjamkan, bagaimana yang lain. Makanya, mereka harus

biar cepat belajar main biola. Itu konsekuens­inya bagi mereka yang tidak punya uang untuk mendaftar dan bayar per bulan,’’ jelasnya.

Kiprah AVC membuat sejumlah produser film meliriknya. Beberapa kali komunitas besutan Wando itu mengisi suara musik dalam film tertentu. Dari situ pula kelompok biola AVC tersebut mendapat biaya tambahan untuk membantu para anggotanya yang tak mampu membeli biola. ’’Kadang diajak Melly Goeslaw sama musisi lain yang terkenal di televisi. Ada sekitar delapan film Indonesia yang kami isi musiknya. Lumayan dapat upah dari kegiatan ini. Semua masih berjalan seperti biasa saja.”

Karena nama AVC semakin besar, beberapa musisi tenar pun sempat mengajak Wando cs untuk berkolabor­asi. Kesempatan tersebut juga dipergunak­an musisi jalanan itu untuk mengibarka­n bendera AVC agar terkenal. ’’Kalau terkenal, saya bisa bangga akan anak Indonesia yang mau belajar musik secara otodidak,’’ ujarnya. (*/c19/ano)

 ?? WS HENDRO / JAWA POS RADAR MADIUN ?? BERPRESTAS­I: Salah satu penampilan komunitas AVC, yang semua personelny­a pengamen jalanan.
nabung
WS HENDRO / JAWA POS RADAR MADIUN BERPRESTAS­I: Salah satu penampilan komunitas AVC, yang semua personelny­a pengamen jalanan. nabung
 ??  ??
 ??  ??
 ??  ??
 ??  ??
 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia