Karena Berlari Sudah Dianggap sebagai Agama
Tepikan dulu soal dan Bob Marley. Sebab, Jamaika sekarang sangat beken sebagai pabrik penghasil pelari-pelari terhebat di dunia. Melihat Jamaika, Negara Pabrik Sprinter Kelas Dunia
reggae
DI JAMAIKA, Kejuaraan Nasional Atletik adalah festival pop. Sebuah perayaan besar, karnaval. Perlombaannya ditayangkan live oleh televisi. Ajang tersebut merupakan salah satu yang terbesar dalam kalender negara pulau di Karibia itu.
Karena sudah sedemikian mendarah daging, Jamaika melahirkan pelaripelari kelas dunia. Pada Kejuaraan Dunia 2015 di Beijing, Jamaika menyapu bersih nomor lari paling bergengsi, 100 meter. Usain Bolt dan Shelly-Ann Fraser-Pryce menjadi raja serta ratunya. Mereka melanjutkan dominasi yang sudah bertahun-tahun mereka tancapkan.
Bolt dan Fraser-Pryce tentu merupakan segelintir dari sprinter-sprinter top Jamaika. Di sana masih ada mantan juara dunia dan Olimpiade, yakni Kerron Stewart, Aleen Bailey, Juliet Cuthbert, serta Veronica CampbellBrown. Masih kurang? Sherone Simpson, Brigitte Foster-Hylton, Yohan Blake, Herb McKenley, George Rhoden, dan Asafa Powell bukan nama sembarangan.
Menurut data Olympic.org, sejak 1948, Jamaika mengumpulkan 17 emas di Olimpiade. Itu diawali saat Arthur Wint mendulang emas nomor 400 meter putra Olimpiade 1948 London.
Capaian-capaian itu tentu akan membuat orang bertanya-tanya. Apa sebetulnya rahasia negara seluas 10,999 km persegi tersebut bisa mencetak sprinter-sprinter andal secara terus-menerus?
Media Inggris,
The Independent, pernah membuat ulasan menarik mengenai Jamaika yang menjelma sebagai pabrik sprinter. The Independent menyebutkan, lari sudah diibaratkan Premier League ataupun NBA di negara yang merdeka pada 6 Agustus 1962 itu.
Jika kejuaraan lari digelar di negara tersebut, masyarakat dipastikan memenuhi stadion. Tidak peduli itu kejuaraan tingkat sekolah maupun nasional. Setiap anak Jamaika termotivasi untuk bisa menjadi seorang pelari andal.
Setiap sore, trek atletik milik Jamaica University of Technology ( UTech) di Kingston tak pernah sepi. Anakanak mulai usia 6– 7 tahun sampai dewasa berlatih secara intens di la pangan tersebut.
’’Lihatlah anak usia tiga, empat, dan lima tahun ini. Anda akan melihat talenta-talenta alami tumbuh di sini,’’ tutur Locksley Anderson, salah seorang pelatih atletik junior di Mona Preparatory School, Kingston, kepada NPR. ’’Lihatlah bagaimana mereka berjalan, berlari. Anda pasti akan me nyadarinya!’’ imbuhnya.
Para ilmuwan Barat juga pernah mencari tahu penyebab Jamaika punya prestasi dahsyat di nomor lari jarak pendek. Mereka memulai penelitian dengan mengetes DNA para sprinter. Kemudian mem bandingkannya dengan atlet dari negaranegara Barat.
Ada pro-kontra yang terjadi. Apalagi, negara-negara Barat semacam AS atau Inggris punya atlet keturunan AfrikaAmerika. Namun, tetap saja prestasinya tak sementereng Jamaika.
Pada akhirnya, semua ilmuwan sepakat bahwa penyebabnya adalah budaya serta kebanggaan yang besar terhadap lari. Akarnya begitu dalam. Itulah rahasianya.
’’Ada satu penjelasan untuk kesuksesan Jamaika yang tidak bisa diperdebatkan, mereka begitu menghargai lari. Mereka sudah menganggapnya seperti agama,’’ tutur Yannis Pitsiladis, ilmuwan asal University of Glasgow, kepada The Independent. (irr/c19/nur)