Full Merah untuk Hari Istimewa
SURABAYA – Merah tidak hanya manis sebagai penghias bibir maupun kuku. Di tangan yang tepat, warna mencolok itu tetap bisa elegan menjadi gaun pada hari pernikahan.
Warna itu pula yang menjadi pilihan Alena Fitrayana saat menikah pada Desember mendatang. ”Mata orang yang
langsung melek. Jadi lebih semangat,” ujar alumnus Universitas Kristen Petra yang sebenarnya penyuka biru itu.
Priska Henata, salah seorang desainer gaun pengantin, mengakui bahwa tidak sedikit kaum hawa yang menentukan sendiri warna untuk gaun pengantin mereka. Bisa warna kalem, bisa juga mencolok.”Di gaun ini saya pakai warna merah agak gelap. Kesannya
seksi, elegan, dan pasti melambangkan kebahagiaan,” ujar Priska. Gaun tersebut mengaplikasikan model
dan banyak menonjolkan detail ornamen cantik. Konsepnya terinspirasi
atau putri kerajaan. ”Memang tidak semua perempuan suka ribet. Tapi, demi pernikahan yang sekali seumur hidup, model ala putri kerajaan malah jadi pilihan,” ungkap Priska.
’’Masih ada lho hasil tes guru dengan jawaban benar hanya satu soal,’’ ungkap Amich.
Kualitas guru dan calon guru itu jeblok sejak lima tahun lalu. Kondisi tersebut terus berlangsung setiap tahun hingga saat ini. Hasil uji kompetensi guru (UKG) pun menurun, terutama guru yang berusia 41–45 tahun. ’’Semakin tua, kompetensi guru cenderung menurun,’’ imbuhnya.
Jika kondisi tersebut terus dibiarkan, Amich khawatir imbasnya bagi kualitas murid atau generasi muda sangat buruk. Karena itu, salah satu upaya yang harus dilakukan saat ini adalah reformasi dalam LPTK (lembaga pendidik dan tenaga kependidikan). Sebab, LPTK merupakan lembaga yang mencetak kader-kader guru. ’’Perbaikan harus dilakukan sejak awal proses rekrutmen mahasiswa menjadi guru,’’ tegas pria asal Gresik itu.
Dia meminta rekrutmen lebih tegas. Kualitas proses tidak boleh sembarangan. LPTK diminta menyaring kader guru yang benar-benar memiliki kompetensi unggul. Begitu pula selanjutnya. Proses belajar selama kuliah juga perlu diperketat. ’’Kalau tidak memenuhi persyaratan, ya jangan asal dimasukkan,’’ ujarnya.
Kementerian PPN/Bappenas juga mengkritik pedas soal mekanisme pelatihan guru yang dise- lenggarakan LPTK. Amich mencontohkan, pelatihan sering dilakukan di gedung atau hotel yang memiliki ruangan luas. Padahal, menurut dia, kondisi itu justru tidak efisien. ’’Kalau di tempat luas dengan jumlah peserta ribuan, perhatian guru selama pelatihan jadi tidak fokus,’’ katanya.
LPTK disarankan memberikan pelatihan kepada guru dalam kelompok kecil. Salah satu lokasi yang dianggap efisien adalah sekolah guru masing-masing. ’’Hotel atau gedung luas sudah dianggap tidak memberikan manfaat. Malah buang-buang uang,’’ imbuhnya.
Sementara itu, Unipa sebagai salah satu LPTK mengaku terus berbenah. Rektor Unipa Drs H Sutijono M.W. mengungkapkan, Unipa sebagai LPTK sudah memenuhi standar nasional dari segi kualitas sarana dan prasarana.
Antara lain, minimal memiliki empat dosen S-2 yang bergelar lektor kepala dan minimal dua dosen S-3 dengan gelar lektor, memiliki sekolah laboratorium dan sekolah mitra mengajar, serta memiliki asrama. ’’Mitra Unipa adalah SMA Intensif Taruna Pembangunan,’’ jelas Sutijono.
Bukan hanya itu. Unipa juga sedang membangun asrama. Menurut dia, asrama berguna bagi pendidikan profesi guru (PPG). ’’Ada empat lantai dengan kapasitas 60 kamar dalam proses pembangunan,’’ katanya. (bri/c5/fat)