Pelaku UMKM Keluhkan Pajak
SURABAYA – Kondisi perekonomian yang belum stabil membuat para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) mengeluh. Terutama mereka yang bahan baku produksinya barang impor. Biaya produksi mereka jadi bertambah. Padahal, penjualan tengah lesu.
Industri sepatu, sandal, dan tas adalah salah satu contoh usaha yang terpukul. Mereka membeli bahan kulit dari luar negeri. Namun, harga pembelian tiba-tiba naik. ’’Ongkos produksi membengkak,’’ kata Sahriyono, pengusaha sandal di Waru, Sidoarjo.
Meski begitu, Sahriyono masih beruntung. Sebab, dia memiliki pangsa pasar yang tetap. Yakni, hotel dan apartemen di Malang, Bali, serta Nusa Tenggara Barat. Namun, bagi pelaku UMKM lainnya, kondisi ekonomi saat ini mengancam kelangsungan usaha mereka.
Permasalahan lainnya adalah pajak penghasilan yang dinilai memberatkan. Setiap pelaku UMKM dikenakan pajak 1 persen. Meski tidak besar, pajak tersebut mereka anggap cukup memberatkan. ’’Ibarat orang jatuh ter- timpa tangga,’’ ungkapnya.
Saat ini pelaku UMKM sulit mempertahankan usahanya. Idealnya, pemerintah membuat kebijakan yang sesuai dengan kondisi perekonomian terkini. Misalnya, penghapusan pajak tersebut.
Ubaidillah, anggota Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Surabaya, juga mengeluhkan hal serupa. Kini biaya produksi meningkat. Penjualan juga tengah lesu. Namun, kebijakan pemerintah belum berubah. ’’Kami hanya bisa bertahan,’’ paparnya.
Harapannya, pemerintah mengambil langkah untuk menyelamatkan UMKM. Sebenarnya, sektor UMKM memiliki potensi paling kuat dalam menghadapi krisis. Namun, sektor tersebut jangan sampai mati karena nilai tukar dolar yang terus naik.
Gubernur Jatim Soekarwo memahami keluhan itu. Dia menegaskan, saat ini seluruh sektor usaha terpuruk. Usaha besar merasakan dampak tersebut, apalagi usaha kecil. Karena itu, Soekarwo meminta pemerintah pusat untuk segera mengambil kebijakan baru. (riq/c15/oni)