Fokus Perkuat Daya Beli
JAKARTA – Pemerintah menebar optimisme bahwa paket kebijakan ekonomi yang segera dirilis bisa menahan agar tidak terjatuh dalam jurang krisis. Tiga fokus kebijakan yang disiapkan adalah bidang moneter, fiskal, dan sektor riil. Tidak hanya untuk mengatasi kondisi sulit saat ini, paket kebijakan itu juga diyakini membuat Indonesia tidak mudah jatuh di lubang yang sama
Staf Khusus Menteri Keuangan Arif Budimanta menyatakan, paket itu digunakan untuk memperkuat fondasi perekonomian. Poin penting berikutnya, kebijakan akan lebih ramah terhadap sektor riil. ’’Sektor itu penting karena menjadi motor penggerak utama ekonomi, bisa menggerakkan konsumsi, investasi, dan positivisme neraca perdagangan,’’ ujarnya dalam sebuah diskusi di Jakarta kemarin.
Politikus PDIP itu menguraikan, paket kebijakan bakal memastikan dua hal. Pertama, berbagai kebijakan yang keluar sejak 2014 hingga sekarang tetap berjalan dengan baik. Lantas, kebijakan baru dibaurkan untuk melepas sumbatan bisnis. Dia lantas mencontohkan kebijakan pengurusan izin satu atap.
’’Masih muncul keluhan-keluhan. Kenapa tidak ada perubahan?’’ kata pejabat yang ketika menjadi legislator periode lalu sangat keras menolak kenaikan harga BBM itu. Arif menambahkan, paket kebijakan akan diperkuat peningkatan koordinasi antar kementerian dan lembaga. Untuk sisi kebijakan fiskal, dia menyebut sudah klir. Misal, kebijakan untuk meningkatkan daya saing di level makro.
Caranya membangun berbagai infrastruktur yang mengarah ke luar Jawa. Jadi, nanti dana yang ditransfer ke daerah jauh lebih banyak. Di level mikro, akan ada berbagai bantuan subsidi bagi mereka yang berada di bawah garis kemiskinan. Mulai subsidi pupuk, raskin, sampai insentif agar dapat menyekolahkan anak.
Selain itu, penerapan penghasilan tidak kena pajak (PTKP) baru, tax holiday, tax allowance, dan berbagai insentif lain akan dibicarakan dengan pengusaha secara terperinci. Karena itulah, dalam pembentukan paket kebijakan tersebut, pemerintah juga melibatkan para pebisnis.
Untuk sektor riil, Arif menyebut akan didukung kebijakan yang probisnis. Namun, dia menegaskan bahwa pemerintah yang dimaksud bukan hanya pusat. Pemda juga diminta bersatu untuk memberikan kemudahan. Misalnya, terkait dengan kemudahan izin lahan. ’’Tidak ada sektor riil yang bekerja tanpa lahan,’’ imbuhnya.
Kebijakan yang dimunculkan memang lebih banyak untuk menggerakkan sektor riil. Alasannya, ketika sektor riil bergerak, berarti tercipta lapangan pekerjaan dan terdapat penghasilan. Muaranya, daya beli pasti meningkat sehingga pertumbuhan ekonomi tidak lagi melambat. ’’Subsidi terhadap suku bunga juga ditingkatkan,’’ terangnya.
Pada 2016, lanjut Arif, akan disediakan dana Rp 10,5 triliun. Itu meningkat sampai dua kali lipat daripada saat ini yang disebutnya mencapai Rp 5 triliun. Dari dana tersebut, bunga pada end user tahun depan bisa ditekan hingga 9 persen.
Deputi III Bidang Pengelolaan Isu Strategis Kantor Staf Presiden Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan, kondisi Indonesia saat ini belum sampai krisis. Ada siklus tujuh tahunan yang menurutnya selalu membuat negara dalam posisi sulit. ’’Kalau diam saja, bisa masuk krisis.”
Dia lantas menyebut Presiden Jokowi sebenarnya tahu akan adanya perlambatan ekonomi sejak dilantik. Malah, pada 2016, kondisinya diprediksi semakin buruk. Karena itulah, berbagai kebijakan dikeluarkan sejak awal kepemimpinan Jokowi. ’’Kami sedang menjaga daya beli masyarakat,’’ katanya.
Yudhi lantas mengunggulkan program simpanan keluarga sejahtera (PSKS) yang disebutnya sudah disalurkan hingga Rp 10 triliun. Total pada tahun ini, anggarannya mencapai Rp 36 triliun. Dia menegaskan, program itu bisa membuat masyarakat miskin tidak semakin terpuruk dan menjaga daya beli.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance Enny Sri Hartati melihat pernyataan Yudhi sebagai blunder. Menurut dia, jika sudah tahu akan ada perlambatan ekonomi, pemerintah tidak seharusnya membuat kebijakan yang kontraproduktif dengan upaya menjaga daya beli masyarakat. ’’Banyak kebijakan yang justru menghabisi daya beli. Menaikkan harga BBM, tarif tol, sampai listrik,’’ katanya.
Dia juga berharap pemerintah tidak menggampangkan situasi saat ini dengan menyebutnya sebagai bagian dari siklus ekonomi. Direktur Sustainable Development Indonesia Dradjad H. Wibowo menyebut pemerintah harus bisa mengamankan APBN. Itu menjadi modal untuk menunjukkan kepada investor bahwa pemerintah masih bisa dipercaya. ’’Harus bisa meyakinkan kalau dapur APBN aman. Enggak cukup dengan statement ’Saya yakin, saya yakin’,’’ tegasnya.
Selain itu, pemerintah tidak perlu malu untuk belajar pada India. Dia menyebut saat ini India merupakan negara di Asia yang hanya mendapat pukulan kecil dari gejolak ekonomi global. Sebab, di sana banyak kebijakan probisnis. ’’Indonesia harus bisa seperti itu. Di sini bikin izin saja masih digangguin pemda,’’ ujarnya. (dim/c6/sof)