Terancam Punah jika Penduduk Terus Menyusut
SINGAPURA bukan satu-satunya negara yang sedang pusing menghadapi masalah kependudukan. Jepang serta beberapa negara lain di kawasan Eropa Timur juga mengalaminya.
Satu-satunya cara alami untuk memperbesar populasi adalah meningkatkan angka kelahiran bayi. Tapi, di sejumlah negara, menambah natalitas bukanlah perkara mudah. Gaya hidup dan tuntutan zaman membuat proses alami pertumbuhan penduduk sulit terjadi. Akibatnya, jumlah penduduk usia produktif terus tergerus. Yang tersisa adalah sejumlah warga lanjut usia. Tidak seimbangnya jumlah kelahiran dan kematian itu melahirkan ketimpangan populasi yang berbuntut pada tersendatnya pertumbuhan negara. Khususnya secara ekonomi. Maka, negara-negara itu lantas memformulasikan skema untuk menggairahkan angka kelahiran. Seperti Singapura, pemerintah Jepang serta Ukraina dan Georgia pun menjanjikan hadiah kepada pasangan yang berani punya anak.
Dengan Angel Plans yang berlaku sejak 1994, Jepang menjanjikan berbagai kemudahan untuk keluarga yang punya anak. Mulai asuransi, subsidi dalam bentuk barang dan pendidikan serta kesehatan, hingga konseling kesehatan bagi pasangan yang bersedia punya anak. Semua dilakukan agar warga tidak merasa terbebani dengan kehadiran anak.
Di Jerman, pemerintah menjanjikan uang saku fantastis untuk anak selama setahun pertama. Nominalnya, konon, mencapai 67 persen dari gaji orang tuanya. Pemerintah juga akan menambah jumlah sekolah-sekolah usia dini serta tempat penitipan anak. Di Iran pun, pemerintah bersedia memberikan bonus uang tunai dan asuransi untuk setiap bayi yang baru lahir.
’’Pada 2050, populasi Jepang akan berkurang sekitar 25 persen dari sekarang, menjadi sekitar 95,2 juta saja,’’ terang Biro Referensi Populasi (PRB), lembaga riset yang berkantor pusat di Kota Washington, Amerika Serikat (AS). Fenomena itu menempatkan Negara Sakura tersebut di peringkat teratas daftar negara- ne gara yang terancam ’’punah’’ ka rena populasinya terus menyusut. Menyusul Jepang adalah Ukraina dan Georgia. Dua negara di kawasan Eropa Timur itu menempati peringkat kedua dan ketiga negara-negara yang jumlah penduduknya kian tipis. Di Eropa Timur, menurut Bloomberg, natalitas terhenti sejak buyarnya Uni Soviet menjadi negara-negara kecil. ’’Populasi di sana menyusut. Pada 2050, jumlah penduduk di sana akan berkurang 13,6 persen,’’ terang PRB.
Padahal, pada 2050, PRB meramalkan bahwa jumlah penduduk dunia meningkat 37 persen. Sayangnya, distribusi pertambahan populasi tidak merata. Negara-negara berkembang bakal mengalami pertumbuhan jumlah penduduk paling cepat. Terutama negara-negara berkembang di Benua Afrika. Di benua hitam itu, jumlah penduduk akan meningkat dua kali lipat pada 2050.
’’Eropa, Korea (Selatan), dan Jepang mulai panik,’’ kata Carl Haub, peneliti senior tentang kependudukan pada PRB. Mereka gencar mencari cara untuk meningkatkan natalitas demi terjaganya roda perekonomian. Untuk kali pertama dalam sejarah, menurut dia, populasi warga lanjut usia akan jauh mengungguli angkatan usia produktif pada 2050. (bloomberg/hep/c19/ami)