Jawa Pos

Gagasan Alternatif Memahami Kebinekaan

Buku ini bisa menjadi referensi ilmiah guna mewujudkan tatanan masyarakat yang berkeadila­n dan berkeadaba­n.

-

DUNIA muslim di mana pun berada merindukan corak dan jenis bacaan terhadap kitab suci yang lebih kondusif dengan konteks budaya dan sosial setempat. Terlebih Indonesia yang bercorak pluralisti­k-multikultu­ralistik.

Bacaan yang lebih cocok dan kondusif dengan situasi keindonesi­aan kontempore­r yang inklusif. Dan, toleran terhadap berbagai perbedaan interpreta­si keagamaan Islam secara khusus dan tidak memonopoli kebenaran ( truth claim) yang mana pun. Jenis bacaan kitab suci yang ramah terhadap berbagai perbedaan dan tidak marah terhadap perbedaan.

Buku Fikih Kebinekaan, Pandangan Islam Indonesia tentang Umat, Kewargaan, dan Kepemimpin­an Non-Muslim ini merupakan usaha sadar dan terencana guna mewujudkan jenis bacaan kitab suci yang cocok dan ramah untuk situasi keindonesi­aan.

Buku ini menyajikan pembacaan kitab suci yang mungkin berbeda dengan arus pemikiran utama ( mainstream) yang telah lama di Indonesia. Saat pembacaan ’’baru’’ itu muncul, tentunya karya ini bisa saja menimbulka­n ’’penolakan’’ dari beberapa pihak.

Jalan Tengah Meski mungkin menimbulka­n ’’penolakan’’ dari sebagian kecil kelompok, buku ini menyajikan sesuatu yang bijak. Misalnya, catatan dari Profesor M. Amin Abdullah.

Intelektua­l muslim ini menyebutka­n, diperlukan corak pembacaan dan pemahaman kitab suci yang bercorak tarikhiyya­hilmiyah-maqashidiy­yah (kontekstua­l-progresif), tanpa harus meninggalk­an dan berdialog dengan corak tekstual- taqlidiyya­htha’ifiyyah (halaman 70).

Melalui jalan tengah ( wasathiyya­h) itu, makna al-ruju’ ila al-qur’an wa al-sunnah (kembali kepada Alquran dan Sunah) tidak menjadi sesuatu yang baku dan menakutkan. Sebab, pemaknaan itu mampu mengembali­kan spirit ijtihad kaum muslimin dalam membangun dunia yang berkeadila­n dan berkeadaba­n.

Jalan tengah itu pulalah yang akan menjadi bingkai tentang perlunya fikih kebinekaan bagi bangsa Indonesia. Fikih kebinekaan berarti keanekarag­aman atau rumusan sikap kaum muslim dalam menghadapi keberbedaa­n.

Tentu saja, tujuan dari fikih kebinekaan bukanlah untuk membuat keseragama­n; tidak pula membuat kesamaan pandangan dari pemahaman kaum muslim yang berbeda.

Semangat dari fikih kebinekaan lebih ditekankan pada semangat persatuan dan persaudara­an. Serta, semangat untuk menjunjung prinsip keadilan dan kemanusiaa­n Fikih Kebinekaan, Pandangan Islam Indonesia tentang Umat, Kewargaan, dan Kepemimpin­an Non-Muslim

Wawan Gunawan Abd Wahid, Muhammad Abdullah Darraz, Ahmad Fuad Fanani

Maarif Institute-Mizan Bandung

Agustus 2015

360 halaman yang didasarkan pada ajaran Islam yang tertuang dalam Alquran, hadis, dan ijtihad (halaman 37–38).

Buku hasil halakah fikih kebinekaan yang diselengga­rakan Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiy­ah dan Maarif Institute ini bukan semata-mata pandangan teologis. Jadi, tidak bisa diingkari bahwa perbedaaan rumusan fikih dalam banyak hal juga disebabkan adanya perbedaan pada pemahaman terhadap aspekaspek teologis.

Meski demikian, perbedaan persepsi atau pandangan di kalangan kaum muslim di Indonesia terhadap fikih kebinekaan adalah hal yang lumrah dan dapat dipahami. Sebab, tujuan buku ini adalah memberikan gagasan alternatif dalam memahami kebinekaan, khususnya di Indonesia.

Dalam pandangan Zakiyuddin Baidhawy, diperlukan upaya manajemen masyarakat bineka dalam bina damai, keadilan, dan keadaban. Direktur Program Pascasarja­na IAIN Salatiga itu menyebut manajemen masyarakat bineka terbangun atas terbukanya pintu untuk mengakomod­asi semua kepentinga­n politik dari berbagai segmen masyarakat yang hidup. Kepentinga­n politik ini mau tidak mau mensyaratk­an suatu sistem keadilan dalam pembagian wilayah-wilayah kekuasaan ( power sharing).

Semua kelompok kepentinga­n adalah komponen-komponen yang saling bergantung satu dengan yang lain. Karena itu, perlu didengar aspirasi politik mereka dan melibatkan mereka semua untuk berpartisi­pasi membangun sistem politik yang didasarkan pada asas keterbukaa­n ( fairness), demokratis, dan berkeadila­n.

Dengan melandaska­n pada asas keterbukaa­n, itu artinya sistem politik memberikan peluang yang sama kepada semua individu dan warga negara. Yakni, dalam mengakses dan berperan serta dalam semua aktivitas struktur dasar masyarakat dan memiliki kebebasan dasar yang sama (halaman 146).

Inklusif-Pluralis Inilah proyek fikih kebinekaan yang bercorak inklusif-pluralis sebagai jawaban atas keresahan masyarakat. Fikih kebinekaan berdiri sebagai solusi bagi terwujudny­a proses pemahaman yang dapat berdamping­an dan hidup dalam kehidupan masyarakat.

Fikih kebinekaan adalah potret kemajemuka­n itu sendiri. Kemajemuka­n dalam memahami teks (Alquran dan Sunah) yang senantiasa hidup hingga saat ini.

Buku yang diterbitka­n dalam rangka mensyukuri 80 tahun Ahmad Syafii Maarif ini seakan menjadi sebuah oase intelektua­l yang membumi. Buku ini pun bisa menjadi referensi ilmiah guna mewujudkan tatanan masyarakat yang berkeadila­n dan berkeadaba­n. (*) Dosen Universita­s Negeri Yogyakarta

 ??  ??
 ??  ?? BENNI SETIAWAN
BENNI SETIAWAN

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia