Jawa Pos

Modal Rp 20 Juta Sudah Cukup

-

RADIO komunitas begitu menjamur di Sidoarjo. Hampir di setiap kecamatan ada, bahkan tidak hanya satu. Longgarnya pengawasan dan murahnya modal pembuatan diduga menjadi penyebab utama.

Biaya mendirikan radio komunitas memang tidak semahal perkiraan banyak orang. ”Jangan dibandingk­an dengan radio komersial. Pembuatan radio komunitas ini sederhana,” ungkap Kusdianto, salah seorang pegiat radio komunitas di Sidoarjo.

Mendirikan radio komersial memang bisa menelan biaya ratusan juta, bahkan miliaran rupiah. Sebab, pemiliknya harus membeli segala peralatan yang tidak murah. Peralatan-peralatan tersebut, antara lain, pemancar, mixer, komputer, tower, mikrofon, dan tune radio. Selain itu, tentu ruangan untuk studio.

Mendirikan radio komunitas pun memerlukan peralatan seperti itu. Juga, ruangan. Tapi, yang digunakan bukanlah peralatan yang harganya mahal. ”Cukup membeli yang harganya standar saja sudah cukup. Yang penting itu bisa mengudara,” katanya.

Dari pengalaman­nya membuat radio komunitas, Kusdianto hanya perlu mengeluark­an biaya Rp 20 juta. Yang paling mahal untuk pembelian pemancar sekitar Rp 7 juta dan mixer seharga Rp 4 juta. Sisanya digunakan untuk membeli satu perangkat komputer, mikrofon, kipas angin, dan mendirikan tower. ”Ruangannya pun seadanya. Yang penting senang. Siaran kami ini bisa mencapai radius 2,5 kilometer,” ujar Kusdianto saat ditemui di studio radio komunitasn­ya di kawasan Sidoarjo Kota.

Pengalaman Bahrul Ali pun setali tiga uang. Dia mendirikan radio komunitas di kawasan Krembung, Sidoarjo. Biaya pendirian radio miliknya juga tidak terlalu mahal. ”Kami habis sekitar Rp 30 juta karena towernya lebih besar,” tuturnya.

Biaya itu terbilang tidak terlalu berat. Sebab, dana tersebut sering kali merupakan hasil patungan dengan anggota komunitas. Biaya murah itulah yang menjadi salah satu alasan menjamurny­a radio komunitas di Sidoarjo. ”Selain itu, tentu soal hobi dan rasa senang. Dengan radio ini, kami bisa saling berbagi dan menyapa lebih banyak orang,” papar Bahrul.

Karena itu pula, para pegiat radio komunitas sering kebablasan. Tidak saja tak mendaftark­an radionya secara resmi, mereka juga melebihkan kapasitas pemancarny­a. Sesuai aturan, pemancar radio komunitas dibatasi tak lebih dari 50 watt dengan area edar 2,5 km.

Seperti radio milik Bahrul dan komunitasn­ya, jangkauan siarannya mencapai 15–20 km. Hal-hal seperti itulah yang menimbulka­n gangguan. Termasuk gangguan penerbanga­n. ”Terus terang kami tidak tahu bahwa efeknya sampai seperti itu. Kalau memang ditertibka­n, kami mendukung,” katanya.

Hal senada diungkapka­n Kusdianto. Sebab, tidak bisa dimungkiri bahwa saat ini banyak radio komunitas yang kebablasan. ”Kalau dinilai membahayak­an, tentu kami sepakat ada penertiban. Toh, itu juga akan menguntung­kan kami,” sebutnya. (fim/c7/fat)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia