Penyidik Mulai Telusuri Aliran Dana
Penipuan Calon Bintara Yang Diungkap Polrestabes
SURABAYA – Aparat Polrestabes tidak cukup puas meski sudah menangkap satu tersangka kasus penipuan calon bintara. Penyidik ingin mengungkap jaringan lain yang diyakini banyak berkeliaran di Surabaya. Salah satunya, meneliti aliran uang dari tersangka Kusuma Ningtyas. Langkah itu juga menjadi jalan untuk menjerat tersangka dengan kasus tindak pidana pencucian uang.
Langkah tersebut diambil karena penyidik merasa penasaran setelah mendengar keterangan tersangka Kusuma yang mengaku melakukan perbuatan itu seorang diri. Tersangka juga menyebutkan bahwa semua uangnya digunakan untuk kepentingan pribadi. ’’Ada beberapa yang tidak masuk akal. Makanya, keterangannya masih didalami lagi,’’ kata Kasatreskrim Polrestabes Surabaya AKBP Takdir Mattanete.
Salah satu yang dilakukan polisi adalah membuka aliran dana hasil penipuan. Dia mengungkapkan, tersangka menerima uang mahar untuk meluluskan tes menjadi bintara sebesar Rp 265 juta secara transfer. Sementara itu, sisanya dari total Rp 360 juta diserahkan secara tunai.
Takdir menjelaskan, penyidik masih meneliti aliran dana dari rekening yang digunakan tersangka untuk menerima transferan. Misalnya, ke mana saja uang tersebut mengalir. Berdasar analisis sementara, sebagian uang ditarik secara tunai melalui mesin ATM. Se lain itu, dalam pemeriksaan, Kusuma menuturkan bahwa sebagian besar uang lainnya ditransfer ke sejumlah rekening. Nah, penyidik ingin mengetahui rekening siapa saja yang menerima aliran uang dari Kusuma.
Menurut Takdir, diduga, pemiliknya adalah jaringan dari komplotan tersangka Kusuma. Tujuan penyidik bukan itu saja. Polisi juga ingin menjerat tersangka dengan pasal tindak pidana pencucian uang. Perwira dengan dua melati di pundak tersebut menyatakan, secara unsur, perbuatan tersangka memenuhi syarat untuk dijerat dengan pasal money laundering.
Penyidik menemukan beberapa kejanggalan dalam pengakuan tersangka. Salah satunya, pembagian uang dengan tersangka BM yang kini masih buron. Dalam keterangannya, BM merupakan penjaring korban yang hanya diberi Rp 17 juta. Padahal, dalam kronologi yang diceritakan tersangka dan korban, BM dan Kusuma memiliki peran yang seimbang. Mulai memengaruhi korban, pura-pura melatih fisik sebagai persiapan pendidikan polisi, sampai akhirnya menyerahkan uang.
Takdir mengungkapkan, jika uang yang diberikan memang hanya Rp 17 juta, itu menguatkan bahwa Kusuma adalah bagian dari jaringan besar penipu calon bintara. Sebab, jika hal tersebut hanya dilakukan dua orang, BM mestinya meminta imbalan lebih besar dari itu. (eko/c20/git)