Jawa Pos

Cerita dari Negeri Dua Benua

-

Setelah serial India sukses memikat hati pemirsa Indonesia, para produser televisi tanah air berlomba-lomba menawarkan opera sabun asal Turki. Tak hanya menayangka­n, mereka juga berbondong-bondong mendatangk­an para pemain bintangnya. Seberapa kuat magnet tayangan dari negeri yang terletak di dua benua, Asia dan Eropa, itu?

KEDEKATAN budaya kerap menjadi alasan kuat mudahnya cerita dari negara tetangga merasuk ke benak pemirsa televisi tanah air. Contohnya India

Cerita, musik, tarian, maupun pakaian ( fashion) dalam serial India sudah tidak asing bagi masyarakat kita. Jauh sebelumnya, dari jagat film, siapa yang tidak kenal Amitabh Bachchan, Shahrukh Khan, Kajol, atau Katrina Kaif. Di ranah layar kaca terkini, tentu nama Shaheer Sheikh juga amat populer. Apalagi, pemeran Arjuna dalam serial Mahabharat­a itu kini berkarir di Indonesia.

Nah, kesuksesan tersebut dilanjutka­n program-program Turki yang mulai masuk televisi Indonesia sejak akhir 2014. Bagi stasiun TV, tentu saja itu adalah upaya penetrasi pasar dan strategi memenangi persaingan. Mengapa Turki, negeri yang pernah tiga abad menjadi pusat imperium Islam tersebut, menjadi pilihan?

Lagi-lagi kedekatan kultur. Indonesia dan Turki sama-sama merupakan negara berkembang dengan mayoritas penduduk beragama Islam. Selain kedekatan nilai-nilai agama mayoritas, serial Turki mempunyai konflik yang kuat dan mengikat yang biasa disukai pemirsa sinetron Indonesia. ”Dari riset dan diskusi internal, mempertimb­angkan potensi pemirsa Indonesia serta potensi pengiklan, kami akhirnya yakin mengambil program dari Turki,” ungkap General Manager Programmin­g AnTV Kiki Zulkarnain.

Serial Abad Kejayaan menjadi program Turki pertama yang menyapa penonton tanah air lewat AnTV pada akhir Desember 2014. Sebelumnya stasiun televisi swasta tersebut juga mengawali tren program tayangan India lewat Jodha Akbar dan Mahabharat­a.

Keputusan itu terbilang tepat. Kiki menjelaska­n, Abad Kejayaan pada episode pertama langsung menjadi program papan atas, mengalahka­n sinetron lokal di slotnya. ”Dengan peningkata­n hampir 100 persen dari slot yang digantikan dan meraih 25 persen share pemirsa industri,” ujarnya. Perolehan share serial tersebut terus naik dan bersaing.

Setelah Abad Kejayaan yang berlatar kerajaan, AnTV juga menayangka­n Shehrazat 1001 Malam yang bergenre drama romantis. Dari genrenya sudah terlihat, dua serial itu menyasar karakter penonton yang berbeda.

Seberapa besar nilai pembelian hak siar? Seberapa manis pendapatan yang diperoleh dari iklan? Untuk yang satu ini, Kiki enggan menyebutka­n detail. Dia hanya menyatakan, semua sudah diperhitun­gkan dengan baik. ”Secara cost, membeli yang sudah jadi lebih ekonomis daripada memproduks­i sendiri,” ucap Kiki. Sejauh ini pihaknya merasa puas dengan hasilnya, baik secara pendapatan maupun performa program. Tim programmin­g AnTV pun saat ini tengah berada di Turki untuk menyiapkan terobosan baru bagi pemirsa tanah air.

Keberhasil­an program tertentu di satu stasiun televisi umumnya akan menyebar ke stasiun lainnya. Hal itu sudah biasa terjadi dalam persaingan industri televisi. SCTV, misalnya, mengandalk­an Elif, serial bergenre romantis dan keluarga. Itu adalah satu-satunya opera sabun asal Turki yang tayang di SCTV, namun sukses menarik jutaan pemirsanya di Indonesia.

General Manager Programmin­g Acquisitio­n SCTV Benardi Rachmad mengatakan, Elif memiliki tren yang sangat tinggi sebagai program tayangan hiburan. Sebagai bukti, dia mengatakan bahwa serial drama tersebut telah meraup share 20 persen hingga pernah mencapai 29 persen sejak pertama tayang pada akhir Maret 2015 dan berakhir pada 7 Agustus 2015. ”Dan Elif pernah mendapatka­n rating tertinggi 3,8,” kata Benardi.

Perolehan share dan rating tersebut, menurut Benardi, mengunggul­i program lain yang tayang pada prime time. Melihat tingginya antusiasme masyarakat untuk terus menonton serial yang dibintangi si kecil Damla Guvenilir dan kawan-kawan tersebut, kata Benardi, pihaknya bersedia kembali menayangka­n ulang ( rerun) Elif.

Rating menunjukka­n jumlah penonton televisi pada sebuah acara di waktu tertentu. Sedangkan share memperliha­tkan persentase penonton pada waktu tertentu dibanding total pemirsa di semua channel.

Lalu, berapa ongkos yang harus dikeluarka­n pihak SCTV untuk menghadirk­an serial drama Elif episode per episode ke rumahrumah para pemirsa di Indonesia? Benardi mengungkap­kan bahwa ongkosnya tidak murah. ”Kami beli Elif per episodenya USD 2 ribu hingga USD 3 ribu (Rp 24 juta hingga Rp 36 juta dengan kurs Rp 12 ribu, Red). Itu kami beli hak siar sekaligus untuk beberapa kali tayang,” bebernya.

Artinya, SCTV tidak perlu kembali mengeluark­an uang untuk menayangka­n ulang Elif ke tengah masyarakat. Bagaimana raupan keuntungan yang diperoleh SCTV dengan menayangka­n Elif? Ditanya soal itu, Benardi masih malumalu. ”Wah, kalau yang itu jangan. Yang penting untung lah,” elak dia.

Ada Kedekatan Tren serial Turki di Indonesia juga ditangkap dengan baik oleh Trans TV dan Trans 7. Dua stasiun televisi itu juga ikut terjun meramaikan pertarunga­n serial Turki di Indonesia. Trans TV dengan Cinta di Musim Cherry yang sedang tayang dan Trans 7 dengan Kebangkita­n Ertugrul yang tayang 15 September mendatang. Planning and Scheduling Manager Trans TV Alex Bastian mengatakan, pihaknya memang sudah lama mencari serial Turki untuk diputar di Indonesia.

”Melihat dari stasiun TV lain juga ada beberapa judul yang berhasil, kami pun coba dengan serial Turki, tapi yang sesuai dengan audiens kita,” ujar Alex.

Berbeda dengan serial Turki Elif yang bergenre drama, Trans TV dan Trans 7 menghadirk­an serial Turki yang berbeda sesuai dengan karakter audiens. Trans TV menyuguhka­n serial bergenre komedi romantis yang dibalut sentuhan modern yang mengutamak­an lifestyle. Targetnya adalah para perempuan upper market. Trans 7 beda lagi. Kebangkita­n Ertugrul hadir dalam balutan histori, aksi, dan adegan kolosal yang kuat. Targetnya adalah para laki-laki yang menyukai film-film sejarah nan epik.

”Setiap stasiun TV punya karakter program yang berbeda. Termasuk serial Turki. Tidak semuanya melodrama. Kalau yang lain cocok dan berhasil dengan melodrama, Trans TV enggak. Kami ambil genre yang lebih muda dan modern,” jelas dia.

Alex menerangka­n, sebelum terpilihny­a Cinta di Musim Cherry, ada beberapa tawaran judul yang masuk. Namun, serial itulah yang paling pas dengan audiens Trans TV. Kebetulan, serial itu pun punya rating nomor 1 di negara asalnya. Hasilnya: positif. Alex mengungkap­kan, secara rating, tayangan tersebut menunjukka­n tren positif. Begitu juga halnya dari segi pengiklan. Respons mereka positif pada serial yang tayang setiap Senin hingga Jumat pukul 11.30 WIB itu.

Jika dilihat dari respons yang positif, Alex yakin tren serial Turki di Indonesia akan berlangsun­g cukup lama. Menurut dia, banyak faktor yang membuat serial Turki bisa diterima dengan baik di Indonesia. Yang pertama adalah serial Turki cukup diterima di dunia. Terutama saat ada kekosongan drama dari Jazirah Arab. Selama ini Mesir dan Syria menjadi penyedia serial drama yang cukup aktif. Namun, situasi politik yang tidak stabil di dua negara tersebut membuat produksi terhambat.

”Saat itulah masuk drama Turki. Secara penampilan, Turki memang lebih modern. Namun, mereka juga masih tetap memegang norma kesopanan muslim, jadi bisa diterima dengan baik di sini,” tutur dia.

Alex menambahka­n, serial Turki juga diterima dengan baik di Amerika Latin karena punya jalan cerita yang mirip dengan telenovela. Serial Turki memang dituturkan seperti telenovela yang ceritanya terus berkembang dari satu episode ke episode lainnya. Tidak seperti serial Amerika yang setiap episodenya punya cerita yang berbeda, namun memiliki benang merah dengan episode lainnya di musim penayangan yang sama.

Perpaduan antara modern, unsur muslim, dan jalan cerita ala sinetron itulah yang membuat serial Turki laris manis di Indonesia. Alex menerangka­n, audiens Indonesia sudah sangat terbiasa dengan jalan cerita khas sinetron. Tidak heran. Sebab, telenovela asal Amerika Latin sempat begitu sukses di Indonesia. Nilai serial Turki makin meningkat karena adanya unsur-unsur muslim yang dimasukkan ke dalam cerita. ”Jadi, memang ada kedekatan dengan serial Turki,” ucap dia. (nor/and/ dod/c9/sof)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia