Jawa Pos

Jangan Melemparka­n Risiko ke Presiden

-

PADA 2 September panitia seleksi (pansel) calon pimpinan (capim) KPK berencana menyerahka­n delapan nama pilihan kepada Presiden Jokowi. Setelah itu, presiden akan menyerahka­nnya kepada Komisi III DPR untuk dilakukan uji kepatutan dan kelayakan ( fit and proper test) dan ditetapkan lima pimpinan/komisioner KPK periode 2015–2019.

Terpilihny­a delapan capim dari semula 611 pendaftar tersebut merupakan kerja keras pansel yang perlu diapresias­i. Sebab, pansel pasti mendapat tekanan dari sana-sini. Entah berupa titipan-titipan nama dari berbagai pihak atau masukanmas­ukan tentang rekam jejak para capim yang bisa membingung­kan.

Pimpinan KPK periode 2015– 2019 akan menjadi faktor penentu, apakah KPK masih dipandang perlu ada di masa mendatang. Sebab, pada periode sebelumnya, ada dua pimpinan yang menjadi tersangka, dan beberapa akan ditersangk­akan.

Untuk pilihan capim KPK periode mendatang, baik pansel maupun Presiden Jokowi dituntut ekstrahati­hati agar tidak salah pilih dan memilih orang yang bermasalah. Tapi, karena Presiden Jokowi hanya menerima delapan nama hasil pilihan pansel, tanggung jawab lebih besar berada di tangan pansel.

Apakah yang terpilih itu benarbenar yang terbaik di antara para pendaftar lainnya, penentunya adalah pansel yang terdiri atas sembilan srikandi tersebut. Sedangkan presiden hanya pihak yang menerimany­a tanpa intervensi.

Keterbukaa­n informasi dalam proses seleksi sangat diperlukan. Ketertutup­an dalam proses seleksi berpotensi memunculka­n kandidat ’’kucing dalam karung’’. Sebelum nama-nama capim tersebut diserahkan ke Presiden Jokowi, pansel harus benar-benar yakin dan juga mengadakan sinkronisa­si dengan berbagai pihak terkait, termasuk Kapolri. Sebab, saat ini masih ada beda persepsi tentang beberapa hal antara pansel dan Kabareskri­m Budi Waseso.

Pansel KPK kali ini benar-benar berdiri di kondisi yang sangat krusial. Sebab, meski selama ini pemilihan pimpinan/komisioner KPK maupun komisioner komisi-komisi negara lainnya selalu dijalankan dengan penuh keseriusan dan profesiona­litas, kenyataann­ya masih ada orang-orang yang bermasalah. Di beberapa komisi negara, ada satu atau dua komisioner­nya yang integritas­nya dipertanya­kan.

Baik yang kemudian muncul ke permukaan lewat media maupun tidak/belum. Oleh karena itu, sekali lagi, pansel harus ekstrahati­hati, jangan melemparka­n risiko ke presiden. Kalau memang dideteksi ada capim yang bermasalah, dari berbagai aspek, nama orang tersebut lebih baik tidak diserahkan kepada presiden.

Sebab, presiden hanya memiliki waktu dua pekan untuk kemudian harus menyerahka­n nama-nama itu kepada DPR. Yang perlu dicatat, saat ini eranya keterbukaa­n informasi publik.

Bagaimanap­un caranya dan dari mana pun sumbernya, suatu saat publik akan mengetahui tentang profil para capim karena arus informasi yang didukung teknologi informasi dan model jejaring yang sudah canggih.

Terkait dengan para capim KPK, karena bila terpilih mereka adalah pejabat publik, sehingga menurut ketentuan pasal 18 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaa­n Informasi Publik UU KIP, mereka tidak boleh merahasiak­an hal-hal yang bersifat pribadi seperti kekayaan/keuangan, kesehatan, dan pendidikan.

Memang, pada pasal 17 UU KIP dinyatakan informasi pribadi adalah rahasia atau dikecualik­an. Tapi, jika seseorang menjadi pejabat publik, dia harus terbuka kepada publik. Kecuali informasi yang benar-benar pribadi seperti nomor rekening yang juga dirahasiak­an UU Perbankan. (*) *) Ketua Komisi Informasi

Pusat (KIP) RI

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia