Pengusaha Minta Buruh Paham Situasi
Ekonomi Sulit, Tuntut UMP Naik 25 Persen
JAKARTA – Situasi perekonomian yang memburuk tidak membuat buruh mengendurkan tuntutannya. Besok, 1 September 2015, Gerakan Buruh Indonesia (GBI) melakukan aksi. Salah satu yang menjadi tuntutan adalah kenaikan upah minimum pekerja (UMP) 2016 sebesar 25 persen.
Kalangan pengusaha sangat menyesalkan adanya gerakan yang tidak memahami situasi perekonomian tersebut. Direktur PT Indofood Franciscus Welirang mengatakan, dunia usaha di Indonesia butuh dukungan semua pihak untuk melewati kondisi ekonomi yang lesu. Namun, serikat buruh malah mengambil sikap yang menyulitkan dunia usaha. ”Seharusnya semua bersatu daripada hanya memikirkan kepentingan sendiri. Kalau sudah melewati, barulah bisa dibahas hal-hal seperti ini,” jelas pria yang menjabat ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) itu saat dikonfirmasi tadi malam.
Dia menegaskan, pihaknya jelas tidak akan mampu mengakomodasi kenaikan gaji sebesar 25 persen. Menurut dia, permintaan buruh soal UMP memang sering kali tidak berbasis pada kondisi secara keseluruhan.
”Saya mohon para buruh berpikir lebih bijak lah. Pada saat dunia usaha seharusnya menggenjot produktivitas untuk mempertahankan daya saing, mereka malah berdemo,” katanya.
Ketua Serikat Pekerja Nasional (SPN) Iwan Kusumawan menyatakan, pihaknya sengaja menuntut adanya kenaikan UMP tahun depan sebesar 25 persen. Kenaikan tersebut berdasar pada perhitungan komponen hidup layak (KHL) baru yang bakal diusulkan pihak buruh. Dalam usul KHL itu, buruh menambahkan 24 komponen baru pada 60 komponen yang sudah disepakati.
”Kami menuntut agar KHL ditambah menjadi 84. Sebab, kami menilai masih banyak komponen yang dibutuhkan pekerja dalam kehidupan sehari-hari yang belum masuk dalam KHL,” ungkapnya di Jakarta kemarin (30/8).
Tambahan komponen tersebut, lanjut dia, menyangkut lima aspek. Yakni, perumahan, sandang, kesehatan, pendidikan, dan kemasyarakatan. Contohnya, komponen gorden, kipas angin, dan mesin cuci dalam aspek perumahan. Atau, komponen ponsel dan pulsa pada aspek kemasyarakatan. ”Masih banyak hal yang harus diperhatikan pemerintah. Misalnya, kaus lengan pendek, jaket, televisi, kosmetik, sampai dompet. Saya kira tuntutan masih rasional,” imbuhnya.
Dia menegaskan, tuntutan kenaikan gaji dan KHL tersebut juga menjadi kesimpulan beberapa sikap buruh.
Pertama, sikap pekerja yang menolak adanya rencana penetapan UMP selama beberapa tahun sekali. Kedua, pemerintah dan pengusaha yang menggunakan kondisi ekonomi sebagai alasan untuk meningkatkan kesejahteraan buruh atau bahkan melakukan PHK. (bil/c7/kim)