Lihat Motif sebelum Memotong
BANYAK orang yang kecewa terhadap hasil polesan batu pancawarna. Penyebabnya bukan jenis batu yang jelek, tapi kesalahan saat memoles. Karena itu, ada tip yang harus diperhatikan supaya mendapat hasil memuaskan.
Pertama, melihat serat batu tersebut. Apakah coraknya vertikal atau horizontal. Kedua, perhatikan motif di batu tersebut. Setelah motif ditemukan, mulai lakukan pemotongan. ’’Jangan terbalik, potong dahulu, baru melihat motif yang tampak,’’ kata Denden, pemerhati batu.
Penentuan vertikal atau horizontal juga disesuaikan dengan tujuan. Apakah dipakai liontin, cincin, gelang, atau dimanfaatkan untuk lainnya. Biasanya pemotong batu tidak memperhatikan hal itu. Mereka asal memotong tanpa melihat motif dan serat. Hasilnya, batu pancawarna tidak berbeda dengan batu biasa. Motif yang diinginkan tidak keluar. Warna dan seratnya juga tidak tampak.
Karena itu, konsultasi terlebih dahulu kepada ahli pemotong batu. Lihat secara detail motif dan arah serat. Setelah itu, tentukan titik yang akan dibuat batu. Bila tepat, satu bongkahan batu bisa menjadi beberapa motif.
Sukses membuat batu, langkah selanjutnya adalah melakukan perawatan. Merawat batu pancawarna sangat mudah. Cukup digosok dengan kain. Intensitas penggosokan harus sering. ’’Bisa ditambah dengan serbuk intan,’’ kata Denden.
Namun, sebagian pemilik batu akik kerap menggunakan cara sederhana. Yakni, menggunakan minyak kayu putih. Lalu, menggosok sesering mungkin. ’’Cara ini sudah cukup, hasilnya juga maksimal,’’ jelasnya. ( riq/ c7/ git)
bisa dibilang sumber batu mulia jenis pancawarna. Batu tersebut terdapat di berbagai daerah. Mulai Jawa Barat hingga pelosok Papua. Namun, di antara asal batu pancawarna, batu dari Garut dan Sungai Klawing, Kabupaten Purbalingga, yang paling populer.
Denden A. Jonantha, pemerhati batu, memerinci beberapa nama yang khas dengan pancawarna. Yakni, hitam, merah, oranye telur kepiting, putih mangkuk, dan hijau. Selain itu, di batu tersebut terdapat serat. ’’Ini paling penting karena pesona batu akan makin terlihat,’’ jelasnya.
Serat juga menjadi ciri khas asal batu pancawarna itu. Warna serat batu pancawarna Garut adalah tembaga, berbeda dengan pancawarna Papua yang seratnya berupa warna emas. Dengan begitu, pemerhati batu pasti dengan mudah bisa membedakan pancawarna Garut atau bukan.
Berdasar warna, batu pancawarna Garut lebih menonjol. Bahkan, banyak yang mengilap dan membentuk motif pemandangan. Warna itulah yang menjadi daya tarik masyarakat untuk berburu batu pancawarna Garut.
Batu pancawarna Garut ditemukan di Kampung Sindangharja, Desa Sukarame, Kecamatan Caringan, Garut. Penambangan batu tersebut dimulai sejak 1984. Namun, batu itu baru booming sejak 2010. Dheny Sutanto, penggemar batu pancawarna, membenarkan bahwa batu dari Garut lebih mencolok. Namun, dia menilai motif Klawing lebih kaya. Warna dan serat Klawing lebih beragam. Batu pancawarna Klawing ditemukan di bukit atau sungai.
Sebenarnya, asal batu pancawarna dan fosil sama. Denden mengungkapkan, batu pancawarna berawal dari kayu yang mengeras. Sebelum membentuk pancawarna, batu termasuk jenis fosil. ’’Prosesnya membutuhkan 35 juta tahun,’’ katanya.
Batu pancawarna dikenal dalam dua macam, yakni badar dan kristal. Pembedaan dua macam batu itu dikenal pada kontes akik. Pancawarna badar lebih padat sehingga tidak tembus cahaya. Banyak yang suka dengan jenis tersebut karena warnanya lebih mencolok.
Pancawarna kristal tembus cahaya. Motifnya juga bagus, namun warna yang ditonjolkan tidak sekuat badar. Sebagian besar mas masyarakat menjadikan pancawa warna kristal sebagai liontin. ’’M ’’Masing-masing memiliki nilai leb lebih,’’ ungkapnya.
H Hingga kini, harga batu pa pancawarna masih tinggi. Se Semakin bagus serat yang dit ditampilkan, harganya makin mahal. Den den maupun Dhenyh lebih suka mengoleksi ba batu itu. ’’ Mo tifnya tidak m membosankan,’’ ucap Dende den. (riq/c20/git)