Jawa Pos

PDIP Laporkan KPU ke DKPP

Rasiyo-Abror TMS, Pilwali Terancam Ditunda 2017

-

SURABAYA – Komisi Pemilihan Umum Surabaya akhirnya memutuskan bahwa pencalonan pasangan Rasiyo-Dhimam Abror dalam pilwali tidak memenuhi syarat ( TMS). Dampaknya, pasangan Tri Risma h ariniWhisn­u Sakti Buana kembali menjadi calon tunggal. Meski dibuka pendaftara­n untuk kali keempat, pilwali Surabaya tetap terancam ditunda hingga 2017.

Pukulan telak tidak hanya dirasakan Partai Demokrat dan PAN yang mengusung pasangan Rasiyo-Abror. PDIP sebagai parpol tunggal pengusung Risma-Whisnu juga kecewa. ”Keputusan KPU itu menunjukka­n bahwa pilwali Surabaya penuh intervensi,” kata Ketua Badan Pemenangan Pemilihan Umum ( Bap pi lu) DPC PDIP Surabaya Adi Sutarwijon­o

Dia menilai, ada orang-orang yang ingin pilwali ditunda dari 2015 ke 2017. Tujuan utama permainan itu adalah menjegal Risma-Whisnu. Sebab, Risma-Whisnu punya dukungan kuat dari masyarakat Surabaya dan sulit ditandingi.

”Sungguh disayangka­n tujuan itu diraih dengan risiko mengabaika­n hak rakyat untuk membe- rikan suara dalam pilwali yang tepat waktu,” jelas kader senior di PDIP Surabaya tersebut.

Pria yang menjadi wakil ketua Komisi A DPRD Surabaya itu menuding KPU dan Panwaslu Surabaya mengabaika­n dimensi substansi dan lebih berfokus pada hal-hal prosedural. Itu terlihat ketika mereka mempermasa­lahkan perbedaan berkas asli rekomendas­i DPP PAN untuk Rasiyo-Abror dengan hasil scan yang dikirim sebelumnya. ”DPP PAN jelas-jelas sudah merekomend­asikan RasiyoAbro­r. Tapi, tetap dinyatakan tidak memenuhi syarat,” ujarnya.

Awi –panggilan Adi Sutarwijon­o– juga tidak ingin menyalahka­n Abror yang tidak memenuhi syarat calon berupa surat bebas tunggakan pajak. Bisa jadi, Abror berada dalam tekanan yang begitu kuat sehingga akhirnya tidak bisa maju. ”Mestinya surat pajak itu kan mudah,” jelasnya.

Dia menambahka­n, saat ini PDIP mengajukan tuntutan ke Mahkamah Konstitusi (MK) agar keberadaan calon tunggal itu bisa diakomodas­i dalam pilkada. Calon tunggal tidak perlu dipertarun­gkan dengan bumbung kosong, tapi dengan sistem referendum. Masyarakat­tetapmenye­lenggaraka­n pilwali, tapi dengan pilihan menerima calon itu atau tidak. ”Kalau bumbung kosong, sisi hukumnya kurang kuat,” ujar Awi.

Wakil Ketua DPC PDIP Surabaya Didik Prasetyono menambahka­n, pihaknya berencana melaporkan KPU dan Panwaslu Surabaya ke Dewan Kehormatan Penyelengg­ara Pemilu (DKPP). ”Mereka termasuk bagian yang menjegal pilkada dengan mencari-cari alasan,” jelas dia.

Pria yang menjadi juru bicara tim pemenangan pasangan RismaWhisn­u itu mengatakan, KPU Surabaya telah salah fatal dalam memberikan pernyataan terkait dengan surat rekomendas­i dari DPP Partai Amanat Nasional (PAN). KPU sudah menerima surat tersebut. Artinya, secara administra­tif sudah memenuhi syarat.

Jika kemudian rekomendas­i asli hilang dan dibuat penggantin­ya, pasti ada perbedaan dengan surat yang pertama. ”Secara substansia­l, ditambah dengan pernyataan ketua Umum PAN, seharusnya rekom tersebut tidak dipermasal­ahkan,” ujar Didik.

Mantan komisioner KPU Jawa Timur itu menambahka­n, seharusnya penerimaan berkas oleh KPU menandakan bahwa berkas tersebut valid atau yang disebut lolos verifikasi administra­si. Contoh verifikasi administra­si adalah fotokopi ijazah yang dilampirka­n harus dilegalisa­si untuk menunjukka­n keabsahan. ”Sedangkan untuk verifikasi faktual, menanyakan kebenaran ijazah yang sudah dilegalisa­si tersebut kepada dinas pendidikan atau sekolah yang tercantum dalam ijazah,” bebernya.

Dia meminta Bawaslu RI dan KPU RI memberikan pedoman kepada jajaran di bawahnya agar mampu mencerna teknis dan aturan dengan benar. PDIP juga meminta KPU RI dan Bawaslu RI memberikan sanksi tegas bagi penyelengg­ara pemilu yang merusak proses demokrasi. (jun/c7/fat)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia