Sekolah Kawasan Terancam Dicoret
Surabaya akan kehilangan aset bernilai miliaran rupiah. Tidak seluruh program SMA/ SMK berlanjut. Itu merupakan dampak berlakunya UndangUndang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah pada 2017. Saat itu semua SMA/SMK berada di bawah kendali P
RISIKO tersebut, suka atau tidak, akan diterima Kota Surabaya. Kini Dinas Pendidikan (Dispendik) Surabaya melakukan pendataan. Mulai sumber daya manusia (SDM), pembiayaan, aset, hingga sarana dan prasarana. Ditanya mengenai nominal aset pemkot yang akan diberikan ke provinsi, Ikhsan mengatakan belum tahu pasti. ’’Bisa saja mencapai triliunan rupiah,’’ ujarnya.
Meski kehilangan aset yang cukup besar, Ikhsan menyatakan tidak terlalu mempersoalkannya. Justru hal yang mengganggu pikirannya adalah pelaksanaan program pendidikan menengah dan kejuruan yang selama ini sudah berlangsung. Bisa jadi, program tersebut tidak akan berlanjut.
Mantan kepala badan pemberdayaan masyarakat dan keluarga berencana itu menyebut sekolah kawasan. Itu merupakan program sekolah unggulan di setiap wilayah kota ini. Di Surabaya, ada 12 sekolah kawasan setingkat SMA.
Ada kemungkinan sekolah kawasan tersebut dihapus ketika UU No 23 berlaku. Sebab, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Jatim Saiful Rachman pernah mengatakan akan memeratakan kualitas semua sekolah. Tidak ada sekolah yang paling diunggulkan. Tidak ada ’’anak emas” dalam pendidikan di Jatim. Sekolah kawasan mungkin dicoret. Bahkan, Saiful juga memperbolehkan siswa dari luar kota sekolah di Surabaya tanpa ada batasan kuota sama sekali. Hal tersebut berbeda dengan kebijakan yang ditetapkan dispendik. Selama ini siswa luar kota yang bersekolah di Surabaya hanya dibatasi 2 persen dari total penerimaan.
Terkait dengan hal itu, Ikhsan mengaku pasrah. Dia berharap kebijakan yang selama ini sudah berlangsung tetap berlanjut pada 2017. ’’Sayang bila sistem yang sudah tertata ini tidak berlanjut,’’ tuturnya.
Kepala Bidang Pendidikan Menengah dan Kejuruan Dispendik Surabaya Sudarminto menambahkan, proses inventarisasi khusus sarana dan prasarana telah rampung. ’’Sekarang masih proses inventarisasi personalia dan pembiayaan,’’ papar mantan kepala SMAN 8 tersebut. Personalia menyangkut jumlah guru SMA dan SMK, sedangkan pembiayaan berkaitan dengan pendataan estimasi biaya yang selama ini digunakan selama proses belajar mengajar, kegiatan sekolah, dan gaji guru. ’’Untuk inventarisasi pembiayaan, kami targetkan selesai pada 2 september,’’ ujarnya.
Sementara itu, Saiful mengatakan, pemprov akan mengeluarkan sejumlah dana untuk pembiayaan SMA/ SMK. Nanti ada simulasinya terlebih dahulu. Besaran dana tidak sama antarsekolah maupun dengan kabupaten/kota lain. ’’Dari situ tahu dananya kurang atau lebih,’’ imbuhnya.
Simulasi berlangsung tiga bulan sebelum 1 Januari 2017. Sebagai kepanjangan tangan, dikbud akan membentuk unit pelaksana teknis (UPT). Menurut Saiful, tidak semua kabupaten/kota memiliki UPT. Bisa jadi satu UPT untuk pemkab dan pemkot. ’’Bergantung pada kebutuhan dan jumlah sekolah dalam satu daerah,’’ ungkapnya.
Kinerja UPT itu nanti bisa dikatakan sebagai penggati tugas dinas pendidikan (dispendik) kabupaten/kota. Tentu, kewenangan dua instansi tersebut tidak akan bersinggungan. Kewenangan UPT dan dispendik bisa diatur sedemikian rupa agar bersinergi. ’’Yang terpenting, tidak ada yang diragukan dalam pelaksanaan UU No 23,” ungkap mantan kepala SMKN 4 Malang itu. Nanti semua SMA dan SMK memberikan laporan langsung ke UPT. Bukan lagi ke dispendik.
Bagaimana dengan status pegawai dan guru? Saiful menjelaskan, status akan berubah menjadi pegawai provinsi. Mulai PNS, guru tetap, guru tidak tetap (GTT), hingga pegawai outsourcing. ’’Otomatis masuk ke pemprov,’’ katanya. ’’Tidak perlu cemas. Yang sebelumnya pembayaran sekolah gratis, bisa jadi, nanti gratis juga,” lanjutnya. (ina/bri/c7/ai)