Rumah Kelas Menengah Masih Primadona
Perkembangan Gresik makin menarik. Penduduknya semakin membutuhkan permukiman yang aman, nyaman, dan terjangkau. Konsumen tidak melulu melirik harga. Konsep hunian pun jadi pertimbangan utama.
penyesalan berulang-ulang muncul dari Budhi Darmawan, 35. Pengusaha kuliner yang kini mengontrak rumah di kawasan Randuagung itu mengaku kehilangan kesempatan. Sempat mengincar satu kavling rumah yang sedang dibangun pengembang Perumahan Pondok Permata Suci (PPS), Manyar, pada Juni lalu, dia kalah cepat.
”Kelamaan waktu itu,” kata lelaki 35 tahun tersebut. Budhi tidak menyangka 240 unit perumahan baru tersebut ludes hanya dalam tiga jam. Menurut dia, harganya memang menggiurkan untuk kawasan itu. Hanya Rp 170 juta per unit. Dia lebih kaget karena deretan antrean baru sudah panjang untuk pembangunan tahap berikutnya. ”Saya suka lokasinya. Perumahannya juga sudah tertata,” kata Budhi.
Lain Budhi, lain pula Yuliati, warga Dahanrejo. Pegawai perusahaan swasta itu mengaku kesulitan mencari rumah yang terjangkau di Gresik. Menurut dia, sudah agak jarang pengembang di Kota Giri yang menawarkan rumah dengan harga di bawah Rp 250 juta.
Kalaupun ada, lanjut dia, biasanya tawaran tersebut berupa rumah kavlingan dari pengembang perorangan. Masalahnya, perumahan seperti itu biasanya hanya punya fasilitas pas-pasan. ”Jalan aksesnya tidak luas. Fasumnya juga kurang,” katanya.
Budhi dan Yulati merasakan kebutuhan hunian sangat mendesak. Namun, mereka tetap harus berhitung jeli sebelum menentukan hendak tinggal di mana. Prioritasnya hitunghitungan harga.
”Di Gresik, lebih dari 60 persen konsumen memilih perumahan kata A. Zainul Arief dari Divisi Perumahan Menengah Besar DPD Realestate Indonesia (REI) Jatim. Mereka membidik perumahan dengan kisaran harga Rp 200 juta hingga Rp 400 juta.
Angka permintaan perumahan sangat tinggi. Namun, konsumen menyesuaikan rumah pilihan mereka dengan kondisi keuangan. ”Rata-rata mengaku sanggup membeli rumah di kisaran harga itu,” katanya.
Selain harga, warga Kota Giri punya pertimbangan lain. Mereka mempertimbangkan konsep kawasan hunian yang sedang dibangun, ketercukupan fasilitas, hingga nilai investasi. Mereka bakal melakukan survei berkali-kali. Lokasi rumah yang disurvei pun beragam.
Dengan potensi pasar dan karakter konsumen seperti itu, pengembang perumahan di Gresik berlomba-lomba membangun permukiman yang memenuhi keinginan konsumen tersebut. ”Sebab, trennya sekarang seperti itu. Harga memang prioritas. Tapi, penataan hunian juga jadi pertimbangan,” kata Dirut PT Bumi Lingga Pertiwi (BLP) Rahmat Ridlo, pengembang setempat.
Menurut Ridlo, ada sejumlah faktor di luar harga. Salah satunya kecukupan sarana-prasarana vital. Sebut saja jalan atau fasum, fasilitas pendidikan- kesehatan, dan kemudahan akses untuk memperoleh kebutuhan sehari-hari.
Ada pula yang unik. Ridlho menyebutkan, ada satu segmen konsumen yang tidak terlalu memperhitungkan ukuran rumah maupun luas lahan. Mereka rata-rata keluarga muda. Apa alasannya? ”Karena mereka menghabiskan banyak waktu di luar rumah. Jadi, rumah cukup untuk istirahat,” ujarnya.
Segmen itu pun, papar Ridlo, menjadi pertimbangan khusus pengembang. ”Intinya, bagaimana developer bisa mencukupi kebutuhan mereka. Misalnya, tempat bermain anak atau sarana rekreasi bagi keluarga kecil itu,” katanya.
Segmen lain adalah konsumen yang berfokus pada investasi. Mereka rata-rata membeli rumah dengan tujuan untuk disewakan atau dijual lagi. Pembeli dengan tujuan investasi tersebut mengincar perumahan dengan luas lahan paling tidak 5 hektare. ”Dari sisi investasi itu lebih prospektif,” kata Ridlo. (ris/c6/roz)