Guyonan yang Merepotkan
YANG dilakukan Larethia Haddon ini barangkali bisa menjelaskan apa yang dimaksud dengan guyonan ”tidak sehat” itu. Perempuan asal Detroit tersebut menikmati sekali kalau ada orang yang kaget, sangat kaget, bahkan sampai menelepon polisi karena guyonannya.
Seperti dilansir Metro kemarin WIB (12/10), warga Detroit itu menaruh jenazah di halaman depan rumahnya
Atas rumor tersebut, Direktur Navigasi Penerbangan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Novie Riyanto tidak membenarkan maupun menampik. Menurut dia, kemungkinan itu masih ada. Apalagi, emergency lo cator transmitter (ELT) yang dipasang di heli tidak terdeteksi hingga kini.
ELT diduga rusak karena benturan sangat keras. Sehingga tim search and rescue (SAR) tidak bisa menentukan dengan pasti lokasi heli sebelum akhirnya hilang. Sebagai gambaran, ELT merupakan salah satu perangkat penting bagi pesawat. Jika pesawat mengalami kecelakaan, perangkat tersebut akan memancarkan sinyal untuk mem beritahukan lokasi keberadaannya.
Rumor itu pun diperkuat dengan laporan salah seorang warga yang tengah berada di sekitar Danau Toba pada waktu kejadian, Minggu (11/10). Menurut Novie, warga yang kala itu tengah memancing sempat mendengar suara heli terbang. Tak lama kemudian, terdengar suara benda tercebur ke air cukup kencang sebelum akhirnya suara heli tersebut menghilang. ”Segala kemungkinan ada, jatuh ke air atau tanah. Kami terima laporan warga seperti itu. Semua info masih kami telusuri,” ujarnya di Jakarta kemarin (12/10).
Pencarian yang masih abu-abu juga disebabkan heli dengan registrasi PK-BKA tersebut tidak melakukan kontak sama sekali dengan pihak air traffic service (ATS). Dengan kata lain, pilot tidak membuat flight planning sebelum terbang. Karena itu, pihak air traffic control (ATC) tidak bisa mendeteksi lokasi heli yang membawa lima orang tersebut sebelum hilang. Itulah sebabnya, pencarian heli EC130 tersebut kini hanya mengandalkan cara manual, yakni laporan dari warga. ”Dia tidak lapor mau terbang. Kami tahu hilang juga saat perusahaannya melapor bahwa heli milik mereka tak kunjung datang,” ungkapnya.
Tidak hanya lalai dalam kewajiban membuat rencana penerbangan, pilot juga diketahui menyalahi aturan safety untuk jarak pa n dang ( visibilitas). Novie membeberkan, berdasar laporan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), saat lepas landas dari Siparmahan, visibilitas hanya 400–800 meter. Hal itu merupakan pelanggaran serius. Sebab, sebagai pilot, Kapten Teguh Mulyatno seharusnya tahu jarak aman untuk menerbangkan sebuah heli atau pesawat udara. ”Minimal itu 5.000 meter,” tegasnya.
Menyusul musibah tersebut, izin usaha angkutan udara niaga tidak berjadwal milik PT Penerbangan Angkasa Semesta (PAS) terancam dicabut. Keputusan itu diambil setelah menimbang jumlah kepemilikan pesawat perusahaan tersebut.
Merujuk Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan dan Peraturan Menteri 97/2015, jumlah kepemilikan pesawat udara untuk izin usaha angkutan udara niaga tidak berjadwal minimal 3 unit (1 dimiliki dan 2 dikuasai). Direktur Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara Mohammad Alwi menerangkan, PT PAS mengoperasikan tiga pesawat udara sebelum tragedi itu terjadi.
” Tapi, dengan kejadian lost contact pesawat EC130 B4 registrasi PK-BKA dan jika pesawat tersebut dinyatakan mengalami accident dan total loss, jumlah pesawat yang beroperasi sudah tidak memenuhi persyaratan,” paparnya.
Kepala Tim Rescue SAR Medan Pandawa mengatakan, pihaknya melakukan penelusuran lewat darat, udara, maupun air di Danau Toba. ”Untuk wilayah darat dilakukan di daerah Lumbanjuru (antara Porsea dan Balige, Red),” ujarnya kepada Sumut Pos ( Jawa Pos Group) kemarin sore.
Penelusuran lewat udara dilakukan kemarin sekitar pukul 16.00. Tim menyisir titik yang diduga kuat sebagai lokasi kontak terakhir. ”Sejauh ini belum ada laporan dari kru kami atas pencarian melalui udara tersebut,” ujar Pandawa. Tim gabungan juga menyisir lokasi yang diduga terdapat puing-puing helikopter berjenis PK ADY tersebut.