Vokal Tolak Bantuan Asing karena Bikin Pejabat Serakah dan Korup
Getol Amati Jurang Kemiskinan, Angus Deaton Jadi Nobelis Ekonomi
NOBEL Ekonomi menjadi milik Angus Deaton. Kemarin (12/10) Royal Swedish Academy of Sciences mengumumkan nobelis terakhir dalam rangkaian perhelatan Nobel 2015 itu di Kota Stockholm, Swedia. Pria kelahiran Kota Edinburgh, Skotlandia, tersebut menang berkat analisisnya tentang konsumsi, kemiskinan, dan kesejahteraan masyarakat.
’’Saya terkejut sekaligus gembira,’’ kata Deaton dalam jumpa pers setelah menerima telepon pemberitahuan dari Royal Swedish Academy of Sciences. Sebagai nobelis, dia berhak atas hadiah 8 juta kronor atau sekitar Rp 13 miliar. Seperti nobelis yang lain, dia akan menerima penghargaan bergengsi itu 10 Desember mendatang.
Ekonom 69 tahun tersebut menarik perhatian panitia nobel lewat analisis ekonomi yang dikaitkannya dengan kemiskinan serta tingkat kesejahteraan masyarakat. ’’Dia menekankan analisisnya pada hubungan antara konsumsi individu dan dampak pengeluarannya terhadap masyarakat,’’ terang panitia. Analisis itu tidak hanya memengaruhi ekonomi mikro maupun makro, tetapi juga pertumbuhannya.
Hasil analisis Deaton, menurut Royal Swedish Academy of Sciences, sangat berperan bagi kehidupan seluruh kalangan masyarakat. ’’Riset yang dia lakukan tentang kesejahteraan tidak hanya menyentuh masyarakat di negara-negara miskin, tetapi juga memberikan pengaruh yang besar bagi para pembuat kebijakan serta masyarakat terpelajar,’’ lanjutnya.
Analisis Deaton berpijak pada tiga pertanyaan utama tentang perekonomian. Yakni, bagaimana konsumen membelanjakan uang mereka, sebe- rapa banyak pendapatan masyarakat yang dialokasikan untuk berbelanja dan menabung, serta bagaimana cara mendefinisikan dan menganalisis kemakmuran serta kemiskinan. Selama ini, tiga topik itulah yang membentuk perekonomian dunia.
’’Saya sangat suka mengamati kemiskinan di dunia ini. Saya juga suka mengamati perilaku manusia serta faktor-faktor yang membuat hidup mereka sejahtera,’’ ungkap Deaton dalam jumpa pers kemarin. Karena itu, dia merasa sangat tersanjung saat panitia nobel menobatkan dirinya sebagai penerima Nobel Ekonomi 2015.
Dalam kesempatan tersebut, dosen Princeton University itu juga mengungkapkan impiannya tentang pemerataan kesejahteraan di segala penjuru dunia. ’’Saya bermimpi, suatu hari nanti kemiskinan di dunia ini sir- na. Semakin hari, kemiskinan yang ekstrem akan semakin berkurang,’’ ungkapnya. Tetapi, sebagai ekonom, dia juga tidak mau terlalu optimistis.
Selain dikenal sebagai ekonom yang banyak mencurahkan perhatiannya pada masalah kemiskinan, Deaton merupakan kritikus bantuan asing. Ya, di mata teman-temannya, pria yang memegang kewarganegaraan ganda Inggris dan Amerika Serikat (AS) itu memang vokal mengkritisi bantuanbantuan asing untuk negara miskin. ’’Bantuan semacam itu lebih banyak diberikan karena kepentingan negara donatur,’’ ujarnya.
Karena itu, Deaton cenderung kontra terhadap bantuan-bantuan asing dengan dalih menyejahterakan kehidupan masyarakat miskin. Dalam bukunya, The Great Escape, dia memaparkan, bantuan asing ke negara berkembang lebih banyak menimbulkan kerugian ketimbang manfaat. Bantuan asing itulah yang membuat para pejabat negara serakah dan korup.
Dalam buku yang terbit pada 2013 ter- sebut, Deaton mengungkapkan fakta tentang bantuan asing yang jarang tiba di tangan masyarakat miskin. ’’Bahwa kemiskinan global bisa dikikis lewat bantuan orang kaya atau negara kaya kepada mereka yang miskin, itu adalah kesalahan besar,’’ tandasnya. Pemahaman yang salah itulah, menurut dia, yang membuat angka kemiskinan tidak pernah bergerak turun.
Karena itu, Deaton menyebut konsumsi dan belanja individu sebagai faktor utama pengukur kesejahteraan atau kemiskinan masyarakat. ’’Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menekan angka kemiskinan, yang pertama harus kita lakukan adalah memahami belanja individu. Hanya Deaton yang bisa merumuskan itu dengan baik,’’ terang Royal Swedish Academy of Sciences. (AP/AFP/thetelegraph/hep/c5/ami)