Terbukti Bersalah, Dituntut Ringan
SURABAYA – Tiga anggota polisi tidak bisa mengelak lagi dari tudingan Kades Selok AwarAwar, Pasirian, Lumajang, Hariyono tentang aliran dana. Hanya, mereka berdalih duit yang diterima bukan sogokan. Melainkan uang bensin dan sumbangan untuk peringatan HUT Bhayangkara.
Dalil tersebut disampaikan tiga anggota Polsek Pasirian dalam sidang disiplin di Mapolda Jatim kemarin (15/10). Mereka adalah mantan Kapolsek Pasirian AKP Sudarminto, Kanitreskrim Polsek Pasirian Ipda Samsul Hadi, dan anggota Babinkamtibmas Aipda Sigit Purnomo
Dalam sidang tersebut, tiga polisi itu ditanya secara bergantian oleh hakim, penuntut, dan pendamping terperiksa tentang aliran uang sebagaimana pengakuan Hariyono dalam sidang sebelumnya. Seperti diprediksi sebelumnya, ketiganya membantah tuduhan tersebut.
Misalnya, pertanyaan penuntut kepada AKP Sudarminto yang mencatatnya telah menerima setoran Rp 1 juta setiap bulan dan sudah berlangsung tujuh kali. Polisi dengan tiga balok di pundak itu paling keras membantah tuduhan tersebut. ”Tidak benar,” ucapnya dengan setengah berteriak.
Meski begitu, dia membenarkan telah menerima uang dari Hariyono sebesar Rp 1 juta. Uang itu disebut sebagai bantuan untuk biaya selamatan peringatan HUT Bhayangkara pada 1 Juli 2015. Menurut dia, uang itu dititipkan kepada Aipda Sigit selaku anggota babinkamtibmas di wilayah tersebut. Dia buru-buru melanjutkan keterangan bahwa bantuan itu tidak hanya berasal dari Hariyono. Tapi, juga Kades-Kades lain yang menyumbang untuk selamatan.
Selain itu, Sudarminto mengaku pernah menerima setoran dari Hariyono yang disebut sebagai uang bensin. Uang itu diterima dua sampai tiga kali. Besarannya terkadang Rp 200 ribu, Rp 300 ribu, hingga Rp 400 ribu.
Dia juga disinggung tentang pengetahuannya terkait dengan adanya tambang pasir di daerah Selok Awar-Awar. Sudarminto mengaku hanya mengetahui dari surat Kades Hariyono bahwa di lokasi tersebut akan dibangun tempat wisata. ”Ada danau yang perlu didalamkan,” ucapnya. Sayangnya, jawaban itu tidak dikejar lagi oleh hakim dan penuntut.
Penuntut juga mencecar Ipda Samsul karena tercatat menerima setoran Rp 500 ribu setiap bulan. Seperti mantan atasannya, tuduhan tersebut langsung dibantahnya. Meski begitu, dia mengakui telah menerima uang Rp 50 ribu sebanyak dua kali dan Rp 100 ribu. Pertama, uang diberikan ketika Samsul mendatangi rumah Hariyono. ”Waktu itu saya memperkenalkan diri bahwa saya Kanitreskrim baru,” ujarnya.
Kedua, uang Rp 50 ribu diberikan ketika Samsul mendatangi Kantor Desa Selok Awar-Awar untuk berkenalan dengan staf kantor desa tersebut. Terakhir, Rp 100 ribu diberikan Hariyono di Musala Balai Desa Selok Awar-Awar.
Samsul berdalih mendatangi balai desa itu untuk mengantarkan surat panggilan terhadap salah seorang warga desa tersebut. Setelah menerima surat panggilan, Hariyono memberikan uang Rp 100 ribu. Penuntut menanyakan alasan dia tidak bertanya soal peruntukan uang tersebut atau menolak pemberian. ”Saya sempat menolak. Tapi, uangnya tetap dimasukkan ke kantong. Katanya untuk membeli bensin,” jelasnya.
Bantahan yang sama diungkapkan Aipda Sigit atas tuduhan penuntut bahwa dirinya menerima uang bulanan Rp 500 ribu. Sama dengan sebelumnya, dia mengaku menerima titipan uang Rp 1 juta untuk kegiatan selamatan HUT Bhayangkara. Uang itu diserahkan ke AKP Sudarminto selaku Kapolsek Pasirian.
Setoran bukan itu saja. Setiap kali datang dalam acara desa, baik istighotsah maupun rapat, dia selalu diberi uang oleh Hariyono. Besarannya Rp 50 ribu sampai Rp 100 ribu. Namun, dia mengaku hanya sekali menerima titipan untuk Kapolsek. ”Mas ini titip buat Kapolsek,” kata Sigit yang menirukan Hariyono ketika memberikan uang.
Sigit sempat dibuat kecut dengan pernyataan penuntut bahwa dalam pemeriksaan sebelumnya, dia pernah mengaku menerima titipan sebanyak sepuluh kali untuk Kapolsek. Penjelasan itu tertulis dalam berkas pemeriksaan ketika dia dimintai keterangan di Sie Propam Polres Lumajang pada 4 Oktober 2015.
Untuk meyakinkannya, penuntut menunjukkan berkas tersebut kepada Sigit. Setelah melihat berkas, terperiksa menegaskan bahwa titipan hanya sekali. Penuntut menanyakan apakah BAP tidak benar. ”Mungkin saya yang lupa,” ujar Sigit.
Setelah meminta keterangan terperiksa, penuntut membacakan kesimpulan beserta tuntutannya. Kanitidik III Provos AKP Arif Hari Nugroho selaku penuntut mengatakan, tiga anggota itu disimpulkan cukup bukti menerima pungutan yang tidak sah.
Pertama, AKP Sudarminto dianggap terbukti menerima titipan uang Rp 1 juta, Rp 200 ribu sampai Rp 400 ribu dan jika bertemu Kades Hariyono, diberi uang bensin. Sementara itu, Ipda Samsul dianggap terbukti menerima uang dari Kades ketika mendatangi rumahnya (Rp 50 ribu), balai desa (Rp 50 ribu), dan balai desa (Rp 100 ribu).
Aipda Sigit dianggap terbukti menerima uang Rp 500 ribu yang diambil di rumah Kades Hariyono. Ada juga pemberian ketika menghadiri rapat-rapat desa sebesar Rp 100 ribu–Rp 200 ribu.
Atas dasar kesimpulan itu, penuntut mengajukan tiga tuntutan hukuman disiplin. Yaitu, teguran tertulis, mutasi yang bersifat demosi, dan penempatan dalam tempat khusus paling lama 21 hari. ”Penempatan khusus bisa di ruang tahanan atau ruang piket. Intinya tidak boleh pulang,” jelas Arif.
Tiga tuntutan tersebut terlihat ringan. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian, hanya diatur tujuh sanksi. Selain tiga hukuman itu, ada penundaan mengikuti pendidikan selama setahun, penundaan kenaikan gaji berkala, penundaan kenaikan pangkat paling lama setahun, dan pembebasan dari jabatan.
Rencananya, kemarin hakim membacakan putusan. Hanya, hakim menundanya hingga Senin pekan depan dengan alasan butuh waktu untuk menentukan nasib seseorang. (eko/c7/nw)