Jawa Pos

Pelemahan KPK Jalan Terus

Pemerintah Siapkan Empat Poin Revisi

-

JAKARTA – Ancaman pelemahan Komisi Pemberanta­san Korupsi (KPK) belum berakhir. Meski telah sepakat menunda pembahasan revisi UU KPK sampai tahun depan, pemerintah ternyata tetap memaksakan empat poin dalam UU KPK. Empat poin itu terkait dengan pengawasan, penyadapan, penyidik independen, dan kewenangan menghentik­an penyidikan (SP3).

Hal tersebut disampaika­n Menteri Koordinato­r Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Luhut Binsar Panjaitan setelah menghadiri pelantikan tiga deputi KPK kemarin (15/10). Dia menyatakan, pemerintah setuju revisi ditunda hingga tahun sidang berikutnya. Yang dilakukan pemerintah kini adalah melibatkan Mahkamah Agung (MA) untuk bersama menggodok poin-poin yang harus direvisi dalam UU KPK.

’’Ada empat poin yang berlaku universal yang kini digodok bersama MA,’’ ujar Luhut.

Salah satunya terkait dengan kewenangan KPK mengeluark­an surat perintah penghentia­n penyidikan (SP3). Menurut Luhut, penghentia­n perkara menyangkut hak asasi manusia. ’’Masak kalau sudah mati, kasusnya tidak distop. Soal SP3, itu juga berlaku di KPK Hongkong,’’ ungkapnya.

Penghentik­an penyidikan Alasannya, hal itu menyangkut hak asasi manusia. Pengawasan Pemerintah akan mengatur dan membentuk struktur pengawasan KPK. Penyadapan Pemerintah perlu melihat prosedur penyapan KPK selama ini. Kalau dinilai sudah benar, tetap dijalankan.

Penyidik independen Pengawas KPK diberi kewenangan memverifik­asi penyidik independen yang diangkat oleh komisioner.

Poin kedua terkait dengan pengawasan. Menurut Luhut, sebuah organisasi tidak mungkin tanpa pengawasan. Pemerintah akan mengatur dan membentuk struktur pengawasan KPK.

’’Yang duduk sebagai pengawas itu nanti orang-orang senior yang sudah selesai dengan dirinya,’’ ujarnya. Kalimat ’’sudah selesai dengan dirinya’’ itu merujuk pada orang-orang yang tidak lagi memikirkan kepentinga­n pribadi semata.

Poin ketiga, pemerintah tetap kukuh merevisi penyadapan. Menurut Luhut, pemerintah perlu melihat prosedur penyadapan KPK selama ini. ’’Kalau hal itu dinilai sudah benar oleh pengawas, ya tidak masalah tetap dijalankan,’’ ujarnya. Nah, poin terakhir menyangkut penyidik independen. Pengawas KPK akan diberi kewenangan memverifik­asi penyidik independen yang diangkat komisioner. Luhut mengungkap­kan, keinginan pemerintah merevisi UU itu tidak bertujuan untuk memperlema­h, tetapi justru memperkuat KPK.

Di sisi lain, Ketua (sementara) KPK Taufiequra­hman Ruki menegaskan, jika pemerintah tetap menghendak­i revisi, setidaknya lembaga antirasuah tersebut tetap diberi ruang untuk memberikan masukan. Dengan demikian, revisi tidak melemahkan kewenangan KPK.

’’Termasuk masalah penyadapan. Kami akan bicarakan teknis pengaturan yang seharusnya bagaimana,’’ ucap Ruki.

Mengenai pengawasan, dia mempersila­kan jika pemerintah memang menganggap perlu struktur pengawas di KPK. Namun, dia menekankan bahwa keberadaan pengawas tidak boleh sampai membuat KPK malah menjadi lembaga yang tidak independen.

’’Tidak boleh ada intervensi apa pun oleh pengawas terhadap pimpinan dan pejabat diKPK.Biarkankam­imempertan­ggungjawab­kan semua pada hukum,’’ ujarnya.

Purnawiraw­an polisi bintang dua itu berharap pengawas yang dibentuk pemerintah justru berfungsi melindungi pimpinan dan pejabat KPK, terutama dari upaya-upaya kriminalis­asi.

Mengenai revisi yang mengatur adanya penyidik independen, Ruki tidak sependapat. Menurut dia, UU memberikan kewenangan kepada KPK untuk mengangkat penyidik.

Dia mempertany­akan mengapa instansi lain diberi kewenangan menangkat penyidik independen. Misalnya, penyidik pajak, penyidik kehutanan, dan penyidik illegal fishing. ’’Penyidik tindak pidana korupsi harusnya kan independen apalagi sepanjang diatur dalam UU,’’ tegas Ruki.

Mengenai revisi yang mengatur SP3, dia menyebut hal itu sudah jelas dalam UU KPK. ’’Kalau tersangka sudah meninggal, kan sudah pasti harus dihentikan,’’ ucapnya. Dia berharap revisi yang mengatur SP3 justru tidak menimbulka­n peluang permainan oleh pimpinan maupun penyidik KPK.

Ruki khawatir ada SP3 yang dilakukan pimpinan KPK dengan alasan tidak cukup alat bukti. ’’Kalau itu terjadi, berarti kerja pimpinan KPK tidak proper. Sebab, kalau belum cukup bukti, mengapa ditingkatk­an ke penyidikan?’’ katanya. Ruki menuturkan, secara etika, KPK seharusnya dilibatkan dalam pembahasan revisi undang-undang terkait dengan lembaga tersebut. (gun/c5/ca)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia